"Mulai dengan Bismillah, Luruskan Niat. Allah Maha Melihat!"


2011/05/09

Menempatkan Diri Di Era Talent War


Perang paling sengit di zaman baru bukanlah yang menggunakan senjata perenggut nyawa seperti senapan otomatis, rudal nuklir, dan pesawat tempur. Anda tahu perang apa yang saya maksud? Anda benar. Perang talenta, atau talent war. Dalam talent war, ada sebuah ciri yang sangat khas yaitu; perusahaan bersedia membayar mahal seseorang yang dibajak dari perusahaan lainnya.



Disaat begitu banyak orang berteriak tentang bayaran yang rendah, mengomelkan keputusan manajeman yang tidak berpihak kepada karyawan, mengeluhkan kesejahteraan yang tidak kunjung meningkat; lha kok ada yang diburu oleh perusahaan untuk ditawari imbalan yang melambung tinggi? Ini zamannya talent war, lho. Maka begitulah hukumnya. Apakah Anda mau hanya menjadi penonton saja atau menjadi bagian dari talenta-talenta yang diperebutkan itu? Jika Anda tertarik untuk ikut menjadi karyawan yang diperebutkan di era talent war ini, maka saya ingin menghadiahkan 5 hal yang bisa mendukung Anda. Berikut ini adalah uraiannya.



1. Membangun prestasi ditempat kerja saat ini. Nilai jual Anda akan sangat rendah jika di tempat bekerja saat ini Anda tidak berprestasi. Jadi sebelum Anda memutuskan untuk terjun ke arena talent war, Anda harus terlebih dahulu menunjukkan prestasi yang tinggi di tempat kerja. Banyak orang yang gerah dengan tempat kerjanya sehingga bekerja asal-asalan, namun mengharapkan ada perusahaan lain yang membajaknya. Bisa Anda bayangkan bagaimana seandainya perusahaan yang akan mempekerjakannya tahu prestasi buruknya di kantornya sekarang?



2. Membangun keahlian. Bukan hanya Anda yang bisa berprestasi di kantor, melainkan juga ribuan bahkan jutaan orang lainnya. Mereka itu pesaing Anda di era talent war. Jadi setelah berprestasi, maka Anda harus memiliki keunggulan lain yaitu keahlian. Apakah itu keahlian? Kemampuan langka yang Anda miliki dan sangat sulit ditandingi oleh orang lain. Itulah saatnya Anda disebut seorang ahli alias expert. Temukan kehalian langka Anda, maka harga Anda menjadi sangat mahal sekali.



3. Membangun reputasi. Coba perhatikan betapa banyaknya orang hebat dalam berbagai bidang namun namanya sama sekali tidak dikenal di luar ruang kerjanya. Ditempat lain ada orang-orang yang selain hebat juga namanya berkibar dimana-mana. Menurut pendapat Anda, perusahaan yang bagus di luar sana akan membajak siapa?



4. Membangun kesiapan untuk berkontribusi. Salah satu sifat jelek head hunter adalah mereka tidak melakukan seleksi komprehensif atas para kandidat yang ‘dijualnya’ kepada perusahaan pengguna. Cukup wawancara makan siang sebentar, lalu semuanya dianggap sudah memadai. Makanya banyak kandidat yang hanya bagus diatas kertas, namun setelah diterima bekerja tidak mampu memberi kontribusi nyata. Ingatlah, bayaran besar itu selalu diikuti oleh tuntutan kontribusi yang besar, sehingga dalam takent war, perusahaan mencari mereka yang benar-benar bisa berkontribusi tinggi.



5. Membangun kesanggupan untuk menyesuaikan diri. Setiap perusahaan memiliki budaya, system nilai, maupun kebijakan yang sangat mungkin berbeda dengan kantor dimana Anda bekerja saat ini. Penting untuk memahami hal itu sebelum Anda mulai bekerja. Jika Anda dibajak oleh perusahaan itu, maka tidak ada cara lain untuk bisa bertahan disana kecuali menyesuaikan diri dengan system nilai yang berlaku disana. Jika tidak, maka Anda akan dianggap tidak compatible dengan perusahaan itu sehingga akan menghambat karir Anda dalam jangka panjang. Atau, bahkan Anda bisa didiskualifikasi hanya dalam beberapa bulan.



Era talent war menyediakan beragam kesempatan yang menggiurkan bagi karyawan. Bukan hanya imbalan besar yang mereka tawarkan, melainkan juga posisi dan peluang pengembangan yang lebih tinggi. Meskipun Anda tidak berencana untuk pindah kerja, tetapi ada baiknya juga Anda mempersiapkan diri dengan menerapkan ke-5 hal yang saya sarankan diatas untuk kebaikan Anda sendiri.



Mari Berbagi Semangat!

Dadang Kadarusman - 9 Mei 2011

Natural Intelligence Contemplator - www.dadangkadarusman.com

2011/05/05

What is The Meaning of Your Job?

James Gwee, motivator, trainer dan pembicara beken, yang juga merupakan anggota mailing list kami The Profec (Profesional & Enterpreneur Club), dalam sebuah training di Singapore pernah terlibat dalam sebuah percakapan menarik. Percakapan yang lebih menyerupai wawancara, dengan seorang tua dengan job description unik sekaligus membosankan : mengecek seluruh engsel kunci kamar di sebuah hotel Bintang Lima. Day by day, door to door !



"Apa yang membuat Anda begitu teliti dengan pekerjaan se-boring ini ?", tanya James.

"Wah, dari cara Anda bertanya Mr. James, berarti Anda tidak tahu apa pekerjaan saya sebenarnya", tukas Pak Tua itu.



"Pekerjaan saya bukan cuma mengecek engsel pintu. Saya bekerja di hotel berbintang lima, dan tamu-tamu kami kebanyakan adalah para manager. Setiap manager tentunya mengepalai sebuah departemen yang memimpin belasan hingga puluhan karyawan. Orang yang sama juga hampir pasti merupakan seorang kepala keluarga. Nah, jika terjadi kebakaran di Hotel ini, dan salah satu dari mereka terjebak, terkunci dan akhirnya tewas, karena engsel pintu yang tidak bekerja sebagaimana mestinya, maka perusahaan akan kehilangan managernya, dan sebuah keluarga akan kehilangan kepala keluarganya. Mr. James, pekerjaan saya tidak cuma mengurusi engsel pintu, melainkan memastikan keselamatan nyawa para manager itu."



Sebagian orang mungkin menganggap Pak Tua ini sekedar menghibur dirinya, persis seperti yang dilakukan oleh banyak orang dewasa ini. Mereka tidak bangga akan pekerjaan mereka. Mereka terpaksa, karena merasa tidak punya jalan lain untuk bertahan hidup. Bahkan jika itu tidak dianggap berlebihan, mungkin saja mereka malu dengan pekerjaan mereka. Penyebabnya banyak, tetapi salah satu yang paling utama adalah : karena mereka tidak mengerti ‘the meaning of their job’.



Kelihatannya sederhana, namun kadang kala diperlukan sebuah perenungan dan kreatifitas untuk memahami, apa sih yang sebenarnya yang kita kerjakan. Melihat tidak sekedar yang terlihat oleh mata. Sebuah pengertian yang mengatasi pemahaman kebanyakan orang.



Seorang lulusan luar negeri yang kemudian pulang ke tanah air dan membuka usaha bordiran, misalnya. Dengan mudah akan menuai cibiran dari kanan-kiri, muka-belakang. “Disekolahkan jauh-jauh dan mahal-mahal, kok cuman begitu doang !”.



Namun pemahaman tentang bagaimana jumlah enterpreneur menjadi tolak ukur kemajuan perekonomian sebuah negara, tentu akan sedikit memaksa kita memberikan ‘meaning’ yang berbeda, terhadap apa yang dilakukan oleh Sang Lulusan Luar Negeri tersebut. Belum lagi makna : penciptaan lapangan kerja, yang berarti juga ikut memberikan rejeki kepada sejumlah kepala, anak-istri orang lain, yang mau tidak mau membuat kita berintrospeksi tentang sejauh mana sumbangsih kita kepada orang lain. Terhadap kehidupan.



Aku jadi teringat sebuah kisah tentang 3 orang kuli bangunan, yang memiliki jawaban yang berbeda-beda atas pertanyaan mengenai apa pekerjaan yang mereka lakukan.

“Aku hanya seorang kuli bangunan biasa !”, itu jawaban kuli pertama.

“Aku tidak terlalu tahu tentang apa yang sedang kami bangun”, jawaban yang kedua.

Dan jawaban orang terakhir adalah : “Aku termasuk salah seorang yang dipercaya untuk membangun sebuah istana yang megah”.



Sebuah cerita yang sangat inspiratif, setidaknya buatku pribadi, tentang bagaimana pemahaman kita terhadap sebuah pekerjaan dapat mengubah pendekatan dan kemudian otomatis berdampak terhadap hasil pekerjaan itu sendiri.



Jadi benarlah apa yang dikatakan orang-orang bijak bahwa : orang yang tidak memiliki kebanggaan dengan apa yang ia kerjakan, terlepas seberapa besar atau kecilnya pekerjaan itu, hampir mustahil dapat memberi arti pada pekerjaan tersebut. Dan dapat dipastikan juga tidak akan memberi arti pada kehidupannya sendiri, apalagi orang lain. Orang-orang yang hanya sekedar bertahan hidup, sambil menularkan pesimisme, lalu menua, mati dan akhirnya terlupakan.



Semoga TUHAN, Sang Pemilik Kehidupan, senantiasa menolong kita sehingga kita tidak mati rasa, kemudian tanpa sadar termasuk dalam golongan manusia ‘pelengkap penderita’ seperti itu, dan akhirnya...mati beneran dengan keyakinan seorang kuli biasa!

by: Made Teddy Artiana, S. Kom

2011/04/25

Kompetisi, Membuat Berisi

Suatu desa yang rata-rata penduduknya bekerja sebagai petani, kedatangan seorang bijak dan ahli. Orang bijak tersebut berjalan menyusuri pedesaan, ladang-ladang, hutan kecil hingga di sebuah persawahan yang luas. Beberapa petani terlibat percakapan dengan Sang Bijak.

"Pak, dalam sekali panen biasanya sawah ini menghasilkan berapa kwintal gabah?" tanya orang bijak tersebut.

"Kira-kira sekarang ini ada 4 kwintal", jawab petani dengan mantap.
"Pak, lihatlah sawah ini begitu bersih, tidak ada rumput disela-selanya. Bahkan hingga seluruh lumpur bisa terlihat di sela tanaman dengan jelas. Jangankan rumput, lumut juga tidak tampak. Berarti bapak-bapak sekalian, dengan sangat baik merawat tanaman padi ini.", kata Sang Bijak.

"Benar sekali! Saat ini kami merawat dengan sangat baik. Kalau kami tidak rawat dan bersihkan rumput tersebut dengan baik, sudah pasti hasilnya akan berkurang.", penjelasan Pak Tani.

"Baiklah, kalau diijinkan saya ada saran. Sehingga hasil gabah setiap panen bisa jauh lebih banyak.", Sang Bijak menawarkan.

"Tentu saja kami mau, bagaimana melakukannya?", tanya Pak Tani.
"Mudah saja, biarkan rumput itu hidup disekitar tanaman padi. Dan lihatlah nanti bahwa hasil padinya akan jauh lebih banyak." ucap Sang Bijak.

"Wah dasar, ide gila, bagiamana mungkin. Lagi pula Anda bukan petani seperti kami yang sangat tahu dengan kondisi sawah dan bagaimana mengerjakannya. Kami tidak percaya! Dengan dirawat baik, hasilnya pasti lebih baik.", ucap petani dan diiyakan oleh petani lainnya.

Percakapan itu bubar. Dan beberapa petani tampak kecewa. Setelah waktu itu Orang Bijak itu menyewa sepetak sawah dan mengajak petani untuk garap sawah itu, dengan syarat sesuai dengan cara dari orang bijak tersebut, pada musim tanam depan.
Tibalah saat musim tanam dan petani lain masih dengan cara biasanya, namun sawah yang disewa oleh orang bijak itu, dengan cara yang berbeda. Dibiarkan ada rerumputan di sela tanaman padinya. Dan minggu demi minggu berjalan, hingga sampailah pada musim panen.

Para petani sibuk memanen hasil mereka. Sebagian lagi dijual secara borongan di sawah masing-masing. Sawah sewaan orang bijak itu, dipanen dan hasilnya ditimbang dan disimpan di rumah yang disewanya. Petani yang membantu heran sekali, atas hasil gabah dari sawah yang disewa itu. Hasil banyak, jauh lebih banyak dari yang biasanya. Lalu dia banyak bercerita tentang hal itu ke petani lain. Dan semua menjadi tahu, bahwa saran orang bijak tersebut benar dan terbukti.

Dalam tulisan ini kita tidak bercerita tentang bagaimana kita bertanam padi, namun tentang kompetisi. Ya Kompetisi !. Mengapa padi yang diselanya banyak rerumputan justeru memiliki hasil yang lebih? wah kalau kita bahas secara ilmu pertanian, mungkin akan beda analisanya. Ini kita lihat dalam sebuah filosofi mengenai kompetisi. Tanamam padi tersebut dengan adanya rerumputan atau lumut disela-selanya, maka dia senantiasa berkompetisi dalam mendapatkan makanan. Diluar bisa jadi adanya proses penguraian lain dari rumput yang memberikan sumber makanan untuk padi tersebut. Karena jika rumput itu tidak ada, maka tanaman padi akan tumbuh sendiri, mencari makanan sendiri.

Dalam kehidupan sehari-hari, banyak sekali bisa terlihat secara langsung hasil dengan adanya kompetisi. Mari kita perhatikan dan renungkan sejenak. Saat menyetir mobil di jalan tol. Saat tol lancar dan tenang, kita mnegikuti dengan rasa santai. Apalagi saat hanya beberapa kendaraan saja. Semua kendaraan berjalan dengan teratur sesuai jalur, tidak banyak rasa terpancing untuk saling mendahului. Saat agak padat, ada banyak kendaraan, apalagi kalau ada kendaraan lain yang mendahului, kita berpacu untuk mendahului.

Saat renang kita meluncur dari ujung ke ujung kolam, jika tanpa orang lain, kita akan tetap berenang dengan kecepatan biasanya. Kalau saja ada perenang lain, disamping jalur kita dan mendahului, ceritanya jadi lain. Ada rasa termotivasi untuk mempercepat. Bahkan bisa jadi hal itu tanpa disadari. Otomatis kecepatan renang kita bertambah.

Dalam banyak hal kompetisi ini sangat dibutuhkan. Kita bisa berhasil, bukan saja karena adanya tim yang kuat, sumber daya kita, namun kompetisi dengan yang lainnya membuat kita terpacu semakin kuat. Kompetisi melahirkan sebuah motivasi dan dalam banyak hal, motivasi ini mendorong sukses dengan kontribusi yang besar.
Pada suatu organisasi manajemen, kompetisi secara positif harus senantiasa diciptakan, karena akan sangat berpengaruh pada produktivitas. Para Leader dalam organisasi mesti piwai dalam melakukan kontrol manajemen kompetisi ini. Karena akan berbatas tipis, kompetisi yang diciptakan bergeser ke arah kompetisi negatif yang justeru mematikan motivasi.

Dalam setiap pribadi, kompetisi bisa diciptakan dengan parameter tertentu, sehingga terjaga dalam motivasi dengan stamina prima. Kompetisi yang terjadi dengan pihak external, dengan parameter logis, berbanding dengan target yang memungkinkan bisa dicapai dengan cara SMART. Fleksibelitas seseorang dalam melakukan short interval follow up terhadap target tertentu saat kompetisi akan menjadi sarana dalam menjaga stabilitas motivasi diri.

Kompetisi ini juga sangat baik, kita berikan kepada anak-anak kita, sehingga memiliki jiwa fighter yang tangguh. Terhindar dari mudah menyerah, berkeluh kesah, dll. Banyak games simulasi untuk berkompetisi, banyak sarana di keluarga dengan cara menyenangkan kompetisi bisa dilakukan.

Karena kompetisi membuat kita berisi dan berbobot lebih, tertantang dalam kompetisi sehat merupakan sarana sehat dalam mengasah kemampuan diri, sehingga selalu bisa lebih baik. Bukan yang terbaik sebagai target, namun terus menjadi lebih baik. Bisa jadi menjadi yang terbaik, hanya sesekali waktu saja, namun selalu menjadi yang terbaik, berarti kompetisi setiap saat. Selamat berkompetisi!

by:
Yant Subiyanto, ST,CM-NLP,CH,CHT