Orang-orang
yang sulit biasa disebut sebagai difficult people. Bagi seorang atasan,
menangani bawahan yang sulit merupakan sebuah tantangan tersendiri. Hal
ini bukan hanya bisa meruntuhkan wibawanya, tetapi sangat melelahkan
hati. Merusak reputasi, dan membikin frustrasi. Dalam banyak kasus,
orang yang dikira sulit itu tidak selalu benar-benar sulit. Melainkan
atasannya yang belum tahu bagaimana cara memimpinnya. Begitu menerapkan
cara memimpin yang tepat, mereka ’berubah’ menjadi orang-orang yang
sangat koperatif. Apakah Anda memiliki bawahan yang sulit? Ataukah
justru Anda adalah bawahan yang sulit bagi atasan Anda?
Kebanyakan
orang kegirangan ketika mendapatkan promisi jabatan. Tak jarang yang
kemudian ’makan hati’ saat menjalani hari-hari sulit dalam memimpin
orang. Bahkan tidak sedikit yang menutupi ketidakmampuannya dalam
memimpin orang lain dengan memberi label bawahannya sebagai orang sulit.
Secara objektif, memang ada orang-orang yang sangat sulit diatur hingga
tidak segan untuk melakukan pembangkangan. Mereka pada dasarnya
orang-orang yang tidak mau menerima kepemimpinan atasannya.
Namun secara sukyektif, tidak jarang juga ’kesulitan’ itu ditimbulkan
oleh ketidakmampuan atasan untuk menyesuaikan gaya kepemimpinannya
dengan sifat dan karakter bawahan. Situasi serupa ini bisa
terjadi di perusahaan apapun dan dialami oleh pemimpin yang manapun.
Maka sebagai seorang pemimpin, kita perlu belajar mengatasinya. Bagi Anda yang tertarik menemani saya belajar mengatasi bawahan yang sulit, saya ajak memulainya dengan mempraktekkan 5 prinsip Natural Intelligence (NatIn) berikut ini:
1. Perlihatkan kematangan.
Salah satu alasan klasik orang-orang sulit adalah menilai atasannya
sebagai orang yang tidak layak memimpin mereka. Apakah karena mereka
merasa lebih senior, atau lebih berpengalaman, atau sekedar merasa lebih
berhak mendapatkan jabatan itu. Makanya kalimat favorit
mereka berbunyi;”Elu kira elu itu siape?” Cara terbaik menghadapi
mereka adalah dengan memperlihatkan kematangan kita. Usia, masa kerja,
dan pengalaman kita boleh saja tidak lebih banyak dari mereka. Namun, kepemimpinan bukanlah
semata-mata ditentukan oleh hal-hal semacam itu. Ironisnya, banyak
atasan yang menghadapi tantangan seperti ini dengan menggunakan kekuatan
jabatan alias position power dengan prinsip ’Gua boss elu. Suka atau
tidak, elu musti nurut sama gua!” Efektifkah? Bisa ya, bisa tidak.
Tetapi saya memiliki keyakinan dan pengalaman bahwa kekuatan jabatan itu
bisa tidak selalu diandalkan. Malah sebaliknya bisa semakin menimbulkan
penolakan orang-orang sulit. Beda dengan kematangan. Cukup banyak bukti
yang menunjukkan bahwa bawahan yang awalnya sulit dan menyepelekan
atasannya, kemudian berubah menjadi respek kepadanya. Bukti
bahwa kematangan seseorang dalam memimpin mempunyai dampak langsung
kepada rasa hormat anak buahnya.
2. Tunjukkan rasa hormat.
Setiap orang berhak untuk menunjukkan ekspresinya. Termasuk perasaannya
terhadap pemimpinnya. Anda tidak akan pernah bisa memaksa seseorang
menyukai Anda. Mengapa? Karena perasaan suka dan penghormatan adalah
bagian yang tidak bisa diintervensi oleh orang lain. Bukankah Anda juga
tidak dapat menghormati orang-orang yang menurut pendapat Anda layak
dihormati? Masalahnya, banyak atasan yang karena kedudukannya merasa
dirinya layak dihormati. Padahal, bukan hanya atasan yang layak
mendapatkan
penghormatan. Bawahan juga memiliki hak yang sama. Maka gagasannya
adalah; bagaimana antara atasan dan bawahan bisa ‘saling menghormati’.
Siapa yang harus terlebih dahulu menunjukkan rasa hormat itu jika
demikian? Kita. Apalagi jika posisi Anda lebih tinggi dari mereka. Maka
Anda perlu memberi keteladan dengan terlebih dahulu memberi rasa hormat
kepada bawahan. Apakah ini tidak memancing mereka merasa diatas angin
lalu lebih melecehkan? Hey, tak seorang pun bisa melecehkan orang yang
memiliki kematangan dan rasa hormat. Pada akhirnya, mereka akan
menyadari jika sikap hormat Anda kepada mereka layak dibalas dengan
penghormatan yang sama.
3. Berikan penyadaran.
Banyak sekali bawahan yang lupa bahwa sikap sulitnya hanya akan membuat
pekerjaan dan karir mereka semakin sulit. Mereka sering keliru mengira
bahwa kalau bisa melawan atasan berarti mereka adalah orang-orang yang
kuat. Dalam banyak kasus, hal itu berhasil juga. Cukup
banyak atasan yang frustrasi karena bawahannya sehingga kepemimpinannya
tidak efektif. Dampaknya, team yang dipimpinnya tidak menghasilkan
kinerja baik. Walhasil, akhir tahun semuanya mendapatkan penilaian yang
buruk. Bawahan sulit sering mengira dia menang. Padahal dalam
situasi seperti itu, semua orang adalah pecundang. Atasannya loose,
mereka sendiri juga loose. Makanya, sebagai atasan Anda perlu memberi
penyadaran kepada bawahan yang sulit bahwa sikap buruknya hanya akan
merugikan diri mereka sendiri. Sebagai atasan, Anda memiliki kewajiban
untuk memberi penyadaran ini. Dan mereka berhak untuk mendapatkannya.
Anda juga memiliki kewenangan untuk menilai. Maka jika mereka ingin
mendapatkan penilaian yang baik, mereka harus memperlihatkan sikap dan
kinerja yang baik. Jika mereka ngotot bertindak sulit, maka itu
pilihannya sendiri. Jika sadar soal ini, Anda tidak akan ikut terpuruk.
Sebab dari awal Anda tahu harus melakukan apa.
4. Tegakkan kedisiplinan.
Sikap dan perilaku seseorang sepenuhnya menjadi pilihan dia sendiri.
Anda hanya bisa melatihnya, membimbingnya, dan terus menerus
mengingatkannya. Namun, Anda tidak bisa memaksanya. Tapi tidak demikian
dengan kedisiplinan. Itu adalah hak perusahaan. Sedangkan karyawan wajib
memenuhinya. Oleh sebab itu, meski Anda wajib memberi ruang kepada
bawahan untuk menentukan sikapnya sendiri, namun soal kedisiplinan tidak
ada tawar menawar lagi. Ini bukan soal ego Anda, melainkan
tanggungjawab Anda dan mereka sendiri sebagai seorang profesional. Anda
tidak bisa menghukum seseorang hanya
karena tidak mau bersikap ramah kepada Anda. Namun Anda bisa
menjatuhkan sanksi kepada bawahan yang tidak disiplin. Dan soal
kewenangan itu, merupakan bagian dari paket amanah kepemimpinan yang Anda emban. Jika bawahan Anda tidak disiplin, perusahaan akan meminta Anda pertanggungjawaban. Maka dari awal kepemimpinan,
Anda harus mempunyai kesepekatan soal menegakkan kedisiplinan. Soal
menegakkan kedisiplinan ini bukanlah jalan satu arah. Artinya, Anda
sendiri harus disiplin. Jika Anda sendiri tidak disiplin,
wajar kalau anak buah Anda semakin melecehkan. Dan ketidakdisiplinan
Anda itu menunjukkan bahwa Anda, memang tidak layak menjadi pemimpin.
Menegakkan kedisiplinan berarti menjadikan diri sendiri dan orang-orang
yang Anda pimpin sama-sama berdisiplin.
5. Tunjukkan keadilan. Guru kehidupan saya mengatakan
bahwa diantara orang-orang yang paling disayang Tuhan dihari
perhitungan amal adalah pemimpin yang adil. Bukan pemimpin yang salesnya
paling tinggi atau yang bonusnya paling banyak. Mengapa? Karena
keadilan itu bukan soal yang gampang untuk diterapkan. Jika Anda merasa
bawahan Anda tidak sopan, hati Anda berbisik;’tahu rasa nanti lu ya!’.
Padahal boleh jadi kinerjanya justru paling baik. Namun karena Anda
lebih suka pada
bawahan yang ABS maka penilaian Anda tetap buruk. Penilaian juga
dipengaruhi banyak faktor subyektif lainnya. Bahkan ada juga pemimpin
yang mengancam bawahan untuk melakukan hal-hal yang tidak relevan dengan
pekerjaan. Jika tidak? Hmmh, tahu sendiri akibatnya. Jabatan tinggi itu
dekat sekali dengan penindasan dan kesewenang-wenangan. Keadilan Anda
itu menimbulkan rasa hormat bawahan. Termasuk orang-orang yang Anda
anggap paling sulit. Maka sikap adil, sangat dihargai oleh bumi dan
dijunjung tinggi oleh langit. Secara pribadi, Anda boleh tidak suka atau
tidak cocok dengan bawahan Anda. Namun soal keadilan, Anda tidak
memiliki hak untuk mempermainkannya. Mengapa? Karena keadilan adalah
amanah yang dititipkan Tuhan kepada setiap orang yang menyandang gelar
sebagai pemimpin.
Memimpin
manusia itu berbeda dengan menggembalakan domba-domba. Anda cukup
menggiring mereka kepadang rumput yang subur, lalu membawanya pulang ke
kandang setelah mereka kenyang. Manusia, setiap individunya mempunyai
kehendak yang berbeda-beda. Bukan sekedar perut belaka. Bahkan diantara
mereka ada yang menginginkan kursi kita. Maka tentu pendekatannya jauh
berbeda. Saya dulu pernah menjadi gembala domba. Saya juga pernah dan
sedang mengemban amanah untuk memimpin manusia. Kedua pengalaman nyata
itu membuat saya semakin sadar bahwa manusia bukanlah domba. Manusia
adalah mahluk yang setara dengan kita. Makanya, mereka menuntut
perlakuan yang bermartabat dan rasa hormat dari atasannya. Saat martabat
dan rasa hormat itu mereka dapat, maka mereka tidak lagi berselera
untuk menjadi bawahan yang sulit.
*Dari tulisan Kang Dadang Kadarusman
Simak juga artikel berikut:
Empat Dasar Kepemimpinan Efektif
Mengatasi Bawahan yang Sulit
Modal Dasar kepemimpinan
The Power of FERI: Subordinate Management
Simak juga artikel berikut:
Empat Dasar Kepemimpinan Efektif
Mengatasi Bawahan yang Sulit
Modal Dasar kepemimpinan
The Power of FERI: Subordinate Management