Seorang bijak berkata bahwa
dewasa itu adalah sikap. Sama sekali tidak terpaut dengan usia. Boleh jadi
mereka yang usianya sudah tua namun belum dewasa, atau sebaliknya, seseorang
yang relatif masih muda usianya tapi begitu dewasa sikapnya.
Sebenarnya dewasa itu seperti
apa? Pasti akan kita temukan banyak jawaban untuk pertanyaan tersebut. Diantara
jawaban yang saya temukan, kalimat berikut ini adalah favorit saya: ‘Orang yang semakin dewasa
mulai mengalihkan perhatiannya dari dirinya sendiri ke orang lain!’ Ada perubahan sikap yang mulai terlihat bagi yang
dewasa, terkait perhatian dan kepentingan.
Semakin dewasa, semakin tidak
memikirkan diri sendiri. Perhatiannya sudah tidak mementingkan diri sendiri
lagi (ego), tapi bergeser terhadap memikirkan, mengusahakan, dan melayani
kepentingan orang lain atau alam sekitarnya (geo). Sikap seperti ini jugalah
yang disamakan dengan sikap kepahlawanan. Kepahlawanan itu tidak hanya
memikirkan kepentingan orang lain, namun juga rela mengorbankan resources-nya untuk kepentingan orang
lain yang lebih banyak.
Bagi yang memiliki sikap
kepahlawanan ini sudah pasti kedewasaan menjadi identitas mereka. Identitas
yang tidak perlu menuntut klaim. Karena klaim yang dilakukan oleh seseorang atas
sikap atau hal kepahlawanan yang pernah dilakukannya hanyalah menunjukkan
kekerdilan jiwanya.Sementara jiwa yang kerdil tak akan beroleh kebahagiaan.
Berbeda dengan jiwa besar, jiwa dewasa, jiwa pahlawan, yang pasti akan berujung
pada kebahagiaan. Kebahagian dalam melayani, membantu, dan berbagi.
Berbagi bisa dengan cara apa
saja. Bagi yang mampu secara ekonomi, dapat berbagi dengan hartanya. Bagi yang
mampu secara ilmu, dapat berbagi dengan ilmu pengetahuanya. Bagi yang mampu
secara tenaga, dapat berbagi dengan tenaganya. Demikian juga bagi yang memiliki
kemampuan-kemampuan lainya.
Kemampuan yang dimiliki oleh
orang dewasa ini, mereka anggap
adalah benar-benar ‘titipan’ Tuhan Yang Maha Pemberi. Dengan demikian,
kewajiban untuk membagikannya adalah perintah yang tidak dapat dikompromikan.
Apalagi dalam ajaran agama yang kita yakini, bahwa memberi adalah cara terbaik
untuk dapat menerima. Semakin banyak memberi semakin banyak menerima,
demikianlah sinyalemen dari the power of
giving.
Karena orang dewasa sudah siap mengalihkan kepentingan dirinya (ego) menuju
kepentingan orang lain atau lingkungan dan
alam sekitarnya (geo), maka the secret of
giving itu sudah terbuka selebar-lebarnya bagi mereka. Semakin mereka
melayani geo, semakin pula geo melayani
ego. Sehingga janji Allah atas
ganjaran bagi yang banyak bersedekah atau berinfak dalam surat al-Baqarah: 261
yang artinya sebagai berikut ini adalah sebuah kebenaran yang nyata.
"Perumpaan orang yang menginfaqkan
hartanya pada jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai,
pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang
dikehendaki, Allah maha luas , lagi maha mengetahui." (QS. SURAH-AL-BAQARAH:
261).
Mudah-mudahan kita semua dapat
menarik manfaat dari tulisan singkat ini, terutama bagi penulis sendiri. Amiin
*Pictures in this blog are powered by google
Bandung, 14 November 2011
No comments:
Post a Comment