"Mulai dengan Bismillah, Luruskan Niat. Allah Maha Melihat!"


2011/05/05

What is The Meaning of Your Job?

James Gwee, motivator, trainer dan pembicara beken, yang juga merupakan anggota mailing list kami The Profec (Profesional & Enterpreneur Club), dalam sebuah training di Singapore pernah terlibat dalam sebuah percakapan menarik. Percakapan yang lebih menyerupai wawancara, dengan seorang tua dengan job description unik sekaligus membosankan : mengecek seluruh engsel kunci kamar di sebuah hotel Bintang Lima. Day by day, door to door !



"Apa yang membuat Anda begitu teliti dengan pekerjaan se-boring ini ?", tanya James.

"Wah, dari cara Anda bertanya Mr. James, berarti Anda tidak tahu apa pekerjaan saya sebenarnya", tukas Pak Tua itu.



"Pekerjaan saya bukan cuma mengecek engsel pintu. Saya bekerja di hotel berbintang lima, dan tamu-tamu kami kebanyakan adalah para manager. Setiap manager tentunya mengepalai sebuah departemen yang memimpin belasan hingga puluhan karyawan. Orang yang sama juga hampir pasti merupakan seorang kepala keluarga. Nah, jika terjadi kebakaran di Hotel ini, dan salah satu dari mereka terjebak, terkunci dan akhirnya tewas, karena engsel pintu yang tidak bekerja sebagaimana mestinya, maka perusahaan akan kehilangan managernya, dan sebuah keluarga akan kehilangan kepala keluarganya. Mr. James, pekerjaan saya tidak cuma mengurusi engsel pintu, melainkan memastikan keselamatan nyawa para manager itu."



Sebagian orang mungkin menganggap Pak Tua ini sekedar menghibur dirinya, persis seperti yang dilakukan oleh banyak orang dewasa ini. Mereka tidak bangga akan pekerjaan mereka. Mereka terpaksa, karena merasa tidak punya jalan lain untuk bertahan hidup. Bahkan jika itu tidak dianggap berlebihan, mungkin saja mereka malu dengan pekerjaan mereka. Penyebabnya banyak, tetapi salah satu yang paling utama adalah : karena mereka tidak mengerti ‘the meaning of their job’.



Kelihatannya sederhana, namun kadang kala diperlukan sebuah perenungan dan kreatifitas untuk memahami, apa sih yang sebenarnya yang kita kerjakan. Melihat tidak sekedar yang terlihat oleh mata. Sebuah pengertian yang mengatasi pemahaman kebanyakan orang.



Seorang lulusan luar negeri yang kemudian pulang ke tanah air dan membuka usaha bordiran, misalnya. Dengan mudah akan menuai cibiran dari kanan-kiri, muka-belakang. “Disekolahkan jauh-jauh dan mahal-mahal, kok cuman begitu doang !”.



Namun pemahaman tentang bagaimana jumlah enterpreneur menjadi tolak ukur kemajuan perekonomian sebuah negara, tentu akan sedikit memaksa kita memberikan ‘meaning’ yang berbeda, terhadap apa yang dilakukan oleh Sang Lulusan Luar Negeri tersebut. Belum lagi makna : penciptaan lapangan kerja, yang berarti juga ikut memberikan rejeki kepada sejumlah kepala, anak-istri orang lain, yang mau tidak mau membuat kita berintrospeksi tentang sejauh mana sumbangsih kita kepada orang lain. Terhadap kehidupan.



Aku jadi teringat sebuah kisah tentang 3 orang kuli bangunan, yang memiliki jawaban yang berbeda-beda atas pertanyaan mengenai apa pekerjaan yang mereka lakukan.

“Aku hanya seorang kuli bangunan biasa !”, itu jawaban kuli pertama.

“Aku tidak terlalu tahu tentang apa yang sedang kami bangun”, jawaban yang kedua.

Dan jawaban orang terakhir adalah : “Aku termasuk salah seorang yang dipercaya untuk membangun sebuah istana yang megah”.



Sebuah cerita yang sangat inspiratif, setidaknya buatku pribadi, tentang bagaimana pemahaman kita terhadap sebuah pekerjaan dapat mengubah pendekatan dan kemudian otomatis berdampak terhadap hasil pekerjaan itu sendiri.



Jadi benarlah apa yang dikatakan orang-orang bijak bahwa : orang yang tidak memiliki kebanggaan dengan apa yang ia kerjakan, terlepas seberapa besar atau kecilnya pekerjaan itu, hampir mustahil dapat memberi arti pada pekerjaan tersebut. Dan dapat dipastikan juga tidak akan memberi arti pada kehidupannya sendiri, apalagi orang lain. Orang-orang yang hanya sekedar bertahan hidup, sambil menularkan pesimisme, lalu menua, mati dan akhirnya terlupakan.



Semoga TUHAN, Sang Pemilik Kehidupan, senantiasa menolong kita sehingga kita tidak mati rasa, kemudian tanpa sadar termasuk dalam golongan manusia ‘pelengkap penderita’ seperti itu, dan akhirnya...mati beneran dengan keyakinan seorang kuli biasa!

by: Made Teddy Artiana, S. Kom

2011/04/25

Kompetisi, Membuat Berisi

Suatu desa yang rata-rata penduduknya bekerja sebagai petani, kedatangan seorang bijak dan ahli. Orang bijak tersebut berjalan menyusuri pedesaan, ladang-ladang, hutan kecil hingga di sebuah persawahan yang luas. Beberapa petani terlibat percakapan dengan Sang Bijak.

"Pak, dalam sekali panen biasanya sawah ini menghasilkan berapa kwintal gabah?" tanya orang bijak tersebut.

"Kira-kira sekarang ini ada 4 kwintal", jawab petani dengan mantap.
"Pak, lihatlah sawah ini begitu bersih, tidak ada rumput disela-selanya. Bahkan hingga seluruh lumpur bisa terlihat di sela tanaman dengan jelas. Jangankan rumput, lumut juga tidak tampak. Berarti bapak-bapak sekalian, dengan sangat baik merawat tanaman padi ini.", kata Sang Bijak.

"Benar sekali! Saat ini kami merawat dengan sangat baik. Kalau kami tidak rawat dan bersihkan rumput tersebut dengan baik, sudah pasti hasilnya akan berkurang.", penjelasan Pak Tani.

"Baiklah, kalau diijinkan saya ada saran. Sehingga hasil gabah setiap panen bisa jauh lebih banyak.", Sang Bijak menawarkan.

"Tentu saja kami mau, bagaimana melakukannya?", tanya Pak Tani.
"Mudah saja, biarkan rumput itu hidup disekitar tanaman padi. Dan lihatlah nanti bahwa hasil padinya akan jauh lebih banyak." ucap Sang Bijak.

"Wah dasar, ide gila, bagiamana mungkin. Lagi pula Anda bukan petani seperti kami yang sangat tahu dengan kondisi sawah dan bagaimana mengerjakannya. Kami tidak percaya! Dengan dirawat baik, hasilnya pasti lebih baik.", ucap petani dan diiyakan oleh petani lainnya.

Percakapan itu bubar. Dan beberapa petani tampak kecewa. Setelah waktu itu Orang Bijak itu menyewa sepetak sawah dan mengajak petani untuk garap sawah itu, dengan syarat sesuai dengan cara dari orang bijak tersebut, pada musim tanam depan.
Tibalah saat musim tanam dan petani lain masih dengan cara biasanya, namun sawah yang disewa oleh orang bijak itu, dengan cara yang berbeda. Dibiarkan ada rerumputan di sela tanaman padinya. Dan minggu demi minggu berjalan, hingga sampailah pada musim panen.

Para petani sibuk memanen hasil mereka. Sebagian lagi dijual secara borongan di sawah masing-masing. Sawah sewaan orang bijak itu, dipanen dan hasilnya ditimbang dan disimpan di rumah yang disewanya. Petani yang membantu heran sekali, atas hasil gabah dari sawah yang disewa itu. Hasil banyak, jauh lebih banyak dari yang biasanya. Lalu dia banyak bercerita tentang hal itu ke petani lain. Dan semua menjadi tahu, bahwa saran orang bijak tersebut benar dan terbukti.

Dalam tulisan ini kita tidak bercerita tentang bagaimana kita bertanam padi, namun tentang kompetisi. Ya Kompetisi !. Mengapa padi yang diselanya banyak rerumputan justeru memiliki hasil yang lebih? wah kalau kita bahas secara ilmu pertanian, mungkin akan beda analisanya. Ini kita lihat dalam sebuah filosofi mengenai kompetisi. Tanamam padi tersebut dengan adanya rerumputan atau lumut disela-selanya, maka dia senantiasa berkompetisi dalam mendapatkan makanan. Diluar bisa jadi adanya proses penguraian lain dari rumput yang memberikan sumber makanan untuk padi tersebut. Karena jika rumput itu tidak ada, maka tanaman padi akan tumbuh sendiri, mencari makanan sendiri.

Dalam kehidupan sehari-hari, banyak sekali bisa terlihat secara langsung hasil dengan adanya kompetisi. Mari kita perhatikan dan renungkan sejenak. Saat menyetir mobil di jalan tol. Saat tol lancar dan tenang, kita mnegikuti dengan rasa santai. Apalagi saat hanya beberapa kendaraan saja. Semua kendaraan berjalan dengan teratur sesuai jalur, tidak banyak rasa terpancing untuk saling mendahului. Saat agak padat, ada banyak kendaraan, apalagi kalau ada kendaraan lain yang mendahului, kita berpacu untuk mendahului.

Saat renang kita meluncur dari ujung ke ujung kolam, jika tanpa orang lain, kita akan tetap berenang dengan kecepatan biasanya. Kalau saja ada perenang lain, disamping jalur kita dan mendahului, ceritanya jadi lain. Ada rasa termotivasi untuk mempercepat. Bahkan bisa jadi hal itu tanpa disadari. Otomatis kecepatan renang kita bertambah.

Dalam banyak hal kompetisi ini sangat dibutuhkan. Kita bisa berhasil, bukan saja karena adanya tim yang kuat, sumber daya kita, namun kompetisi dengan yang lainnya membuat kita terpacu semakin kuat. Kompetisi melahirkan sebuah motivasi dan dalam banyak hal, motivasi ini mendorong sukses dengan kontribusi yang besar.
Pada suatu organisasi manajemen, kompetisi secara positif harus senantiasa diciptakan, karena akan sangat berpengaruh pada produktivitas. Para Leader dalam organisasi mesti piwai dalam melakukan kontrol manajemen kompetisi ini. Karena akan berbatas tipis, kompetisi yang diciptakan bergeser ke arah kompetisi negatif yang justeru mematikan motivasi.

Dalam setiap pribadi, kompetisi bisa diciptakan dengan parameter tertentu, sehingga terjaga dalam motivasi dengan stamina prima. Kompetisi yang terjadi dengan pihak external, dengan parameter logis, berbanding dengan target yang memungkinkan bisa dicapai dengan cara SMART. Fleksibelitas seseorang dalam melakukan short interval follow up terhadap target tertentu saat kompetisi akan menjadi sarana dalam menjaga stabilitas motivasi diri.

Kompetisi ini juga sangat baik, kita berikan kepada anak-anak kita, sehingga memiliki jiwa fighter yang tangguh. Terhindar dari mudah menyerah, berkeluh kesah, dll. Banyak games simulasi untuk berkompetisi, banyak sarana di keluarga dengan cara menyenangkan kompetisi bisa dilakukan.

Karena kompetisi membuat kita berisi dan berbobot lebih, tertantang dalam kompetisi sehat merupakan sarana sehat dalam mengasah kemampuan diri, sehingga selalu bisa lebih baik. Bukan yang terbaik sebagai target, namun terus menjadi lebih baik. Bisa jadi menjadi yang terbaik, hanya sesekali waktu saja, namun selalu menjadi yang terbaik, berarti kompetisi setiap saat. Selamat berkompetisi!

by:
Yant Subiyanto, ST,CM-NLP,CH,CHT

2011/04/13

Tiga Modal Memotivasi Diri

Tiga Modal Memotivasi Diri

Note: Tulisan ini disertai dengan link ke tiga gambar, yang dianggap perlu untuk menjelaskan.

Setiap kegagalan selalu diawali dengan tanda. Tanda itu adalah turunnya motivasi. Jika Anda gagal menaikkannya, maka kegagalan akan menjadi kenyataan.

Waspadai meteran motivasi Anda. Bekerja seadanya, merasa tidak bersemangat, merasa lemas dan malas, adalah tanda-tanda paling kuat dari menurunnya motivasi Anda. Bahkan, selalu mencapai target tapi tetap sebegitu-begitu saja, bisa jadi juga merupakan tanda yang sama.

Tetap termotivasi adalah perjuangan. Sebab diri kita setiap hari didera oleh lebih dari 60.000 lintasan pikiran. Masing-masing dari lintasan pikiran itu, adalah bentuk-bentuk kenikmatan, cobaan, dan ujian. Sebagiannya, sangat mungkin negatif dan berdampak buruk pada motivasi.

Menurut Frederick Hezberg, "mesin motivasi" manusia sebenarnya terdiri dari dua lapisan, yaitu:

1. Maintenance Layer
2. Motivation Layer

Maintenance Layer adalah wilayah motivasi yang diciptakan oleh sistem eksternal Anda. Biasanya, jika sistem ini sudah disetup dengan baik dan benar, maka aspek "motivasi dasar" bisa langsung beroperasi dengan lancar.

Contoh: Jika Anda karyawan, maka kenaikan gaji bisa dipastikan akan membuat Anda makin giat bekerja. Jika tidak, Anda yang keterlaluan. Tapi, segiat apa? Sejauh mana Anda akan makin keras bekerja?

Inilah yang disebut dengan Maintenance Layer. Layer ini cenderung akan "otomatis" memotivasi Anda dari luar. Namun demikian, tidak bisa diharapkan bahwa kinerja Anda akan meningkat melebihi persyaratan (minimum), atau drastis - jarang terjadi. Sekali lagi, layer ini didisain oleh sistem eksternal Anda hanya sekedar untuk mencapai performa "standar".

Motivation Layer adalah wilayah motivasi yang sifatnya individualistik atau internal. Layer ini diciptakan oleh individu yang bersangkutan. Jika disetup dengan baik dan benar, aspek "motivasi tambahan" bisa berlangsung secara mengejutkan. Individu tertentu akan menjadi bintang performa.

Uniknya, Motivation Layer tidak akan tercipta tanpa didahului oleh terciptanya Maintenance Layer.

Contoh: Jika Anda karyawan, mencapai standar minimum pun mungkin tak akan Anda lakukan, jika gaji Anda kekecilan. Apalagi kinerja yang lebih dari itu.

Jadi tugas Anda - karyawan atau bukan, adalah membangun Maintenance Layer Anda sendiri secara internal, sebagai "mesin motivasi otomatis" Anda. Sebab, setiap motivasi pada dasarnya adalah diproduksi oleh diri sendiri. Faktor sistem eksternal hanya memotivasi "ala kadarnya".

Jika Anda bisa menciptakan mesin ini, maka Anda akan selalu termotivasi. Anda akan selalu termotivasi untuk memotivasi diri sendiri.

Ciri-ciri bahwa Anda belum memiliki "mesin motivasi otomatis" secara pribadi:

"Ah sama saja. Kerja keras atau tidak, hasilnya sama kok."
"Mengapa semuanya begini-begini saja?"
"Sekarang kok stagnan?"
"Kok kembali kayak dulu nih?"
"Alah, yang penting kerjaan gua beres!"

Sangat-sangat sering terjadi, Maintenance Layer eksternal justru menjebak Anda pada zona nyaman yang baru. (Dalam contoh karyawan: gaji Anda dinaikkan, tapi motivasi Anda tak mampu bertahan.)

Anda kelelahan karena Anda terus bekerja secara "manual" memproduksi motivasi. Anda lelah sampai akhirnya kalah. Anda bekerja langsung di layer kedua. Anda tidak membangun layer pertama.

Anda perlu membangun "mesin motivasi otomatis". Anda perlu membangun Maintenance Layer Anda sendiri secara internal. Tanpa mesin ini, Anda tidak akan mendapatkan "plus-plus".

Bagaimana caranya membangun Maintenance Layer Anda sendiri?

Kita bisa memulainya dengan memahami tiga penyebab rendahnya motivasi.

1. Tidak atau kurang percaya diri.

Jika Anda sendiri tidak percaya bahwa Anda punya peluang bisa sukses dan berhasil, maka mencoba pun Anda tak akan melakukannya. Bagaimana Anda bisa termotivasi?

2. Tidak fokus.

Jika Anda tidak tahu apa yang Anda inginkan, bagaimana Anda bisa termotivasi?

3. Tidak terarah.

Jika Anda tidak tahu apa yang harus Anda lakukan, bagaimana Anda bisa termotivasi untuk melakukannya?

"Mesin motivasi otomatis" Anda, adalah kombinasi baru dari ketiganya, dan mesin ini hanya akan "kinclong" jika Anda bisa menjaga keseimbangan di antara ketiganya. Maka apa yang menjadi syarat utama adalah:

1. Ketiganya ada.
2. Ketiganya dalam kondisi prima.
3. Ketiganya seimbang.

PERCAYA DIRI

Tidak atau kurang percaya diri, disebabkan oleh "over focus" pada cita-cita, dan melupakan apa yang sudah dimiliki.
Link gambar: http://bit.ly/ 5tQ5ZE

Bagilah dengan adil fokus Anda ke berbagai hal yang sudah Anda miliki; bakat, modal, keterampilan, akses, jaringan, dan sebagainya. Inventarisirlah apa yang sudah Anda miliki. Pasti ada, dan banyak. Koleksi semua itu akan membuat Anda menjadi besar.
Dengan membagi fokus Anda kepada apa yang sudah Anda miliki, Anda akan makin percaya diri. Dan dengan mengetahui apa yang Anda miliki, Anda juga akan mulai menemukan arah.


FOKUS

Kemana fokus Anda? Kepada yang Anda inginkan, atau kepada yang tidak Anda inginkan?

Link gambar: http://bit.ly/ 4DveVS

Jika fokus Anda adalah apa yang tidak Anda inginkan, maka Anda tidak akan tahu apa yang Anda inginkan. Semuanya malah akan menjadi buram.

Jika Anda tidak tahu apa yang Anda inginkan, Anda akan salah arah. Dan salah arah akan membuat Anda makin tidak percaya diri. Sebab, Anda merasa tersesat.

TERARAH

Kemana arah Anda? Menuju atau menjauhi sesuatu yang Anda inginkan?

Link gambar: http://bit.ly/ 5EJ8C0

Jika Anda tidak tahu, Anda tersesat dan salah arah, dan ujungnya juga tidak jelas. Anda akan makin tidak percaya diri. Jika arah Anda menjauhi, Anda tidak akan menemukan titik fokus, dan ujungnya juga pasti.

Jika Anda berhasil membangun "mesin motivasi otomatis" Anda sendiri, maka Anda akan punya mesin yang otomatis memproduksi motivasi, setiap hari. Sebagai mesin, ia butuh bahan bakar. Bahan bakar itu, adalah kemauan Anda untuk sering-sering menengok lagi semua ini.

Semoga bermanfaat.

Referensi tambahan: http://en.wikipedia .org/wiki/ Two_factor_ theory

Ikhwan Sopa
Master Trainer E.D.A.N.