"Mulai dengan Bismillah, Luruskan Niat. Allah Maha Melihat!"


2024/09/28

Cerbung Bagian VII: Jejak di Dua Dunia- Kembali ke Akar

Siang itu, kantor co-working space terasa lebih semarak dari biasanya. Banner besar dengan tulisan “Welcome Founder” terpampang di ruang depan, seolah menjadi penanda pentingnya hari ini. Semua staf terlihat sibuk memastikan semuanya berjalan lancar. Ini adalah momen yang sudah ditunggu selama berminggu-minggu; kedatangan sang founder untuk townhall meeting dan makan siang bersama tim.

Selama empat bulan terakhir, komunikasi kami hanya dilakukan melalui layar. Tapi kali ini, founder hadir secara fisik, membuat pertemuan ini terasa lebih nyata. Ketika beliau tiba, kami bersalaman. Rasanya seperti reuni kecil di tengah kesibukan proyek besar ini. Kehadirannya mengingatkan kami betapa pentingnya momen kebersamaan untuk membangkitkan semangat tim.

Townhall dimulai tepat waktu. Founder berdiri di depan ruangan, dengan karisma yang tidak berkurang sedikit pun meski waktu dan jarak sempat memisahkan. “Terima kasih atas kerja keras kalian semua,” katanya, memulai pembicaraan dengan nada penuh apresiasi. Namun, seketika wajahnya menjadi lebih serius. “Ada kabar penting—launching kita harus ditunda satu bulan.”

Oh, kabar yang tidak kami harapkan. Meskipun demikian, kami paham bahwa keputusan itu diambil demi kebaikan. Founder menjelaskan bahwa masih ada beberapa kontrak penting dengan partners lokal yang belum rampung, terutama dalam hal warehouse dan delivery. Selain itu, strategi Go To Market harus benar-benar matang agar peluncuran di Amerika ini berdampak signifikan. “Lebih baik terlambat, tapi sukses,” katanya dengan tegas.

Waktu bergulir cepat, dan setelah townhall selesai, aku dipanggil untuk meeting satu lawan satu dengan founder. Kami duduk di ruang kecil di sudut kantor. Dengan suara pelan tapi penuh makna, founder memberitahuku bahwa sudah waktunya aku merekrut seorang Head of Operations lokal. Rekrutmen ini akan melanjutkan apa yang sudah aku bangun di sini. “Kamu masih diperlukan di Singapore,” katanya, “jadi setelah launching, kamu akan kembali ke Asia Tenggara.”

Aku mendengarkan dengan seksama, mencoba mencerna setiap detailnya. Pekerjaan ini memang menantang, tapi aku tahu inilah tanggung jawab yang harus kuemban. “Baik, saya akan segera memulai proses rekrutmen,” jawabku. Ada sedikit kelegaan, karena meskipun tugas di sini masih banyak, setidaknya aku tahu perjalanan karirku selanjutnya sudah lebih jelas.

Nasib anak-anakku menjadi bagian penting dari pertimbanganku. Selama ini, kami tidak mendaftarkan mereka ke sekolah formal di Amerika, hanya mengambil kursus. Keputusan itu kini terasa benar, karena dengan rencana kepulanganku ke Asia Tenggara, mereka bisa melanjutkan homeschooling yang sudah kami mulai dari Jakarta. Lebih fleksibel dan bisa diadaptasi sesuai jadwal pergerakan keluarga.

Istri dan anak-anakku tentu harus kuajak bicara tentang kabar ini. Sore harinya, setelah pekerjaan di kantor selesai, aku pulang dengan membawa banyak hal yang perlu dibicarakan. Setiba di rumah, aku menceritakan keputusan penting itu kepada isteri dan anak-anak. Poin-poin utama disampaikan dengan hati-hati, agar mereka mengerti mengapa perubahan ini harus terjadi.

Sebaliknya dari yang kuperkirakan, respons mereka sungguh positif. Isteriku tersenyum, dan anak-anak langsung bersorak kegirangan. "Horeeee! Kita balik ke Asia Tenggara!" seru mereka sambil melompat-lompat. Ternyata, mereka merindukan kehidupan di sana lebih dari yang kuduga.

Momen itu menghangatkan hatiku. Keputusan yang tadinya terasa berat kini menjadi lebih mudah dijalani, karena dukungan keluarga yang tak tergoyahkan. Isteriku, seperti biasa, selalu menjadi sandaran terkuat dalam setiap keputusan besar. Meski perpindahan ini akan membawa tantangan baru, aku tahu kami akan melaluinya bersama.

Aku duduk di ruang tamu, memandangi wajah-wajah ceria anak-anakku yang mulai berfantasi tentang kembalinya mereka ke Jakarta, ke rumah lama, ke taman bermain yang mereka rindukan. Rasa syukur mengalir dalam diriku, bahwa meski hidup ini penuh dengan perubahan, keluarga selalu menjadi jangkar yang membuat setiap keputusan terasa lebih ringan.

Nanti, di hari-hari mendatang, kami akan mempersiapkan kepulangan ini dengan hati yang lapang. Meski perjalanan ini belum selesai, aku tahu kami sedang menapak jalan yang benar. Di balik setiap tantangan, selalu ada kebersamaan yang membuat segalanya terasa lebih indah.

No comments:

Post a Comment