"Mulai dengan Bismillah, Luruskan Niat. Allah Maha Melihat!"


Showing posts sorted by date for query label:Motivation OR label:Inspiration OR label:Management OR label:Leadership. Sort by relevance Show all posts
Showing posts sorted by date for query label:Motivation OR label:Inspiration OR label:Management OR label:Leadership. Sort by relevance Show all posts

2024/08/24

Lima Komponen Utama Customer Care yang Efektif

Pict source: https://www.brandknewmag.com/

Digital customer care, atau layanan pelanggan digital, telah menjadi elemen krusial dalam dunia bisnis modern. Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi dan semakin tingginya ekspektasi konsumen, perusahaan perlu memastikan bahwa mereka dapat menjawab kebutuhan pelanggan dengan cepat dan efektif melalui berbagai platform digital. Tidak hanya sekadar memberikan jawaban, tetapi juga menciptakan pengalaman yang menyenangkan dan tak terlupakan bagi pelanggan.

Di era digital, pelanggan memiliki akses mudah ke informasi dan pilihan yang melimpah. Mereka bisa dengan cepat membandingkan produk dan layanan, membaca ulasan, dan berinteraksi langsung dengan merek favorit mereka melalui media sosial. Oleh karena itu, digital customer care bukan lagi sekadar opsi, melainkan kebutuhan yang mendesak. Perusahaan yang gagal beradaptasi dengan perubahan ini berisiko kehilangan pelanggan kepada pesaing yang lebih responsif dan inovatif.

Komponen Utama Digital Customer Care

Untuk membangun strategi digital customer care yang efektif, ada beberapa komponen utama yang harus diperhatikan:

1. Multichannel Support/ Bantuan Multisaluran: Pelanggan modern berinteraksi dengan merek melalui berbagai platform digital, mulai dari media sosial, email, hingga aplikasi mobile. Perusahaan harus mampu menyediakan dukungan di semua saluran ini untuk memastikan bahwa pelanggan dapat mengakses bantuan kapan saja dan di mana saja.

2. Real Time Assistance (RTA) / Bantuan Real-time: Di era serba cepat ini, pelanggan mengharapkan respon yang cepat dan tepat waktu. Perusahaan dapat memanfaatkan teknologi seperti chatbot dan live chat untuk memberikan bantuan real-time, yang dapat meningkatkan kepuasan pelanggan secara signifikan.

3. Personalization / Personalisasi Layanan: Setiap pelanggan memiliki kebutuhan dan preferensi yang unik. Dengan menggunakan data pelanggan, perusahaan dapat menyesuaikan tanggapan dan solusi yang diberikan, sehingga pelanggan merasa lebih dihargai dan diakui.

4. Self-service Option / Opsi Swadaya: Banyak pelanggan yang lebih memilih untuk menemukan jawaban atas pertanyaan mereka sendiri. Dengan menyediakan FAQ online, basis pengetahuan, dan tutorial, perusahaan dapat memberikan solusi cepat tanpa perlu pelanggan menghubungi CS secara langsung.

5. Data Analytic / Analitik Data: Data dari interaksi digital pelanggan sangat berharga untuk memahami perilaku dan preferensi mereka. Dengan analitik data yang canggih, perusahaan dapat mengidentifikasi tren, memprediksi kebutuhan pelanggan di masa depan, dan mengoptimalkan strategi layanan mereka.

Masa Depan Digital Customer Care

Ke depan, digital customer care akan semakin terintegrasi dengan kecerdasan buatan (AI) dan analitik data yang lebih canggih. Teknologi ini memungkinkan perusahaan untuk tidak hanya merespons kebutuhan pelanggan dengan lebih cepat, tetapi juga memprediksi apa yang akan dibutuhkan pelanggan di masa depan. Misalnya, dengan memanfaatkan machine learning, perusahaan dapat mengenali pola perilaku pelanggan dan memberikan rekomendasi atau solusi yang tepat bahkan sebelum pelanggan menyadari mereka membutuhkannya.

Selain itu, dengan meningkatnya adopsi perangkat Internet of Things (IoT), digital customer care akan semakin berkembang ke dalam bentuk yang lebih personal dan terhubung. Perangkat pintar yang digunakan oleh pelanggan dapat langsung mengirimkan data ke pusat layanan, memungkinkan perbaikan atau dukungan yang lebih cepat dan tepat waktu.

Digital customer care bukan sekadar layanan tambahan, melainkan komponen esensial dari strategi bisnis yang sukses di era digital. Dengan memberikan layanan yang cepat, personal, dan proaktif, perusahaan dapat membangun hubungan yang kuat dan berkelanjutan dengan pelanggan. Dalam dunia yang semakin terhubung ini, perusahaan yang mampu mengoptimalkan digital customer care akan memiliki keunggulan kompetitif yang signifikan, menciptakan loyalitas pelanggan yang tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang dari waktu ke waktu.

Expanding the Marketing Mix: The 5Ps for Modern Business Success

Pict src: https://rockcontent.com/

The concept of the 4Ps in marketing has evolved to include a fifth element, leading to the 5Ps of marketing. The 5Ps are:

  1. Product: The goods or services offered by a business to meet customer needs. It includes the design, features, quality, and branding of the product.
  2. Price: The amount of money customers are willing to pay for the product. Pricing strategies consider factors like production costs, competitor pricing, and customer perceived value.
  3. Place: The distribution channels and locations where the product is made available to customers. This involves decisions about online and offline presence, supply chain management, and logistics.
  4. Promotion: The activities used to communicate the product's benefits to the target market. This includes advertising, public relations, social media, and sales promotions.
  5. People: This refers to the individuals involved in the marketing process, including employees, customers, and other stakeholders. In a service-oriented business, the role of people is crucial, as they directly impact the customer experience and perception of the brand. It also emphasizes the importance of building relationships and customer satisfaction.

The addition of "People" highlights the growing importance of customer service, experience, and employee engagement in the overall success of marketing efforts.

The concept of the 5Ps of marketing builds on the traditional 4Ps framework originally introduced by E. Jerome McCarthy in the 1960s. The fifth "P," which stands for "People," was later introduced by various marketing theorists and practitioners as businesses began to recognize the increasing importance of human factors in marketing, particularly in service industries.

One of the key figures who emphasized the importance of "People" in the marketing mix was Philip Kotler, a prominent marketing expert and author. Kotler expanded on McCarthy's original 4Ps model to include "People" as an essential element in the marketing mix, particularly as the focus of marketing shifted from purely transactional to more relationship-based approaches.

The 5Ps framework has since become widely accepted and used in various industries, especially those where customer service and experience play a critical role in brand success.



2024/08/19

Paradox Marketing: Konsep Pemasaran Tak Biasa dari Arief Yahya


Judul Buku: Paradox Marketing

Penulis: Arief Yahya
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit: 2013 (Edisi Pertama)
Jumlah Halaman: 177 halaman (termasuk profil penulis)
Forewords: Philip Kotler dan Hermawan Kertajaya


Buku Paradox Marketing karya Arief Yahya adalah buku yang menggali konsep pemasaran modern dengan pendekatan yang berbeda dari teori-teori tradisional. Penulis, yang juga merupakan seorang praktisi berpengalaman di bidang telekomunikasi dan pemerintahan, menawarkan wawasan mendalam tentang bagaimana perusahaan dapat beradaptasi. Buku ini mengajak pembaca untuk melihat pemasaran dari perspektif yang lebih dinamis dan fleksibel, memperhatikan perubahan perilaku konsumen dan perkembangan teknologi yang cepat.

Penulis, Arief Yahya, yang juga Direktur Utama PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk (Telkom) saat itu, menciptakan dan menerapkan pendekatan bisnis baru yang praktis namun kontradiktif, yang dikenal sebagai "paradox marketing." Pendekatan ini dirancang untuk mengatasi kompleksitas pasar modern. Konsep ini dibangun berdasarkan enam pilar utama: value equation, providing more for less, polarity management, Blue Ocean strategy, buyer as seller, dan starting from the end. Arief juga mengembangkan kerangka kerja praktis yang dapat digunakan oleh para pemasar untuk mengidentifikasi dan menerapkan paradox marketing. Ini termasuk analisis internal, pemetaan strategi pemasaran yang ada, dan identifikasi leverage untuk mencapai hasil paradoksal.

Pendekatan ini menggunakan polarisasi dalam empat elemen pemasaran, yaitu produk (product), harga (price), tempat (place), dan promosi (promotion), atau yang dikenal sebagai 4P. Ketika Arief menjabat sebagai CEO Telkom pada Mei 2012, ia segera menerapkan konsep ini untuk mencapai hasil pemasaran yang memuaskan dan menciptakan pasar yang berkelanjutan. Pada saat itu, Telkom mengalami stagnasi pertumbuhan dan penurunan harga saham, meskipun industri telekomunikasi Indonesia sedang memasuki masa jenuh dengan persaingan ketat di antara 10 operator.

Dengan penetrasi seluler mencapai 105% dan 43% di antaranya dikuasai oleh Telkom, serta dominasi di sektor fixed wireline dan broadband, Arief menyadari perlunya tindakan segera. Ia menggambarkan situasi ini sebagai "jam sore" dan bertekad utk mengembalikan kondisi ke "jam 6 pagi" dengan strategi paradox marketing. Strategi ini melibatkan polarisasi produk enterprise-consumer, harga wholesale-retail, tempat private-public, dan promosi social-personal. Pendekatan yang tidak konvensional ini digunakan untuk mencapai hasil yang memuaskan dan menciptakan leverage unik yg sulit ditiru oleh kompetitor jika diterapkan secara keseluruhan.
---
Paradoks-paradoks yang ditampilkan menunjukkan bahwa dalam pemasaran modern, strategi yang tampaknya bertentangan atau tidak logis pada awalnya, dapat menjadi sangat efektif jika diterapkan dengan benar. Arief Yahya mengajak para profesional pemasaran untuk berpikir di luar kebiasaan dan memanfaatkan paradoks ini untuk mencapai hasil yang lebih baik dalam era digital yang terus berkembang.

2024/08/16

Dunning-Kruger Effect vs Konsep Metakognisi dalam Islam


Dunning-Kruger effect adalah fenomena psikologis yang menjelaskan bagaimana orang yang kurang kompeten dalam suatu bidang sering kali melebih-lebihkan kemampuannya sendiri. Sementara itu, mereka yang lebih berkompeten justru cenderung meremehkan diri mereka sendiri. Fenomena ini dinamai berdasarkan nama dua psikolog yang pertama kali mengidentifikasinya, David Dunning dan Justin Kruger, dalam penelitian mereka pada tahun 1999. Dalam studi mereka, Dunning dan Kruger menemukan bahwa ketidakmampuan untuk mengenali kekurangan pengetahuan atau keterampilan sendiri dapat menyebabkan keyakinan yang berlebihan pada kemampuan diri.

Sejarah Dunning-Kruger effect bermula dari eksperimen yang dilakukan oleh Dunning dan Kruger di Universitas Cornell. Mereka melakukan berbagai tes untuk mengukur kemampuan kognitif peserta dalam hal keterampilan humor, logika, dan grammar. Hasilnya menunjukkan bahwa peserta dengan skor terendah pada tes-tes ini cenderung menilai kemampuan mereka lebih tinggi daripada kenyataannya. Sebaliknya, mereka yang memiliki skor tinggi justru lebih akurat dalam menilai kemampuan mereka dan cenderung merendahkan diri.

Contoh nyata dari Dunning-Kruger effect bisa ditemukan dalam berbagai situasi sehari-hari. Misalnya, seorang karyawan yang baru pertama kali mengerjakan proyek besar mungkin merasa sangat yakin bahwa dia sudah memahami semua aspek proyek tersebut, padahal dia belum memiliki pengalaman yang cukup. Sebaliknya, seorang profesional yang sudah berpengalaman mungkin merasa tidak yakin tentang kontribusinya karena mereka lebih sadar akan kompleksitas masalah yang ada.

Singkatnya, Dunning-Kruger effect adalah fenomena di mana ketidakmampuan sering kali membuat seseorang terlalu yakin pada kemampuan mereka sendiri, sementara keahlian yang tinggi sering kali disertai kerendahan hati. Dengan meningkatkan metakognisi dan terus belajar, kita bisa lebih akurat dalam menilai kemampuan kita sendiri dan menghindari dampak negatif dari efek ini.

Untuk mengatasi Dunning-Kruger effect, ada beberapa pendekatan yang bisa diambil. Pertama, penting untuk terus belajar dan mengembangkan pengetahuan dalam bidang yang ditekuni. Dengan pengetahuan yang lebih mendalam, seseorang bisa lebih realistis dalam menilai kemampuannya. Kedua, mencari umpan balik yang jujur dari orang lain, terutama yang lebih berpengalaman, bisa memberikan perspektif yang lebih objektif. Mengakui dan terbuka terhadap kritik konstruktif juga sangat membantu dalam memperbaiki penilaian diri.

Metakognisi, yaitu kesadaran dan pengaturan proses berpikir sendiri, dapat menjadi alat yang efektif untuk mengatasi Dunning-Kruger effect. Dengan metakognisi, seseorang dapat lebih baik dalam mengevaluasi kekuatan dan kelemahan mereka. Ini termasuk kemampuan untuk menyadari apa yang belum mereka ketahui dan bagaimana cara meningkatkan pengetahuan mereka. Jadi, metakognisi dapat membantu seseorang untuk menghindari overconfidence dan lebih akurat dalam menilai kemampuan diri mereka.

Metakognisi, yang berkaitan dengan kesadaran dan pengaturan proses berpikir, bisa dihubungkan dengan konsep dalam Islam tentang introspeksi, pengenalan diri, dan pencarian ilmu. Berikut beberapa ayat Al-Qur'an dan hadits yang relevan dengan konsep ini:

Surah Al-Hasyr (59:18):

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."

Ayat ini mengajarkan pentingnya introspeksi, yaitu merenungkan dan mengevaluasi tindakan kita, yang sejalan dengan konsep metakognisi. 

Surah Az-Zumar (39:9):

"Katakanlah: 'Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?' Sesungguhnya hanya orang-orang yang berakal saja yang dapat menerima pelajaran."

Ayat ini menekankan pentingnya pengetahuan dan kesadaran, yang merupakan elemen penting dari metakognisi.

Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim:

Dari Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu, Rasulullah ﷺ bersabda: "Hisablah dirimu sebelum kamu dihisab (di akhirat) dan timbanglah amalmu sebelum amal itu ditimbang untukmu." (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini lebih spesifik mengajarkan tentang pentingnya evaluasi diri (muhasabah), yang merupakan bagian esensial dari metakognisi. Metakognisi dalam Islam bisa dilihat sebagai upaya untuk terus-menerus menilai dan memperbaiki diri, yang sangat sesuai dengan anjuran untuk "menghisab" diri kita sendiri sebelum hari kiamat.

Ayat-ayat dan hadits di atas memberikan panduan yang jelas tentang pentingnya introspeksi, evaluasi diri, dan pengendalian diri, yang semuanya adalah elemen inti dari metakognisi.

2024/08/12

Memahami Customer Experience (CX) dan Customer Service (CS): Perbedaan dan Keterkaitannya

pict source: tettra.com

Dalam dunia bisnis modern, istilah "Customer Experience" (CX) dan "Customer Service" (CS) sering digunakan, namun tidak jarang menyebabkan kebingungan, terutama bagi mereka yang belum terlalu familiar dengan dunia layanan pelanggan. Keduanya sering dianggap serupa, padahal sebenarnya memiliki perbedaan mendasar, meskipun saling terkait dan bersinggungan dalam banyak aspek.

Apa itu Customer Service (CS)?

Customer Service adalah bagian yang lebih spesifik dari layanan pelanggan. CS adalah layanan atau dukungan yang diberikan kepada pelanggan sebelum, selama, dan setelah pembelian produk atau jasa. Fokus utama dari CS adalah membantu pelanggan dalam menyelesaikan masalah, memberikan informasi yang dibutuhkan, dan memastikan bahwa kebutuhan pelanggan terpenuhi dengan baik. Ini bisa berupa interaksi langsung, seperti panggilan telepon, obrolan (chat), email, atau bahkan interaksi tatap muka di toko fisik.

Peran utama CS adalah memastikan bahwa pelanggan mendapatkan apa yang mereka inginkan dengan cara yang paling mudah dan nyaman. Seorang customer service representative (CSR) bertindak sebagai perantara antara perusahaan dan pelanggan, memastikan komunikasi berjalan dengan lancar dan masalah-masalah diselesaikan secepat mungkin.

Apa itu Customer Experience (CX)?

Customer Experience (CX) mencakup seluruh perjalanan pelanggan dalam berinteraksi dengan suatu merek atau perusahaan. Ini mencakup semua touchpoints yang dilalui pelanggan, mulai dari kesadaran terhadap produk, proses pembelian, penggunaan produk, hingga pengalaman pasca-pembelian. CX mencakup semua aspek pengalaman pelanggan, baik yang disadari maupun tidak, dan mencerminkan bagaimana perasaan pelanggan terhadap merek tersebut.

Dalam CX, fokusnya adalah pada keseluruhan perjalanan pelanggan dan emosi yang terlibat di setiap tahap perjalanan tersebut. Ini berarti CX tidak hanya ditentukan oleh interaksi langsung dengan customer service, tetapi juga oleh faktor-faktor seperti desain website, kemudahan navigasi, kualitas produk, komunikasi yang konsisten, dan bahkan budaya perusahaan.


Perbedaan Utama antara CX dan CS

1. Ruang Lingkup:

   - CS: Terbatas pada interaksi langsung antara pelanggan dan perusahaan untuk menyelesaikan masalah atau memberikan bantuan.

   - CX: Mencakup keseluruhan pengalaman pelanggan dengan merek, mulai dari kesadaran hingga loyalitas pasca-pembelian.

2. Fokus:

   -CS: Berfokus pada penyelesaian masalah dan kepuasan pelanggan dalam interaksi spesifik.

 -CX: Berfokus pada menciptakan pengalaman yang positif dan konsisten di seluruh perjalanan pelanggan.

3. Pengaruh:

   -CS: Sebagai salah satu elemen dalam CX, CS dapat sangat memengaruhi pengalaman pelanggan, baik secara positif maupun negatif.

   -CX: Mempengaruhi persepsi pelanggan terhadap merek secara keseluruhan, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi loyalitas dan advocacy.


Keterkaitan antara CX dan CS

Meskipun berbeda, CS adalah bagian integral dari CX. Pengalaman pelanggan yang luar biasa sering kali dimulai dari customer service yang responsif dan solutif. Sebaliknya, pengalaman yang buruk dalam CS dapat merusak keseluruhan CX, bahkan jika aspek lain dari perjalanan pelanggan berjalan dengan baik. Oleh karena itu, perusahaan perlu memastikan bahwa customer service tidak hanya efisien dalam menyelesaikan masalah, tetapi juga proaktif dalam membangun hubungan yang positif dengan pelanggan.

Namun, CX tidak hanya ditentukan oleh CS. Faktor-faktor lain seperti user experience (UX), pemasaran, komunikasi merek, dan kualitas produk atau layanan semuanya berkontribusi pada CX. Untuk menciptakan CX yang unggul, perusahaan harus bekerja secara holistik, memastikan bahwa semua aspek yang mempengaruhi perjalanan pelanggan berfungsi harmonis untuk menciptakan kesan yang positif dan konsisten.


Mengapa Memahami Keduanya Penting?

Di era di mana pelanggan memiliki banyak pilihan dan informasi di ujung jari mereka, pengalaman yang mereka rasakan saat berinteraksi dengan sebuah merek dapat menjadi pembeda utama. Memahami perbedaan antara CS dan CX, serta bagaimana keduanya saling terkait, memungkinkan perusahaan untuk tidak hanya memenuhi kebutuhan pelanggan tetapi juga melebihi harapan mereka.

Dengan strategi CX yang kuat, didukung oleh customer service yang unggul, perusahaan dapat menciptakan hubungan jangka panjang dengan pelanggan, meningkatkan loyalitas, dan pada akhirnya mendorong pertumbuhan bisnis yang berkelanjutan.


Kesimpulan

Customer Service dan Customer Experience adalah dua konsep yang berbeda namun saling berkaitan dalam dunia layanan pelanggan. Customer Service adalah elemen penting dari Customer Experience, namun CX jauh lebih luas dan mencakup seluruh perjalanan pelanggan dengan merek. Untuk menciptakan pengalaman pelanggan yang luar biasa, perusahaan harus memperhatikan setiap detail dari interaksi langsung hingga keseluruhan persepsi yang dibentuk oleh pelanggan. Hanya dengan pendekatan holistik inilah perusahaan dapat benar-benar memenuhi dan melampaui harapan pelanggan mereka.
---


Artikel lainnya:
TTL; A Holistic Marketing Approach!

Navigating the Intersection of Human Empowerment and AI Technology

Strategi Kunci Customer Service / Contact Center

Tentang AHT (Average Handling Time)


2024/08/11

Navigating the Intersection of Human Empowerment and AI Technology

I find it challenging to choose between the two; (a) human empowerment and (b) AI / Chatbot tech worshipper; as I believe both will continue to synergize and evolve together. Embracing human empowerment and advancing AI technology are not mutually exclusive; rather, they complement each other in shaping a future where technology enhances human potential and creativity.

In today’s rapidly evolving technological landscape, the debate between prioritizing human empowerment and indulging in the allure of AI and chatbot technologies has become increasingly prominent. On platforms like LinkedIn, where professionals debate the merits of these two sides, the conversation often boils down to whether we should focus on amplifying human capabilities or celebrating the capabilities of advanced technology.

The Case for Human Empowerment

Human empowerment revolves around the idea of enhancing our abilities, skills, and potential. It’s about ensuring that individuals have the tools, support, and opportunities to achieve their goals and contribute meaningfully to society. This perspective advocates for a world where people are at the center of technological advancements, with technology serving as a means to augment human capabilities rather than replace them.

Empowerment manifests in various ways, from educational initiatives that foster skill development to workplace environments that nurture creativity and collaboration. It also includes leveraging technology to support and amplify human efforts rather than overshadowing them. For instance, tools like project management software, communication platforms, and data analytics can significantly enhance productivity and innovation, provided they are used to support and empower the workforce.


The Allure of AI and Chatbot Technologies

On the other hand, the fascination with AI and chatbot technologies represents a forward-looking perspective that celebrates the potential of machines to perform tasks, solve problems, and even make decisions. This viewpoint often embraces the idea that AI can drive efficiencies, uncover new insights, and offer capabilities beyond human reach.

AI technologies, such as machine learning algorithms and natural language processing, have made significant strides in recent years. Chatbots, for instance, can handle customer service inquiries with increasing sophistication, providing instant support and freeing up human agents to tackle more complex issues. AI-driven analytics can sift through vast amounts of data to reveal trends and predictions that might otherwise remain hidden.


Finding the Synergy

Rather than viewing human empowerment and AI technology as opposing forces, it is more productive to recognize their potential for synergy. The future lies in harnessing the strengths of both to create an environment where technology enhances rather than diminishes human experience.

For example, consider how AI tools can assist in data-driven decision-making, allowing humans to focus on strategy and creative problem-solving. Chatbots can manage routine queries, giving customer service representatives more time to build relationships and address more nuanced concerns. In these scenarios, AI acts as a partner, not a replacement.

Similarly, human oversight is crucial in guiding the ethical development and deployment of AI technologies. As we integrate more AI into our daily lives, it is essential to ensure that these systems are designed with human values and needs in mind. Collaboration between technologists and human-centric stakeholders can help ensure that AI advancements align with broader societal goals.

Conclusion

In conclusion, the question of whether to prioritize human empowerment or AI technology need not be a binary choice. Instead, the real challenge—and opportunity—lies in finding ways for these elements to coexist and complement each other. By fostering a collaborative relationship between human ingenuity and technological innovation, we can unlock new possibilities and drive progress in a way that benefits both individuals and society as a whole.

As we navigate this dynamic intersection, let’s keep in mind that the ultimate goal is not to choose sides but to integrate and leverage the best of both worlds to create a brighter, more empowered future.

Note: This article is an example of how the synergy between human empowerment and AI truly helps us. :)
--

Artikel lainnya:
Memahami Customer Experience (CX) dan Customer Service (CS): Perbedaan dan Keterkaitannya

TTL; A Holistic Marketing Approach!

Go ASEAN, Go!


In the 2024 Olympics, there were four ASEAN countries managed to secure medals, highlighting both the competitive nature of the games and the growing athletic prowess within the region. These nations showcased their talent and determination on the global stage, bringing pride to Southeast Asia. Their achievements serve as an inspiration to other ASEAN countries to invest further in sports development and international competition, fostering a spirit of excellence and camaraderie among the member states.

2024/08/07

TTL; A Holistic Marketing Approach!

Pict source: jagoanhosting.com

In the realm of marketing, ATL (Above The Line) and BTL (Below The Line) strategies have long been recognized as complementary forces. ATL focuses on brand awareness, casting a wide net to reach a broad audience through mass media channels such as television, radio, and print. On the other hand, BTL zeroes in on direct engagement and sales, targeting specific groups through methods like direct mail, promotions, and events.

However, the advent of social media has significantly transformed the landscape. The once clear boundaries between ATL and BTL marketing have become increasingly blurred. Social media platforms have emerged as a powerful hybrid tool, capable of executing both ATL and BTL strategies simultaneously. With the ability to reach vast audiences and create brand awareness (an ATL function) while also facilitating direct interactions, personalized marketing, and driving conversions (BTL functions), social media uniquely straddles both realms.

Today, a single social media campaign can achieve widespread brand visibility, foster community engagement, and directly influence purchasing decisions. Marketers can utilize these platforms to deliver a cohesive strategy that maximizes the strengths of both ATL and BTL approaches. For example, a well-executed social media campaign can enhance brand image through creative content, viral trends, and influencer partnerships, fulfilling the ATL objective. Simultaneously, it can drive targeted promotions, personalized offers, and interactive engagements that lead to measurable sales results, aligning with BTL goals.

As the marketing landscape continues to evolve, the integration of ATL and BTL through social media represents a paradigm shift. It underscores the necessity for marketers to adopt a holistic approach that leverages the synergies of both strategies. By embracing the multifaceted capabilities of social media, businesses can create more dynamic, engaging, and effective marketing campaigns that resonate with today’s digital-savvy consumers.

The integration of both strategies (ATL and BTL) is now referred to as TTL (Through The Line). TTL embodies a holistic marketing approach that seamlessly blends the broad reach of ATL with the targeted engagement of BTL. By leveraging the strengths of both, businesses can create more comprehensive and impactful campaigns. In the digital age, where consumer behavior is constantly evolving, TTL allows for flexibility and adaptability, ensuring that marketing efforts are both wide-reaching and deeply personalized. Embracing TTL enables brands to navigate the complexities of modern marketing, ultimately driving greater brand loyalty and achieving more significant business results.

---

I also post this article in my Linkedin account: Click Here

2024/07/22

Peter Pan Syndrome! 'Dewasa' tapi Kekanak-kanakan

Beberapa hari yang lalu ada foto viral dari seorang peshohor di negeri +62. Foto yang dimaksud adalah foto sang tokoh yang sedang membereskan meja kerjanya di kantor lama. Di foto, jelas terlihat ada banyak die cast alias mainan yang dominannya berupa mobil-mobilan. Ada bentuk mainan lainnya juga. Termasuk beberapa items mobil-mobilan 'bongkar pasang' Tamiya.

Kenapa foto itu menjadi viral? Jelas! Karena umumnya, meja kerja berikut ruang kerja untuk seorang pejabat publik itu layaknya dipenuhi dengan buku-buku berkualitas semisal buku sejarah para tokoh dunia, buku manajemen, sosial politik dan tema-tema besar lainnya. Bukan mainan bocah. Itu area kerja 'milik publik' dibiayai oleh uang pajak rakyat.

Tapi bukan keluarga bapaknya namanya kalau tidak pandai membuat 'sensasi'. hehe :D

Well, tulisan kali ini sebenarnya tidak ngomongin politik frankly. Tapi kalo agak nyerempet-nyerempet ya mungkin saja. 

Ada begitu banyak komentar dari netizen di berbagai platform akan foto meja kerja si pejabat yang dipenuhi dengan mainan anak2 itu. Umumnya memang ke sentimen negatif. Satu hal yang paling menarik perhatian saya adalah komentar netizen yang menyebut istilah 'Peter Pan syndrome'.

Nah di artikel singkat kali ini saya akan sedikit menguraikan apa itu Peter Pan syndrome. 

Peter Pan Syndrome merupakan suatu kondisi psikologis di mana seseorang yang sudah dewasa secara fisik masih menunjukkan perilaku dan sikap seperti anak-anak. Nama sindrom ini berasal dari karakter fiksi Peter Pan, yang terkenal karena tidak pernah tumbuh dewasa dan terus hidup dalam dunia fantasi Neverland.

Individu yang mengalami Peter Pan Syndrome sering mengalami kesulitan dalam mengambil tanggung jawab, baik dalam pekerjaan, hubungan, maupun kehidupan sehari-hari. Mereka cenderung menghindari komitmen jangka panjang dan lebih suka menjalani kehidupan yang bebas dari beban. Mereka juga sering bergantung pada orang lain, baik secara emosional maupun finansial, biasanya pada orang tua atau pasangan yang bersedia menanggung beban mereka. Ciri khas lainnya adalah sikap egois dan manja, di mana mereka lebih memprioritaskan kebutuhan dan keinginan pribadi dibandingkan orang lain. Mereka juga cenderung menghindari konflik dan tanggung jawab yang mungkin muncul dari interaksi sosial atau profesional, lebih memilih melarikan diri dari masalah daripada menghadapinya dan menyelesaikannya.

Peter Pan Syndrome sering kali disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah pola asuh yang terlalu melindungi. Orang tua yang terlalu melindungi anak-anaknya dan tidak memberikan kesempatan untuk belajar mandiri bisa menjadi penyebab utama. Anak-anak ini tumbuh tanpa kemampuan untuk menghadapi tantangan hidup. Trauma atau pengalaman buruk di masa kecil juga dapat mempengaruhi perkembangan psikologis seseorang, membuat mereka takut untuk tumbuh dewasa dan menghadapi dunia nyata. Tuntutan sosial dan ekonomi yang tinggi kadang membuat seseorang merasa tidak siap untuk memasuki dunia dewasa, sehingga mereka memilih untuk tetap berada dalam zona nyaman mereka.

Peter Pan Syndrome dapat berdampak signifikan pada kehidupan seseorang. Ketidakmampuan untuk mengambil tanggung jawab dan bersikap dewasa sering kali menyebabkan masalah dalam hubungan pribadi dan profesional. Pasangan atau rekan kerja mungkin merasa frustasi dengan sikap tidak dewasa ini. Sikap menghindari tanggung jawab dan komitmen juga dapat menghambat perkembangan karir. Mereka mungkin sering berpindah pekerjaan atau mengalami kesulitan dalam mempertahankan posisi. Ketidakmampuan untuk menghadapi kenyataan hidup dan terus hidup dalam fantasi dapat menyebabkan masalah kesehatan mental, seperti depresi dan kecemasan.

Mengatasi Peter Pan Syndrome memerlukan kesadaran dan usaha dari individu yang bersangkutan. Terapi dengan psikolog atau psikiater dapat membantu individu memahami akar masalah dan mengembangkan strategi untuk menghadapi tanggung jawab dan tantangan hidup. Belajar untuk mandiri dan mengambil tanggung jawab kecil dalam kehidupan sehari-hari dapat membantu individu beradaptasi dengan kehidupan dewasa. Dukungan dari keluarga dan teman-teman yang memahami kondisi ini sangat penting. Mereka dapat memberikan dorongan dan bantuan yang diperlukan untuk menghadapi perubahan.

Peter Pan Syndrome adalah kondisi yang menantang namun dapat diatasi dengan kesadaran dan usaha. Penting untuk memahami bahwa tumbuh dewasa adalah bagian alami dari kehidupan dan menghadapi tantangan adalah kunci untuk mencapai kebahagiaan dan kepuasan dalam hidup. Dukungan dari orang-orang terdekat dan profesional dapat sangat membantu dalam proses ini.

--
Setelah membaca uraian mengenai Peter Pan syndrome ini, apa pendapatmu dengan apa yang terjadi di foto viral yang saya ceritakan di atas? Monggo ditunggu komentarnya :)

2024/07/17

Bismillah, teteh Faina resmi belajar di Pesantren

وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

“Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim, no. 2699)


Faina bersama beberapa teman baru
Hari-hari pertama di pesantren bisa menjadi pengalaman yang sangat berbeda bagi anak dan orang tua. Anak mungkin merasakan campuran antara kegembiraan dan kecemasan. Mereka bisa merasa bersemangat untuk memulai sesuatu yang baru dan bertemu teman-teman baru, tetapi juga merasa cemas karena meninggalkan rumah dan lingkungan yang sudah dikenal. Rindu rumah adalah perasaan umum bagi banyak anak yang baru pertama kali masuk pesantren. Mereka mungkin merindukan keluarga, teman-teman lama, dan kenyamanan rumah. Anak-anak perlu beradaptasi dengan rutinitas baru, aturan, dan lingkungan yang berbeda di pesantren. Ini termasuk menyesuaikan diri dengan jadwal yang lebih ketat dan hidup bersama banyak teman sebaya. Mereka mungkin mulai merasakan tanggung jawab dan kemandirian yang lebih besar karena harus mengatur waktu dan kegiatan sehari-hari mereka sendiri. Perasaan antusias untuk membuat teman-teman baru dan menemukan komunitas baru yang bisa membuat mereka merasa diterima dan dihargai juga sering muncul.

Bagi orang tua, banyak yang merasa khawatir tentang bagaimana anak mereka akan beradaptasi dengan lingkungan baru. Mereka mungkin khawatir tentang kesehatan, keselamatan, dan kebahagiaan anak mereka di tempat baru. Sama seperti anak-anak, orang tua juga mungkin merasakan kerinduan karena harus berjauhan dengan anak mereka untuk pertama kalinya. Rasa rindu ini bisa sangat kuat, terutama jika mereka sangat dekat dengan anak mereka. Namun, orang tua juga bisa merasa bangga karena anak mereka mengambil langkah penting dalam pendidikan dan pengembangan pribadi mereka. Kehilangan kehadiran anak di rumah bisa membuat orang tua merasa ada yang kurang dalam keseharian mereka. Kehilangan rutinitas dan kebersamaan memerlukan waktu untuk penyesuaian. Orang tua mungkin memiliki harapan tinggi bahwa pengalaman pesantren akan memberikan dampak positif pada anak mereka, baik dalam hal pendidikan agama maupun karakter.

Hal seperti uraian di atas itulah yang dialami oleh Haura Faina dan kami orang tuanya pada hari-hari ini. Sejak resmi mulai di pesantren Ahad 14 Juli 2024 yang bertepatan dengan 8 Muharram 1446 H, kami baru bisa merasakan apa yang biasa dialami oleh keluarga-keluarga yang putera/inya belajar dan tinggal di lingkungan Pondok Pesantren. Rasanya memang campur aduk. Tapi satu yang pasti adalah kami sebagai orang tua menginginkan pendidikan yang terbaik untuk anak-anak. InsyaAllah.

Diantara harapan dan alasan kenapa kami memilih pondok pesantren sebagai kawah candradimuka untuk teteh Faina, puteri kedua kami, setidaknya seperti poin-poin berikut ini:

Pendidikan Agama yang Kuat: Salah satu alasan utama adalah keinginan agar putri kami mendapatkan pendidikan agama yang mendalam. Bagaimanapun, Pesantren dengan segala kelebihan dan kekurangannya insyaAllah dianggap mampu memberikan pemahaman yang lebih baik tentang ajaran Islam, Al-Qur'an, hadis, dan ilmu-ilmu keislaman lainnya. Semoga dengan bekal iman dan islam yang kuat dan melekat, maka anak-anak kita bisa menjadi ladang dan sekaligus investasi amal untuk kedua orang tuanya. InsyaAllah doa anak yang soleh/ah akan menjadi pahala jariyah hingga di akhirat kelak. 

Pembentukan Akhlak dan Karakter: Orang tua berharap pesantren dapat membentuk karakter dan akhlak putra/inya agar menjadi pribadi yang lebih baik, disiplin, jujur, dan bertanggung jawab. Nilai-nilai moral dan etika yang diajarkan di pesantren dianggap penting untuk kehidupan sehari-hari.

Kemandirian dan Tanggung Jawab: Dengan hidup di lingkungan pesantren, orang tua berharap putri mereka akan belajar menjadi lebih mandiri dan bertanggung jawab. Mereka diharapkan mampu mengatur waktu, mengelola keuangan, dan mengatasi berbagai tantangan tanpa selalu bergantung pada orang tua.

Semoga Allah mudahkan untuk putera/i kita semua dalam rangka tolabul ilmi-nya.


Istimewa, kiriman team asatidz alBinaa


Istimewa, kiriman team asatidz alBinaa

source: https://albinaa.sch.id/

Source: https://albinaa.sch.id/



2024/07/11

Inilah Kaya yang Sebenarnya!

Dalam dunia modern yang dipenuhi dengan materialisme, banyak orang terus-menerus mengejar kekayaan duniawi. Namun, dalam ajaran Islam, kekayaan sejati bukanlah diukur dari jumlah harta benda, melainkan dari kekayaan hati. Konsep 'kaya hati' dalam Islam menggambarkan seseorang yang merasa puas dengan apa yang dimilikinya dan memiliki sifat qana'ah, yaitu rasa puas dan cukup.

Kekayaan hati sangat ditekankan dalam ajaran Islam. Salah satu hadits terkenal mengenai hal ini diriwayatkan oleh Abu Hurairah, di mana Rasulullah SAW bersabda, "Laisal ghina 'an katsratil aradhi walakinnal ghina ghinan nafs," yang artinya: "Kekayaan bukanlah banyaknya harta benda, tetapi kekayaan adalah kekayaan jiwa (hati)." (HR. Bukhari dan Muslim). Hadits ini mengajarkan bahwa kekayaan sejati tidak diukur dari seberapa banyak harta yang dimiliki seseorang, tetapi dari seberapa besar rasa puas dan cukup dalam hatinya. Seseorang yang kaya hati akan selalu merasa cukup dengan apa yang dimilikinya, meskipun secara materi mungkin tidak berlimpah. Sebaliknya, seseorang yang selalu merasa kurang, meskipun memiliki banyak harta, sebenarnya adalah orang yang miskin.

Kaya hati berarti memiliki rasa syukur yang mendalam atas segala nikmat yang diberikan oleh Allah SWT. Orang yang kaya hati tidak terjebak dalam siklus tanpa akhir untuk selalu menginginkan lebih. Ia mampu menikmati dan menghargai apa yang dimilikinya saat ini. Sifat ini membawa ketenangan dan kebahagiaan sejati, karena ia tidak tergantung pada faktor eksternal seperti harta benda atau status sosial. Selain itu, kaya hati juga mendorong seseorang untuk berbagi dengan orang lain. Seseorang yang merasa cukup dengan dirinya sendiri akan lebih mudah untuk bersedekah dan membantu sesama, karena ia tidak khawatir akan kekurangan. Inilah yang membuat kaya hati sangat penting dalam membangun masyarakat yang harmonis dan peduli terhadap sesama.

Untuk mengembangkan kekayaan hati, seseorang dapat melakukan beberapa hal. Pertama, selalu bersyukur atas segala nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT, baik itu besar maupun kecil. Kedua, berlatih untuk merasa cukup dan puas dengan apa yang dimiliki, dan tidak selalu menginginkan lebih. Ketiga, membiasakan diri untuk berbagi dengan orang lain, karena dengan berbagi kita dapat merasakan kebahagiaan sejati. Terakhir, selalu berserah diri kepada Allah dan percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah bagian dari rencana-Nya yang terbaik.

Seperti uraian di atas, selain rasa syukur dan qana'ah, sikap tawakkal juga penting dalam mengembangkan kekayaan hati. Tawakkal berarti berserah diri kepada Allah SWT dan percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah bagian dari rencana-Nya yang terbaik. Seseorang yang memiliki tawakkal yang kuat akan selalu tenang dalam menghadapi berbagai situasi, baik itu kesulitan maupun kebahagiaan. Dengan tawakkal, seseorang dapat menerima segala yang diberikan oleh Allah dengan lapang dada, sehingga hatinya tidak mudah terguncang oleh perubahan kondisi duniawi.

Lebih jauh lagi, kaya hati juga terkait dengan ketenangan batin dan kedamaian jiwa. Seseorang yang kaya hati tidak akan mudah merasa cemas atau khawatir tentang masa depan, karena ia yakin bahwa Allah SWT selalu menyediakan yang terbaik untuknya. Ketenangan batin ini merupakan salah satu bentuk kebahagiaan yang paling hakiki, yang tidak bisa dibeli dengan uang atau harta benda. Dengan demikian, kaya hati membawa seseorang pada tingkat spiritual yang lebih tinggi, dimana kebahagiaan tidak lagi bergantung pada hal-hal materi, melainkan pada kedekatan dengan Allah SWT.

Kaya hati juga mengajarkan pentingnya berbagi dan kepedulian sosial. Islam mendorong umatnya untuk saling membantu dan mendukung satu sama lain. Orang yang kaya hati akan lebih mudah mengulurkan tangan kepada yang membutuhkan, karena ia tidak terikat dengan harta bendanya. Sikap dermawan ini tidak hanya bermanfaat bagi orang lain, tetapi juga memperkaya hati dan jiwa pemberi, karena dengan berbagi, ia merasakan kebahagiaan dan kepuasan batin yang mendalam.

Dalam konteks keluarga, kaya hati juga sangat penting. Seseorang yang kaya hati akan mampu menciptakan suasana harmonis dan penuh kasih sayang dalam keluarganya. Ia akan lebih sabar dan bijaksana dalam menghadapi berbagai permasalahan keluarga, karena hatinya dipenuhi dengan rasa syukur dan qana'ah. Dengan demikian, kekayaan hati tidak hanya membawa kebaikan bagi individu, tetapi juga bagi keluarganya dan masyarakat sekitarnya.

Oleh karena itu, pendidikan tentang kaya hati perlu ditanamkan sejak dini. Anak-anak harus diajarkan untuk bersyukur atas segala nikmat yang mereka terima, merasa cukup dengan apa yang mereka miliki, dan selalu berbagi dengan sesama. Pendidikan ini tidak hanya dilakukan di rumah, tetapi juga di sekolah dan lingkungan masyarakat. Dengan demikian, generasi yang akan datang dapat tumbuh menjadi individu-individu yang kaya hati, yang akan membawa kebaikan bagi dirinya sendiri dan lingkungannya.

Pada akhirnya, kaya hati adalah salah satu bentuk ibadah kepada Allah SWT. Dengan memiliki hati yang kaya, seseorang tidak hanya menjalankan perintah Allah dalam hal bersyukur, berbagi, dan qana'ah, tetapi juga mencapai kedekatan dengan-Nya. Inilah kekayaan yang sebenarnya, yang membawa kebahagiaan sejati di dunia dan akhirat. Semoga kita semua dapat meraih kekayaan hati dan menjadi hamba-hamba yang dicintai oleh Allah SWT.

2024/07/09

Oleh-oleh dari Al Falah Sragen!

Syukur alhamdulillah, 5 dan 6 Juli 2024, yang bertepatan dengan 29 dan 30 Dzulhijjah 1445 H kemarin, kami dari rombongan masjid alBarokah Bekasi (beberapa pengurus DKM dan jamaah) berada di masjid Raya Al Falah, Sragen Jawa Tengah, dalam rangka silaturrahmi dengan pengurus masjid Raya Al Falah. Selain menyambung silaturrahim, tujuan kami adalah ingin belajar. Kami kemas dalam acara 'studi banding', mengenai manajemen masjid. 

Untuk yang belum terlalu mengenal masjid al Falah, kami sarankan untuk menonton profilnya di laman youtube mereka atau melalui akun-akun sosial medianya yang cukup viral. Ketik saja di kolom pencariannya 'Masjid Raya al Falah Sragen'. Akan banyak konten-konten kreatif nan menginspirasi kita dalam rangka memakmurkan masjid. Oh ya, sebagai catatan tambahan masjid ini sudah menjadi masjid percontohan tingkat nasional sejak 2022 lho! 

Ustadz Kusnadi di tengah (koko putih dengan peci hitam) berfoto bersama rombongan
DKM Al Barokah Bekasi, Jawa Barat

Pada tulisan singkat ini saya tidak akan menuliskan kronologi perjalanan kami ke alFalah, tapi lebih pada 'ilmu dan pengalaman apa yang kami dapat dari sana. Ilmu dari sharing session bersama pengurus takmir masjid al Falah yang dipimpin oleh ustadz Kusnadi Ikhwani berjalan dengan sangat baik, lancar dan dalam suasana yang menyenangkan. Apalagi setelah 'sharing session' kami dijamu dengan sarapan pagi berupa nasi soto khas Sragen. Dengan mengikuti studi banding ini, harapannya adalah kami bisa melakukan hal yang sama  di masjid tempat tinggal kami, seperti yang al Falah telah lakukan. 

Mudah-mudahan catatan singkat ini menginspirasi pembaca sekalian juga! ***

Ada banyak cerita dan pengalaman yang disampaikan oleh ustadz Kusnadi kepada kami selama sharing session berlangsung. Semua ilmu dan pengalaman yang disampaikan itu, syukurnya lagi sudah beliau tuliskan pula dalam sebuah buku dengan judul 'Strategi manajemen masjid'.

Buku "Strategi Manajemen Masjid" karya Ustadz Kusnadi al Falah Sragen dimulai dengan penekanan pada pentingnya manajemen yang efektif dalam pengelolaan masjid. Masjid, menurut penulis, bukan hanya tempat ibadah tetapi juga pusat komunitas yang harus dikelola dengan baik untuk memenuhi kebutuhan jamaahnya. Ustadz Kusnadi memperkenalkan konsep dasar manajemen masjid yang meliputi visi, misi, dan tujuan. Ia menekankan bahwa setiap masjid harus memiliki visi dan misi yang jelas untuk mengarahkan semua kegiatan dan programnya.

Struktur organisasi yang baik sangat penting dalam pengelolaan masjid. Penulis menjelaskan peran dan tanggung jawab setiap anggota organisasi, termasuk imam, khatib, dan pengurus lainnya. Pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas sangat penting untuk menghindari konflik dan memastikan bahwa semua aspek pengelolaan masjid berjalan lancar. Selain itu, Ustadz Kusnadi memberikan strategi pengelolaan keuangan masjid, termasuk pengumpulan dana, pengelolaan anggaran, dan pentingnya transparansi serta akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan.

Sumber pendanaan masjid dapat berasal dari berbagai sumber seperti zakat, infak, sedekah, dan sumbangan dari donatur. Penulis juga menekankan pentingnya kerjasama dengan pihak ketiga untuk meningkatkan pendanaan. Perencanaan anggaran yang efektif sangat diperlukan untuk memastikan bahwa dana yang tersedia digunakan secara optimal untuk kegiatan masjid. Dalam hal manajemen program dan kegiatan, buku ini membahas tentang perencanaan dan pelaksanaan program serta kegiatan masjid. Ustadz Kusnadi memberikan contoh-contoh kegiatan yang dapat meningkatkan keterlibatan jamaah dan komunitas sekitar.

Inovasi dalam pengembangan program masjid sangat penting untuk menarik lebih banyak jamaah dan memenuhi kebutuhan mereka yang beragam. Buku ini juga memberikan panduan tentang bagaimana menjaga dan mengembangkan fasilitas masjid agar selalu dalam kondisi baik dan dapat memenuhi kebutuhan jamaah. Penulis menyarankan berbagai strategi pemeliharaan, termasuk inspeksi rutin, perbaikan berkala, dan pelibatan jamaah dalam menjaga kebersihan dan keindahan masjid.

Ki-Ka: Pak Jaka, Ust Agun, pak H Supra, pak Nung, pak Abo, pak H Rudi, Ust Suroso, ust H Syarif,
pak Irpan, mas Imam dan saya (Feri)

Komunikasi yang efektif antara pengurus masjid dan jamaah serta strategi untuk membangun hubungan yang baik dengan masyarakat sekitar juga menjadi fokus buku ini. Ustadz Kusnadi mengajak pengurus masjid untuk memanfaatkan teknologi digital dalam meningkatkan komunikasi dan pelayanan kepada jamaah, seperti melalui media sosial dan aplikasi masjid. Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) di masjid juga sangat penting. Penulis mengusulkan program-program pelatihan dan pendidikan berkelanjutan untuk pengurus masjid agar mereka dapat menjalankan tugasnya dengan lebih efektif.

Pelatihan kepemimpinan juga menjadi bagian penting dalam buku ini. Ustadz Kusnadi memberikan contoh-contoh program pelatihan kepemimpinan yang dapat membantu pengurus masjid dalam menjalankan tugas mereka. Selain itu, buku ini mengajak pembaca untuk berpikir kreatif dan inovatif dalam menyusun program dan kegiatan masjid. Penulis memberikan contoh-contoh kegiatan yang dapat meningkatkan partisipasi jamaah dan membuat masjid menjadi lebih dinamis.

Ustadz Kusnadi juga membahas berbagai tantangan yang sering dihadapi dalam manajemen masjid, seperti masalah konflik internal, kurangnya dana, dan minimnya partisipasi jamaah. Penulis menawarkan solusi praktis untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut, dengan menekankan pentingnya musyawarah dan mencari jalan tengah dalam menyelesaikan permasalahan. Studi kasus dari berbagai masjid yang berhasil dalam menerapkan strategi manajemen yang efektif juga disajikan sebagai inspirasi bagi pengurus masjid lainnya.

Buku ini menutup dengan pandangan ke depan tentang perkembangan manajemen masjid. Ustadz Kusnadi menekankan pentingnya adaptasi terhadap perubahan zaman dan inovasi untuk memastikan masjid tetap relevan dan berdaya guna dalam memenuhi kebutuhan jamaah. Dengan membaca dan menerapkan isi buku ini, diharapkan masjid dapat lebih berdaya guna dan berperan lebih besar dalam membangun komunitas muslim yang kuat dan harmonis. Secara keseluruhan, buku "Strategi Manajemen Masjid" adalah panduan komprehensif yang sangat berguna bagi pengurus masjid dan masyarakat muslim pada umumnya. Buku ini tidak hanya memberikan teori-teori manajemen yang aplikatif, tetapi juga membekali pembaca dengan contoh-contoh nyata dan strategi praktis yang dapat langsung diterapkan.

Berikut ini adalah beberapa program unggulan masjid Raya Al-Falah Sragen:

1. Meng-0 kan bahkan pernah meng-Minus-kan Saldo tiap akhir bulan

2. Menyediakan Buka puasa dan sahur ramadhan 2000 porsi

3. Menyediakan Buka Puasa Senin dan Kamis

4. Minuman Gratis Selalu tersedia untuk jamaah

5. Memberangkatkan Umroh bagi jamaah sholat terawih yang paling rajin sholat.

6. Layanan Brigade Bersih Masjid yang melayani pembersihan Masjid-masjid sekitar Sragen

7. Menggaji Seluruh Karyawan (Abdi Dalem Masjid)

8. Memberikan Hadiah Sepeda Motor bagi jamaah sholat subuh terajin

9. ATM beras untuk kaum dhuafa

10. Mengganti barang yang hilang di dalam masjid

11. Parfum Gratis selalu tersedia

12. Penitipan barang Gratis dan ada petugas jaganya

13. Pemberdayaan PKL sekitar Masjid

14. Makan Gratis Setelah Kajian Subuh Ahad

15. Streaming Kajian di medsos Masjid Raya Al-Falah Sragen

16. Layanan EO Wedding / Pernikahan

17. Mendirikan Badan Usaha Milik Masjid (BUMM)