"Mulai dengan Bismillah, Luruskan Niat. Allah Maha Melihat!"


Showing posts with label Contact Center. Show all posts
Showing posts with label Contact Center. Show all posts

2024/08/24

Lima Komponen Utama Customer Care yang Efektif

Pict source: https://www.brandknewmag.com/

Digital customer care, atau layanan pelanggan digital, telah menjadi elemen krusial dalam dunia bisnis modern. Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi dan semakin tingginya ekspektasi konsumen, perusahaan perlu memastikan bahwa mereka dapat menjawab kebutuhan pelanggan dengan cepat dan efektif melalui berbagai platform digital. Tidak hanya sekadar memberikan jawaban, tetapi juga menciptakan pengalaman yang menyenangkan dan tak terlupakan bagi pelanggan.

Di era digital, pelanggan memiliki akses mudah ke informasi dan pilihan yang melimpah. Mereka bisa dengan cepat membandingkan produk dan layanan, membaca ulasan, dan berinteraksi langsung dengan merek favorit mereka melalui media sosial. Oleh karena itu, digital customer care bukan lagi sekadar opsi, melainkan kebutuhan yang mendesak. Perusahaan yang gagal beradaptasi dengan perubahan ini berisiko kehilangan pelanggan kepada pesaing yang lebih responsif dan inovatif.

Komponen Utama Digital Customer Care

Untuk membangun strategi digital customer care yang efektif, ada beberapa komponen utama yang harus diperhatikan:

1. Multichannel Support/ Bantuan Multisaluran: Pelanggan modern berinteraksi dengan merek melalui berbagai platform digital, mulai dari media sosial, email, hingga aplikasi mobile. Perusahaan harus mampu menyediakan dukungan di semua saluran ini untuk memastikan bahwa pelanggan dapat mengakses bantuan kapan saja dan di mana saja.

2. Real Time Assistance (RTA) / Bantuan Real-time: Di era serba cepat ini, pelanggan mengharapkan respon yang cepat dan tepat waktu. Perusahaan dapat memanfaatkan teknologi seperti chatbot dan live chat untuk memberikan bantuan real-time, yang dapat meningkatkan kepuasan pelanggan secara signifikan.

3. Personalization / Personalisasi Layanan: Setiap pelanggan memiliki kebutuhan dan preferensi yang unik. Dengan menggunakan data pelanggan, perusahaan dapat menyesuaikan tanggapan dan solusi yang diberikan, sehingga pelanggan merasa lebih dihargai dan diakui.

4. Self-service Option / Opsi Swadaya: Banyak pelanggan yang lebih memilih untuk menemukan jawaban atas pertanyaan mereka sendiri. Dengan menyediakan FAQ online, basis pengetahuan, dan tutorial, perusahaan dapat memberikan solusi cepat tanpa perlu pelanggan menghubungi CS secara langsung.

5. Data Analytic / Analitik Data: Data dari interaksi digital pelanggan sangat berharga untuk memahami perilaku dan preferensi mereka. Dengan analitik data yang canggih, perusahaan dapat mengidentifikasi tren, memprediksi kebutuhan pelanggan di masa depan, dan mengoptimalkan strategi layanan mereka.

Masa Depan Digital Customer Care

Ke depan, digital customer care akan semakin terintegrasi dengan kecerdasan buatan (AI) dan analitik data yang lebih canggih. Teknologi ini memungkinkan perusahaan untuk tidak hanya merespons kebutuhan pelanggan dengan lebih cepat, tetapi juga memprediksi apa yang akan dibutuhkan pelanggan di masa depan. Misalnya, dengan memanfaatkan machine learning, perusahaan dapat mengenali pola perilaku pelanggan dan memberikan rekomendasi atau solusi yang tepat bahkan sebelum pelanggan menyadari mereka membutuhkannya.

Selain itu, dengan meningkatnya adopsi perangkat Internet of Things (IoT), digital customer care akan semakin berkembang ke dalam bentuk yang lebih personal dan terhubung. Perangkat pintar yang digunakan oleh pelanggan dapat langsung mengirimkan data ke pusat layanan, memungkinkan perbaikan atau dukungan yang lebih cepat dan tepat waktu.

Digital customer care bukan sekadar layanan tambahan, melainkan komponen esensial dari strategi bisnis yang sukses di era digital. Dengan memberikan layanan yang cepat, personal, dan proaktif, perusahaan dapat membangun hubungan yang kuat dan berkelanjutan dengan pelanggan. Dalam dunia yang semakin terhubung ini, perusahaan yang mampu mengoptimalkan digital customer care akan memiliki keunggulan kompetitif yang signifikan, menciptakan loyalitas pelanggan yang tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang dari waktu ke waktu.

2024/08/12

Memahami Customer Experience (CX) dan Customer Service (CS): Perbedaan dan Keterkaitannya

pict source: tettra.com

Dalam dunia bisnis modern, istilah "Customer Experience" (CX) dan "Customer Service" (CS) sering digunakan, namun tidak jarang menyebabkan kebingungan, terutama bagi mereka yang belum terlalu familiar dengan dunia layanan pelanggan. Keduanya sering dianggap serupa, padahal sebenarnya memiliki perbedaan mendasar, meskipun saling terkait dan bersinggungan dalam banyak aspek.

Apa itu Customer Service (CS)?

Customer Service adalah bagian yang lebih spesifik dari layanan pelanggan. CS adalah layanan atau dukungan yang diberikan kepada pelanggan sebelum, selama, dan setelah pembelian produk atau jasa. Fokus utama dari CS adalah membantu pelanggan dalam menyelesaikan masalah, memberikan informasi yang dibutuhkan, dan memastikan bahwa kebutuhan pelanggan terpenuhi dengan baik. Ini bisa berupa interaksi langsung, seperti panggilan telepon, obrolan (chat), email, atau bahkan interaksi tatap muka di toko fisik.

Peran utama CS adalah memastikan bahwa pelanggan mendapatkan apa yang mereka inginkan dengan cara yang paling mudah dan nyaman. Seorang customer service representative (CSR) bertindak sebagai perantara antara perusahaan dan pelanggan, memastikan komunikasi berjalan dengan lancar dan masalah-masalah diselesaikan secepat mungkin.

Apa itu Customer Experience (CX)?

Customer Experience (CX) mencakup seluruh perjalanan pelanggan dalam berinteraksi dengan suatu merek atau perusahaan. Ini mencakup semua touchpoints yang dilalui pelanggan, mulai dari kesadaran terhadap produk, proses pembelian, penggunaan produk, hingga pengalaman pasca-pembelian. CX mencakup semua aspek pengalaman pelanggan, baik yang disadari maupun tidak, dan mencerminkan bagaimana perasaan pelanggan terhadap merek tersebut.

Dalam CX, fokusnya adalah pada keseluruhan perjalanan pelanggan dan emosi yang terlibat di setiap tahap perjalanan tersebut. Ini berarti CX tidak hanya ditentukan oleh interaksi langsung dengan customer service, tetapi juga oleh faktor-faktor seperti desain website, kemudahan navigasi, kualitas produk, komunikasi yang konsisten, dan bahkan budaya perusahaan.


Perbedaan Utama antara CX dan CS

1. Ruang Lingkup:

   - CS: Terbatas pada interaksi langsung antara pelanggan dan perusahaan untuk menyelesaikan masalah atau memberikan bantuan.

   - CX: Mencakup keseluruhan pengalaman pelanggan dengan merek, mulai dari kesadaran hingga loyalitas pasca-pembelian.

2. Fokus:

   -CS: Berfokus pada penyelesaian masalah dan kepuasan pelanggan dalam interaksi spesifik.

 -CX: Berfokus pada menciptakan pengalaman yang positif dan konsisten di seluruh perjalanan pelanggan.

3. Pengaruh:

   -CS: Sebagai salah satu elemen dalam CX, CS dapat sangat memengaruhi pengalaman pelanggan, baik secara positif maupun negatif.

   -CX: Mempengaruhi persepsi pelanggan terhadap merek secara keseluruhan, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi loyalitas dan advocacy.


Keterkaitan antara CX dan CS

Meskipun berbeda, CS adalah bagian integral dari CX. Pengalaman pelanggan yang luar biasa sering kali dimulai dari customer service yang responsif dan solutif. Sebaliknya, pengalaman yang buruk dalam CS dapat merusak keseluruhan CX, bahkan jika aspek lain dari perjalanan pelanggan berjalan dengan baik. Oleh karena itu, perusahaan perlu memastikan bahwa customer service tidak hanya efisien dalam menyelesaikan masalah, tetapi juga proaktif dalam membangun hubungan yang positif dengan pelanggan.

Namun, CX tidak hanya ditentukan oleh CS. Faktor-faktor lain seperti user experience (UX), pemasaran, komunikasi merek, dan kualitas produk atau layanan semuanya berkontribusi pada CX. Untuk menciptakan CX yang unggul, perusahaan harus bekerja secara holistik, memastikan bahwa semua aspek yang mempengaruhi perjalanan pelanggan berfungsi harmonis untuk menciptakan kesan yang positif dan konsisten.


Mengapa Memahami Keduanya Penting?

Di era di mana pelanggan memiliki banyak pilihan dan informasi di ujung jari mereka, pengalaman yang mereka rasakan saat berinteraksi dengan sebuah merek dapat menjadi pembeda utama. Memahami perbedaan antara CS dan CX, serta bagaimana keduanya saling terkait, memungkinkan perusahaan untuk tidak hanya memenuhi kebutuhan pelanggan tetapi juga melebihi harapan mereka.

Dengan strategi CX yang kuat, didukung oleh customer service yang unggul, perusahaan dapat menciptakan hubungan jangka panjang dengan pelanggan, meningkatkan loyalitas, dan pada akhirnya mendorong pertumbuhan bisnis yang berkelanjutan.


Kesimpulan

Customer Service dan Customer Experience adalah dua konsep yang berbeda namun saling berkaitan dalam dunia layanan pelanggan. Customer Service adalah elemen penting dari Customer Experience, namun CX jauh lebih luas dan mencakup seluruh perjalanan pelanggan dengan merek. Untuk menciptakan pengalaman pelanggan yang luar biasa, perusahaan harus memperhatikan setiap detail dari interaksi langsung hingga keseluruhan persepsi yang dibentuk oleh pelanggan. Hanya dengan pendekatan holistik inilah perusahaan dapat benar-benar memenuhi dan melampaui harapan pelanggan mereka.
---


Artikel lainnya:
TTL; A Holistic Marketing Approach!

Navigating the Intersection of Human Empowerment and AI Technology

Strategi Kunci Customer Service / Contact Center

Tentang AHT (Average Handling Time)


2021/10/07

EFISIENSI BIAYA OPERASIONAL CS

Dalam Whatsapp group Indonesia Contact Center Association (ICCA), pak Andi Anugrah, selaku ICCA Chairman yang juga Admin di group melempar sebuah diskusi lewat tulisan regularnya setiap pagi yang diberi tajuk #celotehpagi. Judul tulisannya pagi ini adalah 'Berfikir Kritis'. Maksud dari judul tersebut tampaknya adalah terkait 'tantangannya' pada para CS Manager yang ikut berlomba di ajang tahunan yang dihelat oleh ICCA. Ajang itu adalah The Best Contact Center Indonesia 2021. 

Kembali pada tulisannya, pak Andi membuka tulisannya dengan pertanyaan berikut:

Salah satu pertanyaan yang kami ajukan pada saat lomba individual adalah mengenai efisiensi biaya operasional. Dalam pertanyaan moderator tersebut menyebutkan “Sebagai Manager Contact Center terbaik, Jika anda diminta melakukan efisiensi biaya operasional. Pilih tindakan yang akan anda lakukan, apakah Mengurangi jumlah Agent Atau Menyediakan Layanan Digital ? Jelaskan 3 alasan dari pilihan tersebut ?”

Jika anda dalam posisi tersebut, yang mana yang akan menjadi prioritas anda ? Apakah mengurangi jumlah agent atau menyediakan layanan digital ? Coba anda jelaskan tanpa menghubungkan keduanya atau coba anda jelaskan dengan menggunakan data-data yang mendukung.  Coba anda jelaskan dengan memperhatikan risiko dan proses pengembangan yang harus dilakukan.

---
Pada artikel singkat ini saya tidak sedang mencoba pertanyaan pak Andi. Ini hanya sekedar memberikan satu perspektif tentang apa yang ingin didiskusikan pada tulisan di atas.

Begini komentar saya dalam WAG tersebut:

Sungguh menarik pertanyaan moderatornya ya pak Andi. 😊

Terasa menantang terutama pada dua pilihan yang disediakan: (1) Mengurangi jumlah Agent Atau (2) Menyediakan Layanan Digital?

Terkait pilihan nomor 2, di era sekarang yg serba digital, kebutuhan akan digital touch point adalah sebuah keniscayaan, kalau tak disebut sebagai keharusan. Maka ia sesungguhnya tak hanya semata terkait pada efisiensi biaya operasional. Mau mahal pun, ketika dalam kancah kompetisi mengharuskan perusahaan memiliki layanan digital, mau gak mau harus dilakukan. Apalagi ketika layanan digital itu telah menjadi kebutuhan dasar atau hygiene factor dari customer need zaman now. Bisa jadi dengan disediakannya layanan digital yang komprehensif, perusahaan perlu menyediakan system/tool/platform digital yang cukup costly. Tapi di ujung, akan bisa diprediksi seperti apa cost per contact (CPC) atau dalam komparasi yang lebih luas lagi adalah cost per subsriber / cost per customer. Setelah customers teredukasi dengan layanan digital sangat mungkin kebutuhan mereka untuk menghubungi CS ~slowly but sure~ akan berkurang. Ini pertanda baik bagi efisiensi.

Adapun pada pilihan yang pertama, itu perlu dilakukan ketika perhitungannya menunjukkan bahwa memang terjadi overstaffing. Kelebihan orang. Kalau ternyata kondisi jumlah orangnya pas-pasan, atau mungkin cenderung kurang orang, maka tentu saja pengurangan jumlah karyawan bukanlah keputusan yang tepat. Alih-alih untuk efisiensi biaya operasional, dengan mengurangi jumlah agent nanti bisa menyebabkan factorof easiness to access-nya CS jadi NOL. Itu akan jadi bumerang dan bow waktu bagi perusahaan. Hanya menunggu waktu untuk melihat customers hengkang ke kompetitor.

Untuk tetap memenuhi keinginan top manajemen dalam hal efisiensi biaya operasional yang sangat penting dilakukan adalah 'mengurangi contact per subscribers'. Harus diupayakan bahwa customer tidak merasa perlu menghubungi CS karena mereka sudah teredukasi dengan baik dan jelas di laman FAQ, dan layanan self service yang tersedia. Untuk itu CS manager harus kolaborasi dengan beberapa stakeholders: 

(1) Dengan team produk; Pastikan di setiap titik dari Customer Journey adalah frictionless experience. Sehingga komplain berkurang. 

(2) Dengan team engineering; Resolve semua paint points yang ada dengan tindakan preventif untuk paint points serupa di masa y.a.d. Sehingga mass complaint dapat diantisipasi.

(3) Dengan team marketing/Content writing; Revamping FAQ. Buat laman FAQ yang benar-benar edukatif. Kalimat yang jelas dan mudah dimengerti. Akan lebih keren jika disertai dengan animasi 'how to'-nya. Sehingga pertanyaan umum yang berulang tidak perlu ditanya lagi oleh customers.

(4) Dengan team Helpdesk; Pastikan SOP eskalasi berjalan sesuai yang disepakati. Time to Resolve-nya harus terjaga. Dengan kejelasan SLA per tiket ini membuat pelanggan tidak menghubungi CS terus-terusan untuk cek progress komplainnya. Sehingga repeated tickets dapat dihilangkan.

Ketika empat inisiatif di atas dilakukan dengan ketat, percayalah jumlah tiket/kontak akan berkurang signifikan. Dengan sendirinya nanti akan terjadi overstaffing, disanalah seorang CS Manager dapat melakukan pengurangan karyawan dengan alasan yang sangat reasonable. Dalam hal melakukan pengurangan karyawan, perlu dilakukan dengan standar dan ukuran yang tepat, sehingga yang tersisa adalah benar-benar karyawan berprofuktifitas tinggi saja, sebagai hasilnya akan didapatkan efisiensi biaya operasional yang mencengangkan! :)

Just my2cent:)

2015/12/20

Strategi Kunci Customer Service / Contact Center

Membicarakan Customer Service (CS) atau Contact Center (CC) sebagai sebuah organisasi artinya akan membicarakan pula tiga aspek penting di dalamnya. Apa saja? People, Procedure, Technology. Maka untuk membahas tentang strategi CS/CC, tentulah terkait tiga hal tersebut. Berikut ini bahasan singkatnya.


A. People

Ini terkait pada segala sesuatu tentang Sumber Daya Manusia (SDM). Apa saja yang perlu diperhatikan dalam mendapatkan SDM yang berkualitas haruslah menjadi perhatian serius dari top Manajemen organisasi CS tersebut. Perhatian serius memang harus lebih diperhatikan karena SDM lah yang akan menggerakkan sebuah organisasi. Bagaimanapun bagusnya sistem prosedur yang dimiliki atau bagaimanapun canggihnya teknologi yang digunakan jika tidak didukung oleh SDM yang berkualitas sebagai pelaksana organisasi tersebut pasti tidak akan menjadikan organisasinya seefektif yang diharapkan.

Untuk mendapatkan SDM seperti kualitas yang diharapkan maka perlu dimulai sejak proses penerimaan karyawan (rekrutmen). Penyaringan dengan pengukuran yang terstandar perlu dilakukan sejak awal. Selanjutnya diikuti dengan proses pengajaran/pelatihan (training) yang terstandar pula. Masa training awal ini termasuk masa yang sangat krusial dalam proses mendapatkan SDM yang baik, meski setelah masuk nanti, mereka juga akan mendapatkan kelas training regular lainnya. Selanjutnya, SDM tetap perlu mendapatkan pembinaan yang terstruktur dan terarah ketika mereka sudah resmi bergabung menjadi karyawan di organisasi CS.

Pembinaan karyawan dapat dilakukan bersamaan dalam pemberian coaching, counselling dan mentoring (CCM) terhadap SDM dengan porsi yang cukup dan terencana. Selanjutnya, penilaian kinerja (Performance Appraisal) merupakan bagian penting lainnya.

B. Procedure / System Operating Procedure (SOP)

Pada bagian ini, top manajemen perlu merancang sebuah kerangka berfikir dengan sudut pandang perusahaan dan pelanggan sekaligus. Sudut pandang perusahaan tentu perlu diperhatikan, karena akan sangat berdampak pada beberapa bagian penting dari perusahaan itu seperti anggaran belanja, citra perusahaan, dan hirarki antar level manajemen. Sementara sudut pandang pelanggan tentu merupakan hal yang sangat mutlak. Maka untuk mendapatkan SOP yang baik, kepentingan kedua pihak; company and customer, perlu bertemu di satu titik yang seimbang.

Keseimbangan kepentingan itu terletak pada seberapa mudah dan sederhananya pelanggan mengakses informasi, meminta bantuan, bertanya dan mengeluhkan masalahnya kepada organisasi CS. Semakin sederhana, semakin menyenangkan bagi pelanggan. Sementara di sisi lain, bagi perusahaan, pemenuhan semua kebutuhan pelanggan bisa dilakukan dengan cara yang sederhana pula. Tidak birokratis. Tidak berlama-lama dalam review masalah hingga sampai berlapis-lapis hirarki manajemen. Juga tidak berbiaya tinggi untuk pembelanjaan yang tidak urgent.

C. Technology

Bagian ini merupakan 'senjata-nya' organisasi CS. Pilihannya, dapat mengembangkan teknologi sendiri oleh team IT internal atau menyewa/membeli dari perusahaan mitra (vendor). Dalam banyak hal, secara umum top manajemen memandang penggunaan teknologi sewa/beli dari vendor jauh lebih murah dan efisien. Selain karena faktor biaya sewa/beli, efektifitas sebuah teknologi tersebut juga menjadi pertimbangan.

Adapun teknologi yang digunakan umumnya terkait pada kebutuhan hal-hal berikut: aplikasi Customer Relationship Management (CRM), aplikasi Workforce Management (WFM), aplikasi Contact Management System (CMS), Quality Assurance (QA) Tool, dan Learning Management System (LMS). Untuk organisasi Contact Center diperlukan pula sistem Interactive Voice Response (IVR) dan Automatic Call Distribution (ACD) berikut perangkat Telephony lainnya. Selain itu, akan lebih bermanfaat jika memiliki Human Resource Information System (HRIS) yang terintegrasi untuk sistem informasi kekaryawanannya. Adapun untuk sistem penyimpanan data, akhir-akhir ini organisasi CS mulai banyak organisasi CS yang memilih cloud computing. Teknologi cloud computing memang sangat efektif. Sepanjang perangkat terhubung dengan internet maka semua data dapat diakses tanpa batas.

Demikianlah pembahasan ringkas tentang poin-poin strategi yang perlu diperhatikan dalam mengelola sebuah organisasi CS/CC. Semoga bermanfaat.
***

Untuk diskusi lebih lanjut terkait materi-materi CS / CC lainnya, pembaca dapat kontak FerSus di 0811-1112-187 

2014/03/06

AHT IDEAL; PAS DAN PROPORSIONAL


AHT (Average Handling Time) ideal itu adalah durasi yang ‘pas dan proporsional’ yang dibutuhkan untuk melayani seorang pelanggan. Dikatakan pas karena durasinya tidak terlalu lama, juga tidak terlalu singkat. Dikatakan proporsional karena waktu layanannya disesuaikan dengan jenis dan banyaknya pertanyaan, permintaan dan keluhan pelanggan. Keluhan atau permintaan pelanggan yang lebih banyak tentu memerlukan durasi layanan yang lebih lama pula. Karena memaksa pelanggan untuk mengakhiri percakapannya secara sepihak tentu bukanlah sebuah sikap yang mencerminkan service excellence

Dengan adanya term ‘pas’ dan ‘proporsional’ ini maka kesan terburu-buru dapat dihilangkan. Meskipun target AHT ditetapkan pada angka tertentu, namun tidak serta merta mematikan kesempatan pelanggan untuk bertanya lebih. Inilah prinsip dari pas dan proporsional. 

Dengan pemahaman prinsip pas dan proporsional ini, maka agent tetap bisa fokus dalam layanannya tanpa merasa dikejar-kejar oleh target AHT, sementara pelanggan merasa puas karena keinginannya tetap terpenuhi. Tugas team leader dalam memastikan pemahaman agent terhadap prinsip AHT pas dan proporsional ini sangat diperlukan. Sehingga dua hal sekaligus bisa didapat. Yang pertama adalah kepuasan pelanggan. Kedua adalah tercapainya target AHT agent.

AHT yang ditetapkan sebagai salah satu KPI individu agent itu dihitung dalam rentang waktu satu bulan performansi. Meskipun angkanya adalah rata-rata dalam satu bulan, namun agent tetap perlu me-maintain angka AHT-nya secara harian. Dengan maintain AHT secara harian itu akan membuat agent tetap menyadari performansi individunya dari hari ke hari dan dia akan senantiasa tertantang untuk memberikan layanan yang lebih efektif. Sehingga ketika suatu waktu agent menerima satu atau dua pelanggan yang butuh waktu layanan yang lebih dari seharusnya maka agent mengusahakan untuk dapat ‘menetralkan’ AHT-nya dengan percakapan-percakapan lain yang lebih singkat di hari-hari berikutnya.

AHT ideal pada sebuah call center tentu berbeda dengan call center lain yang jenis usaha/organisasinya berbeda. Atau bisa juga berbeda target AHT-nya meskipun jenis usahanya sama. Ini sepenuhnya ditentukan oleh kebijakan perusahaan. AHT di Call Center pelanggan perusahaan telekomunikasi misalnya, tentu berbeda dengan Call Center konsultasi kesehatan. AHT Call Center Banking berbeda dengan AHT Call Center sebuah rumah sakit, hotel, jasa transportasi, dan lain-lain. AHT pada Call Center yang hanya menerima permintaan informasi tentu bisa lebih singkat dibanding dengan Call Center yang mengkhususkan layanan pada technical support atau trouble-shooting help desk. Singkatnya, AHT itu bisa sangat variatif tergantung dari tujuan layanan yang diberikan dan juga tergantung pada kebijakan top management.

Dengan pemahaman yang baik tentang AHT ideal ini diharapkan semua pekerja Call Center dapat bekerja dengan maksimal. Karena permasalahannya sudah dilihat dari banyak sudut pandang. Sehingga AHT ideal itu tidak lagi terpaku pada angka mutlak tertentu saja. Misalnya harus 3 menit, harus 4 menit, dan sebagainya. Sekali lagi bukan itu yang disebut ideal. Penekanan seperti itu hanya akan menjauhkan pelanggan dari rasa puas. Kalau tidak berujung kecewa. 

Bahwa AHT ideal di sebuah organisasi Call Center belum tentu ideal di Call Center lain adalah sebuah keniscayaan. Maka dengan premis tersebut, penulis dapat menyarankan jika team management sebuah Call Center ingin melakukan benchmark terkait AHT dan penanganannya sebaiknya dilakukan ke Call Center yang sejenis. Sejenis bidang usahanya, sejenis pula segmentasi pelanggan dan data demografinya, dan lain-lain. Itu idealnya. Namun bukan berarti benchmark tidak dapat dilakukan ke jenis Call Center yang berbeda. Tetap bisa. Tapi ketika diimplementasi ke Call Center sendiri tentu akan perlu beberapa modifikasi dan perlu di-customized.

#Untuk Contact Center Indonesia yang Lebih Baik!
*picture is powered by google
---

Temukan juga artikel terkait lainnya:
Relokasi Contact Center atau Multi-sites
Proses dan Sikap Layanan seorang Agent Contact Center
Pengertian FCR dan Repeated Calls di Contact Center
Perbedaan Call Center dan Contact Cente
Tentang AHT (Average Handling Time)
AHT Ideal: Pas dan Proporsional

2014/02/19

Tentang AHT (Average Handling Time)


Secara definisi, Average Handling Time (AHT) dapat kita sampaikan dengan kalimat berikut: waktu rata-rata yang dibutuhkan dalam satu transaksi percakapan antara agent dengan pelanggan. Waktunya dihitung sejak awal pelanggan diterima oleh agent, termasuk hold time untuk melakukan pengecekan data dan lain-lain, hingga transaksi selesai. Transaksi selesai itu ditandai dengan closing greeting dari agent dan agent menekan tombol release pada call master.

AHT adalah salah satu Call Center Metrics yang sangat penting dalam pengelolaan sebuah Call Center. Peranannya berdampak langsung pada perhitungan kebutuhan staff (agent), dan akan berujung pada angka Service Level yang akan diraih. Hubungan AHT dengan Staffing itu berbanding lurus. Semakin tinggi AHT-nya, semakin banyak agent yang dibutuhkan, begitu juga sebaliknya. Karena terkait langsung dengan berapa jumlah agent yang dibutuhkan, maka dampak bisnisnya adalah ‘cost’. Semakin tinggi AHT, semakin banyak agent yang harus disewa, dan semakin banyak cost yang keluar. AHT tinggi, biaya mahal. AHT kecil, biaya biasa ditekan.

Bagi Call Center yang tidak bermasalah dengan cost, tingginya AHT tentu tidak akan menjadi concern. Karena mereka bisa mengalihkan tinggi-nya AHT ini dengan jumlah ketersediaan agent yang banyak. Namun, tentu prinsip ini tidak akan bisa berlaku bagi organsisasi yang sangat ketat dari sisi ‘cost’. Apalagi, dalam konteks kompetisi bisnis modern, efisiensi menjadi hal yang sangat penting. Sehingga, kebijakan membiarkan AHT berjalan sendirinya, tanpa ada ‘pengendalian’ pada suatu organisasi Call Center adalah sebuah hal yang tidak tepat.

Dalam rangka ‘pengamanan’ bisnis inilah, maka management Call Center melakukan ‘kajian’ untuk mendapatkan durasi AHT yang ideal. Waktu rata-rata yang pas untuk dapat menyelesaikan sebuah transaksi percakapan,baik itu yang berupa pertanyaan terkait informasi produk/promo/program, permintaan aktivasi/deaktivasi, hingga keluhan. Kajian ini bisa dilakukan langsung oleh pihak terkait dalam organisasi Call Center tersebut, atau bisa juga menggunakan jasa konsultan Call Center.

AHT ideal tersebut dapat diperoleh dengan merekam sebanyak mungkin percakapan dari semua jenis pertanyaan, permintaan dan keluhan untuk kemudian dicari angka rata-ratanya. Atau bisa juga dilakukan berdasarkan perhitungan dengan simulasi, atau bisa juga dengan melakukan mystery calling, atau gabungan dari semuanya.

Setelah mendapatkan AHT yang dianggap ideal, maka angka AHT ini perlu ditetapkan sebagai salah satu parameter KPI (Key Performance Indicator) organisasi tersebut. Dan agar lebih terinternalisasi semangatnya dalam diri masing-masing agent, maka parameter AHT ini perlu dimasukkan juga sebagai salah satu parameter KPI individual agent. Sehingga agent akan senantiasa terus terpacu untuk membuat traksaksi layanannya menjadi lebih efektif.

Efektifitas komunikasi seorang agent itu dapat diukur dari beberapa hal, diantaranya parameter ‘Penyampaian informasi yang jelas dan benar.’ Ini terkait dengan kejelasan dan kebenaran informasi yang disampaikan sehingga pelanggan tidak minta diulangi penjelasannya. Parameter ini juga dapat mengukur tentang pemahaman produk seorang agent. Selanjutnya ada parameter ‘Penjelasan yang sistematis dan runut.’ Ini terkait dengan SOP yang teratur dan kemampuan agent dalam menjelaskan hal yang detail. Berikutnya ada parameter ‘Menghindari kalimat jargon’. Kemudian ada juga parameter ’Menghindari kalimat yang berbelit-belit’, dan lain-lain.

Selain dari efektifitas komunikasi individual agent, AHT juga dipengaruhi oleh performa sistem atau aplikasi Call Center yang digunakan. Semakin cepat kinerja sistem atau aplikasinya maka akan semakin mudah bagi agent untuk mengeksekusinya.

Semakin cepat akses aplikasi dan web portal maka semakin minimal kemungkinan agent untuk perlu melakukan hold time. Dan hold time ini sangat signifikan kaitannya dengan tinggi rendahnya AHT. Diantara system mandatory yang perlu dimiliki oleh sebuah Call Center untuk menunjang performansi kinerja Call Center-nya adalah knowledge based portal (situs internal berupa bank informasi, termasuk laman SOP), dan juga aplikasi CRM (Customer Relationship Management) yang tidak hanya digunakan untuk melihat semua informasi tentang pelanggan (beserta informasi akunnya) juga dapat digunakan sebagai alat pencatatan / dokumentasi setiap transaksi yang pernah dilakukan oleh semua agent dengan pelanggan.


Demikian penjelasan mengenai AHT ini, semoga berguna. Sampai jumpa di tulisan berikutnya. InsyaAllah di pertemuan berikutnya akan kita bahas 'Apa itu AHT ideal?'

2013/10/22

Relokasi Contact Center Atau Multi-sites

Salah satu tantangan yang dihadapi oleh Contact Center yang beroperasi di Jakarta adalah tingginya turn over karyawan. Kenapa? Banyak sebabnya. Secara umum, alasan karyawan contact center (agent) resign dari tempat bekerjanya adalah karena mendapatkan pekerjaan baru. Pekerjaan yang dianggap lebih 'baik' baginya. Bisa lebih baik karena remuneration package, atau bisa juga karena tawaran posisi yang lebih tinggi, atau ingin mendapatkan suasana kekeluargaan yang hangat, persahabatan yang akrab, dan lain-lain. Dan banyak lagi alasan lain yang dikemukan oleh karyawan yang akan resign tersebut.

Ya, hal di atas lumrah terjadi di DKI Jakarta. Ini karena DKI Jakarta menyimpan sejuta peluang, kota dengan sejuta lowongan pekerjaan. Banyak pilihan bagi pencari kerja. Tentu sedikit berbeda dengan kota-kota besar lainnya, apalagi kota diluar pulau Jawa yang lowongan pekerjaannya relatif lebih terbatas. Di luar DKI, pencari kerja akan berpikir beberapa kali untuk segera resign karena belum tentu segera mendapatkan pekerjaan lagi. 

Atas pertimbangan itulah, kini beberapa perusahaan yang memiliki organisasi Contact Center mulai melakukan relokasi Contact Centernya keluar DKI. Atau ada juga perusahaan yang menambah site baru untuk operasi Contact Centernya di luar DKI, dengan melakukan penyusutan jumlah karyawan di site DKI. 

Memiliki Contact Center dengan Multisites di luar DKI memang banyak positifnya. Selain dapat menekan angka turn over secara keseluruhan, dapat pula diterapkan sebagai DRC (Disaster-Recovery Center) dengan customized beberapa fungsi yang ada atau dengan menerapkan system Overflow pada saat satu site ‘kepenuhan’ calls.  

Sebelum menerapkan kebijakan multisites atau relokasi, diperlukan kajian yang mendalam mengenai pros and cons-nya. Pertimbangannya harus komprehensif. Mulai dari sisi financial sampai dengan detail operasional. Mulai dari perhitungan anggaran rekrutmen dan penggajian karyawan hingga biaya pembelian atau penyewaan infrastruktur. Semua pertimbangannya harus benar-benar matang karena akan berdampak kepada cash-flow perusahaan secara signifikan. 

Jika dilihat dari masing-masing keunggulannya, antara relokasi, tetap di DKI atau multisites, memiliki kekuatan yang berimbang. Bagaimanapun, Contact Center yang berada di DKI masih memiliki prestise-nya sendiri karena berada di pusat bisnis Negara selain dapat menekan biaya penyewaan infrastruktur ‘canggih’ dari vendor, sementara Contact Center dengan multisites akan dapat lebih menjamin ketersambungan dengan pelanggan secara terus menerus bahkan pada saat satu atau beberapa sites dalam keadaan emergency. 

Akhirnya, pilihan kembali kepada kebijakan Top Management untuk mengambil langkah yang tepat, yang sesuai dengan visi misi perusahaannya di jangka pendek, menengah dan panjang.

Baca juga artikel terkait lainnya:
Relokasi Contact Center atau Multi-sites
Proses dan Sikap Layanan seorang Agent Contact Center
Pengertian FCR dan Repeated Calls di Contact Center
Perbedaan Call Center dan Contact Cente
Tentang AHT (Average Handling Time) 

2013/10/08

Perbedaan Call Center dan Contact Center

Pada beberapa kesempatan training untuk new-hired agent contact center/ call center sering saya tanyakan hal sesuai judul di atas? Umumnya para 'new comers' ini belum mengetahui perbedaannya. Mereka bilang, itu hanya berbeda pada penggunaan katanya saja: yang satu menggunakan kata 'contact' atau yang lainnya pakai kata 'call'. Benarkah demikian? Tidak sepenuhnya salah:).

Lalu apa perbedaannya? Bagi pembaca yang pernah bekerja atau setidaknya bersinggungan kegiatannya dengan dunia call center / contact center mungkin sudah sangat memahaminya. Tapi biarlah. Saya tetap menjelaskannya disini. Siapa tahu ada di antara pembaca blog ini yang memang belum mengetahuinya.

Secara fungsi, call center dan contact center hampir sama. Keduanya merupakan titik 'pertemuan' antara pelanggan dengan perusahaan / organisasi melalui 'wakil'nya. Secara umum, 'wakil' ini sering disebut sebagai agent, officer, customer service representative, dan lain-lain. Media 'pertemuannya' bisa macam-macam. Jika media yang digunakan adalah telefon saja, maka inilah yang kita sebut sebagai call center. Ia merupakan pusat layanan pelanggan melalui telefon yang dapat dimanfaatkan oleh pelanggan untuk mendapatkan informasi, melakukan permintaan, dan juga menyampaikan keluhan terkait produk atau jasa yang mereka gunakan atau dapatkan dari perusahaan / organisasi tertentu.

Dengan pengertian yang sama, contact center juga demikian halnya. Hanya  di contact center, media yang digunakan tidak hanya telefon saja. Tapi bisa memanfaatkan multi channels seperti fax, email, messaging, on-line chat, social media, dan lain-lain.

Demikian penjelasan singkat tentang perbedaan Call Center dan Contact Center.
Semoga bermanfaat.

#Untuk Contact Center Indonesia yang Lebih Baik!

Baca juga artikel terkait berikut:
Relokasi Contact Center atau Multi-sites
Proses dan Sikap Layanan seorang Agent Contact Center
Pengertian FCR dan Repeated Calls di Contact Center
Perbedaan Call Center dan Contact Cente
Tentang AHT (Average Handling Time)

2012/08/07

First Call Resolution (FCR) and Repeated Calls

Dalam pengelolaan contact center, istilah First Call Resolution (FCR) telah menjadi salahsatu term yang sangat populer. First Call Resolution (FCR) merupakan salahsatu parameter yang bisa [sangat] mempengaruhi Service Level secara keseluruhan. Seperti apa hubungan antara First Call Resolution (FCR) dengan pencapaian Service Level? Untuk menjawab pertanyaan tersebutlah, tulisan ini dibuat.

Pertama, saya sampaikan pengertian dasar apa itu First Call Resolution (FCR) dalam tampilan matematis berikut ini:

FCR performance is the percentage of customers who achieved call resolution in one call.

Berapa banyak pelanggan yang [merasa] masalahnya teratasi, requestnya terpenuhi, atau pertanyaannya terjawab dalam satu kali call saja dibandingkan dengan jumlah total call, itulah yang dimaksud dengan Performansi FCR. Semakin tinggi nilai FCR-nya semakin ‘memuaskan’ layanan call center tersebut di persepsi pelanggan.

Pelanggan tidak perlu melakukan panggilan kedua, ketiga atau seterusnya untuk memenuhi keperluannya terkait dari layanan call center yang ditelponnya tersebut. One call is enough! That’s the point of FCR performance.

Dalam praktiknya, tentu tidak semua transaksi bisa diselesaikan secara langsung oleh seorang agent di satu kali call. Ada banyak transactions / cases yang harus dieskalasikan ke bagian back-end support karena keterbatasan agent’s authority dari aplikasi-aplikasi tertentu misalnya. Atau karena terjadinya gangguan sistem sehingga request atau problem pelanggan tidak bisa langsung diselesaikan di panggilan pertama.

Selain dari kumpulan calls yang termasuk dalam FCR adalah calls yang [bisa] memicu terjadinya repeated calls. Jika ini terjadi, maka bisa diprediksikan call offered akan meningkat. Kalau staf WFM (work force management) sudah bisa melakukan forecast call dari potensi repeated calls tentu Service Level masih bisa dijaga dengan baik [sepanjang ketersediaan agents memenuhi kebutuhan staffing].

Ceritanya akan lain lagi jika potensi repeated calls tersebut luput dari bagian forecast oleh staf WFM, maka resiko SL drop akan menjadi sangat mengkhawatirkan. Karena pelanggan yang tidak atau kurang puas dengan panggilan pertamanya akan melakukan panggilan kembali berkali-kali sampai mereka merasa satisfied. Ketika panggilan berulang terus dilakukan dan dilayani oleh agent-agent yang berbeda maka secara psikologis, agent yang melayani kemudiannya akan menjadi terganggu kepercayaan dirinya [bisa juga tidak].

Dari uraian sederhana di atas sudah terlihat seperti apa hubungan FCR dan SL. Kemudian, mari kita lihat faktor apa saja yang bisa membuat performansi FCR menjadi tidak baik.

Pertama, tentu saja faktor agent. Ketidakcakapan seorang agent dalam delivering service akan memicu pelanggan mencari alternative solution / information dengan menghubungi agent yang lainnya. Maka repeated call dengan case/inquiry yang sama akan terjadi. Untuk mengatasi masalah ini, training product knowledge, telephony skills dan phone courtesy bisa menjadi pilihan management. Trainingnya sendiri bisa macam-macam; classical, tandem, roleplay atau metode-metode lain yang dianggap bisa membantu.

Kedua adalah faktor prosedur. Call center yang memberikan otoritas yang luas kepada seorang agent dalam handling problem akan sangat mempengaruhi pada kecepatan solve-nya masalah pelanggan. Sementara call center yang menerapkan prosedur yang terlalu ketat, birokratis dan banyak lapisan untuk approval tentu akan bisa menghambat pencapaian FCR ini. Solusi untuk faktor ini adalah perlunya melakukan ‘simplifikasi’ SOP. Namun, ini sepenuhnya tergantung kepada kebijakan manajemen.

Ketiga adalah faktor sistem atau teknologi. Sistem atau teknologi ini bisa berupa software dan ataupun hardware. Kegagalan kerja sistem atau teknologi ini akan sangat memicu datangnya call berulang. Gangguannya bisa terjadi di teknologi / tool call center-nya atau bisa juga gangguan yang terjadi pada teknologi pendukung atau yang dijual ke end-user. Pada saat gangguan terjadi, pelanggan akan secara berkala melakukan panggilan ke call center untuk memastikan apakah gangguan/permasalahan di sistemnya sudah selesai atau belum. 

Untuk mengatasi masalah ketiga ini diantaranya adalah dengan melakukan pengecekan perangkat secara intensif oleh team IT, atau dengan menggunakan perangkat dari vendor yang handal. Dan pasti masih banyak solusi lain yang bisa dilakukan, tergantung pada masalahnya.

Demikian sedikit ulasan mengenai FCR. Tentu bagi bapak/ibu pegiat call center semua, hal yang saya tuliskan ini adalah hal yang sudah menjadi ‘makanannya’ sehari-hari.

Terimakasih telah bersedia menyimak.
Salam, maju terus contact center Indonesia.

2011/11/26

Proses dan Sikap Layanan seorang Agent Contact Center

Kemarin saya berkesempatan menjadi fasilitator di kelas improvement agen (officer) di contact center tempat saya bekerja. Tema pembicaraan saya adalah parameter ‘proses dan sikap’ dalam melayani pelanggan. Proses dan sikap dalam pelayanan yang diberikan oleh seorang agen sangat mempengaruhi ‘rasa’ yang diterima oleh pelanggan di ujung telepon. Dan saya fikir ini akan sangat bermanfaat jika saya tuangkan dalam bentuk tulisan, meskipun sangat singkat. Hitung-hitung belajar menulis. hehe

Apakah pelanggan merasa dilayani dengan sopan, baik, ramah dan hangat sangat ditentukan oleh proses dan sikap yang diberikan oleh agen. Demikian juga sebailknya, proses dan sikap yang kurang pantas atau tidak baik yang diberikan oleh seorang agen akan menggiring persepsi pelanggan kepada ‘bad image’ terhadap perusahaan yang diwakili oleh agen tersebut.

Pada level selanjutnya, parameter proses dan sikap ini sangat erat kaitannya terhadap puas tidaknya pelanggan. Solusi yang agak sedikit kurang tepat –misalnya- bila disampaikan dengan proses dan sikap yang hangat, ramah dan penuh percaya diri dalam membantu pelanggan bisa mendatangkan rasa puas kepada pelanggan. Sebaliknya, meskipun solusi yang diberikan sudah tepat dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku –terms and conditions, namun jika diberikan dengan cara yang tidak baik, maka pelanggan sudah bisa dipastikan tidak puas, malahan bisa kecewa, dan dalam persepsi pelanggan, solusi itu bisa menjadi salah. Solusi yang dianggap salah, treatment yang diberikan terhadap pelanggan juga dianggap tidak baik, maka sudah pasti menjadi bad image dari contact center tersebut, atau perusahaan yag diwakilinya.

Alasan di ataslah yang menguatkan argumen bahwa seorang agen itu adalah seorang duta, ambassador, bagi perusahaannya. Bad and good image of the company comes from their agents treatment to their customers. Ya, perlakuan agen terhadap pelanggannya akan menjadi ‘citra’ bagi perusahaannya. Dan yang paling berperan dalam membuat ‘citra’ ini adalah parameter proses dan sikap layanan, tentu saja tanpa mengenyampingkan tepat tidaknya solusi yang diberikan.

Mengingat begitu strategisnya parameter proses dan sikap layanan ini, makanya organisasi-organisasi contact center saat ini terus melakukan edukasi, training, pelatihan dan coaching, atau hal sejenisnya kepada agen-agen mereka untuk menguatkan pemahaman tentang arti strategis parameter proses dan sikap layanan ini.

Dengan semakin berkembangnya industri contact center saat ini, tentu saja akan banyak pula parameter-parameter yang terus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan masing-masing contact center tersebut. Namun secara umum dalam parameter proses dan sikap layanan terdapat hal-hal berikut yang perlu dinilai dan terus dimonitoring oleh quality control (atau quality assurance) dari contact center tersebut:

1. Salam pembuka; perlu berintonasi ramah dan akrab, karena bagian ini adalah awal yang sangat menentukan ‘persepsi’ pelanggan selanjutnya. Hal-hal mandatory yang biasanya disampaikan adalah nama perusahaan, salam (selamat pagi/siang/sore/malam), nama agent, dan penawaran bantuan.

2. Agen menanyakan nama pelanggan dan menyebutnya secara pantas dan berulang dalam percakapan. Ini menunjukkan keramahan, rasa peduli, dan menunjukkan bahwa agen mengingat pelanggan secara personal. Hal ini dapat menyentuh rasa ‘humane’ dari sisi pelanggan. Pada contact center tertentu yang sudah menggunakan sistem Customer Relationship Management (CRM) yang lebih komprehensif, dan database pelanggan mereka sudah registered semua, maka proses menanyakan nama pelanggan ini bisa di-skip. Atau tinggal melakukan verifikasi saja, apakah nama pelanggan betul sama dengan yang menelpon (menghubungi contact center) atau tidak.

3. Agen menawarkan bantuan. Dan atau dilanjutkan dengan menanyakan keperluan/kebutuhan pelanggan dengan lebih detail. Pada proses ini bisa disesuaikan layanannya dengan maksud dan tujuan pelanggan menghubungi contact center; apakah menanyakan informasi tentang promo program, permintaan aktivasi/deaktivasi fitur, billing-info dll, atau pengaduan (komplain).

4. Agen mengulang kembali maksud dan tujuan pelanggan (konfirmasi permasalahan pelanggan). Ini diperlukan agar tidak terjadi kesalahpahaman. Solusi yang tepat sasaran dapat diberikan bila agen memahami dengan cermat kebutuhan pelanggan. Solusi bisa cepat diberikan setelah agen berhasil menghimpun data terkait permasalahan yang dihadapi oleh pelanggan.

5. Setelah solusi diberikan. Agen pelu melakukan konfirmasi tentang penerimaan pelanggan. Apakah pelanggan sudah dapat memahami infomasi yang diberikan perlu dikonfirmasikan untuk menghindari call berulang terhadap permasalahan yang sama di waktu-waktu berikutnya. Pada saat pemberian solusi, terkadang agen perlu melakukan pengecekan aplikasi dalam waktu (mungkin) agak sedikit lama. Untuk hal ini agen diperkenankan melakukan hold (minta pelanggan menunggu). Sampaikan kalimat permintaan kepada pelanggan apakah bersedia menunggu beberapa saat untuk dilakukan pengecekan aplikasi. Jika sebelum melakukan hold perlu dilakukan permintaan terlebih dahulu, demikian juga setelah hold, agent perlu menyampaikan ucapan terimakasih telah bersedia menunggu.

6. Setelah pelanggan confirmed dengan apa yang diberikan oleh pelanggan. Agen bisa meneruskan pada penawaran bantuan lainnya, jika diperlukan (ini bisa juga di-skip untuk keperluan tertentu, tergantung pada kebijakan manajemen contact center).

7. Dan yang terakhir adalah salam penutup. Ucapkan kalimat terimakasih yang tulus karena telah menghubungi contact center.

8. Tambahan: Pada proses penanganan komplain, diajarkan juga banyak magic words kepada agen untuk digunakan dalam rangka menunjukkan rasa empati, peduli, dan juga permohonan maaf atas ketidaknyamanannya kepada pelanggan.

Demikian uraian singkat tentang parameter poses dan sikap layanan di contact center. Uraian ini sangat bersifat umum, dan tentu saja bukan hal yang asing bagi bapak-ibu sekalian yang aktif di contact center. Semoga bermanfaat, dan mohon dikoreksi jika ada yang kurang tepat.

Salam contact center Indonesia!
Bandung, 26 November 2011


Baca juga artikel terkait lainnya:
Relokasi Contact Center atau Multi-sites
Proses dan Sikap Layanan seorang Agent Contact Center
Pengertian FCR dan Repeated Calls di Contact Center
Perbedaan Call Center dan Contact Center

*Picture is powered by google