"Mulai dengan Bismillah, Luruskan Niat. Allah Maha Melihat!"


2024/09/26

Cerbung Bagian I: Senja Di Ujung Jalan Buntu

imagine.art

Aku dan anakku sedang jalan kaki. Berolahraga sambil mengasuh putera bungsuku yg berusia 5 tahun. Kami jalan2 di daerah ketinggian di sebuah gunung yang mirip Bandung Utara. Tapi jalanannya jauh lebih sepi, hampir gak ada yg melintas. Waktu sudah menjelang senja. Mentari bentar lagi menuju tempat persembunyiannya dari pandangan bumi sebelah Timur. 

Kami terus berjalan, menyusuri jalan pulang ke arah kota. Di sebuah persimpangan, tiba-tiba ketemu sosok tinggi besar, berkulit gelap, berbaju putih. Berjalan gontai seperti baru saja selamat dari sebuah pertempuran.

Aku dan anakku terus berjalan dengan langkah cepat, melintasi sosok besar berbaju putih itu. Setelah sadar bahwa itu Morgan Freeman, aktor Hollywood, instingku untuk sok akrab muncul. Tapi dia terlihat sedang bicara, meski anehnya tidak memegang apa-apa. Mungkin pakai alat komunikasi canggih, pikirku. Saat kami mendekati persimpangan berikutnya, tiba-tiba terdengar suara dari speaker yang samar-samar terdengar. "I am waiting for… Joel, Jaloe and a Workshop!"

Aku langsung merasa ada yang tidak beres. Rasa cemas menyelinap. Morgan Freeman yang tadi tampak tenang, sekarang pucat pasi. Matanya penuh kewaspadaan. Aku menoleh ke anakku, menggenggam tangannya lebih erat. Kami harus tetap tenang, meskipun situasinya mulai terasa seperti film thriller.

Beberapa puluh meter di depan, kami melihat bengkel tua di tepi jalan, tepat seperti yang disebutkan di telepon tadi. Hawa dingin merayap naik ke tengkukku. Aku berusaha menepis pikiran buruk—mungkin itu hanya kebetulan, tapi situasi ini terlalu ganjil. Kami melewati bengkel itu dengan hati-hati, tidak ada tanda-tanda kehidupan di dalamnya. Freeman juga melangkah perlahan, seolah siap menghadapi sesuatu.

Setelah melewati bengkel kedua dan situasi tampak aman, kami melihat cahaya terang di depan, seperti pusat perbelanjaan. Aku merasa sedikit lega. “Pasti ramai di sana,” pikirku, mempercepat langkah bersama anakku. Kami sudah bisa melihat cahaya lebih jelas ketika tiba-tiba jalan di depan kami terhalang oleh dinding tinggi. Jalan buntu. Semua rasa lega mendadak lenyap.

Kami tidak punya pilihan lain selain berbalik arah. Di ujung jalan buntu itu, hanya ada sebuah meja kecil dengan sebuah kartu nama di atasnya. Kulihat namanya dengan seksama, dan jantungku berdegup kencang saat membaca tulisan di kartu itu: "Joel, Jaloe Workshop."

Aku merinding. Joel dan Jaloe jelas bukan sekadar nama yang disebut dalam percakapan tadi. Mereka benar-benar ada, dan mungkin sedang menunggu di sekitar sini. Aku segera menarik napas panjang dan berkata pada Freeman, "Kita harus pergi dari sini sekarang." Tapi sebelum sempat beranjak, terdengar suara langkah kaki berat mendekat.

Freeman langsung memasang sikap siaga, dan dari bayangan muncul dua sosok, keduanya berwajah keras. Mereka memandang kami dengan tatapan dingin. Salah satu dari mereka, yang lebih tinggi dan berbahu lebar, menyeringai sambil berkata, “Lama sekali kalian datang.”

Freeman tidak menjawab, tapi aku tahu dia bersiap untuk sesuatu. Aku bisa merasakan adrenalin mulai naik, jantungku berdegup lebih cepat. Anak bungsuku tampak mulai ketakutan, jadi aku memeluknya erat-erat. “Stay calm,” bisik Freeman padaku. 

Tiba-tiba, pria tinggi tadi mengeluarkan pisau besar dari balik jaketnya. Freeman bergerak cepat, menyergap dan menjatuhkan pria itu sebelum dia sempat melakukan apa-apa. Aku hampir tak bisa percaya apa yang kulihat. Sementara itu, pria satunya mencoba menyerang Freeman dari belakang, tapi aku berhasil menemukan tongkat besi di dekat meja dan tanpa berpikir panjang, aku memukulnya hingga jatuh.

Perkelahian singkat itu akhirnya berakhir, dan kedua pria itu terkapar tak berdaya. Nafasku tersengal, sementara anakku memelukku lebih erat. Freeman, meski terlihat lelah, tersenyum kecil. “Kau hebat juga,” katanya, setengah bercanda.

Beberapa menit kemudian, suara sirine polisi terdengar di kejauhan. Seseorang mungkin sudah melaporkan situasi mencurigakan ini. Polisi segera datang dan menangkap Joel dan Jaloe, yang kini sudah tak berdaya. Freeman berbicara sebentar dengan mereka, tampaknya menjelaskan siapa dia sebenarnya dan apa yang baru saja terjadi. Malam itu, kami diantar pulang ke hotel oleh polisi, dan aku merasa lega karena semuanya sudah selesai.

Setidaknya, Joel dan Jaloe kini menghadapi hukuman penjara seumur hidup. Dan aku berharap, mereka akan menebus kesalahan mereka di dalam sana. Aku dan anakku akhirnya bisa beristirahat dengan tenang malam itu, dan untuk pertama kalinya sejak sore tadi, aku benar-benar merasa aman.

No comments:

Post a Comment