"Mulai dengan Bismillah, Luruskan Niat. Allah Maha Melihat!"


2011/11/03

'Mandi dan Motivasi'

Zig Ziglar, motivator kenamaan masa kini yang juga penulis buku best seller dunia ‘See You at the Top’, menyebutkan bahwa kebutuhan manusia akan motivasi seperti kita butuhkan mandi. Ya, memang seperti itulah analogi sederhananya. 

Kebutuhan terhadap motivasi disamakan dengan kebutuhan terhadap mandi? Artinya, jika waktu mandi terakhir yang kita lakukan sudah cukup lama, pasti muncul rasa yang tidak nyaman di tubuh. Jika sudah tidak lama melakukan kegiatan ‘mandi’, badan bisa gatal-gatal. Perasaan terasa mengantuk terus. Tidak segar, dll. Pada saat seperti itulah kita perlu mandi. Sehingga mandi tidak hanya kewajiban di waktu pagi dan sore, mau berangkat kerja dan pulang kerja, atau pada saat mau berangkat sekolah bagi para pelajar saja, tapi mandi sudah menjadi kebutuhan.  Sehingga jika tidak melakukannya akan merugikan diri sendiri. 

Karena mandi adalah kebutuhan tubuh (diri), maka kita akan berusaha untuk memenuhinya. Pemenuhan kebutuhan adalah sesuatu yang selalu diperjuangkan. Apapun bentuk kebutuhannya, manusia akan terus berupaya memenuhinya. 

Demikian juga lah kebutuhan kita terhadap motivasi. Harus dipenuhi. Supaya kita bisa bersemangat untuk memenuhi kebutuhan terhadap motivasi tersebut, kita harus terlebih dahulu menerima paradigma Zig Ziglar di atas. Cara pandang yang meyakini bahwa manusia membutuhkan motivasi yang sering, konsisten dan berketerusan.

Karena sebagai manusia, kondisi hati kita sangat terpengaruhi oleh kejadian, peristiwa, dan kondisi sekitar. Sehingga level motivasi pun sangat punya keterkaitan dengan suasana hati tersebut. Hal ini berlaku umum. Terjadi kepada siapapun. Dengan demikian, agar motivasi tingkat tinggi agar terus terjaga ditengah ‘gempuran’ keadaan sekitar, maka kita butuh akan ‘mandi’ motivasi. Jika tidak segera ‘mandi’ motivasi’, maka hati, perasaan, dan motivasi akan terasa tidak nyaman, gatal-gatal dan tidak segar. Kebutuhan ini bukan hanya berlaku bagi masyarakat umum. Bahkan seorang motivator pun harus selalu berupaya melakukan kegiatan-kegiatan untuk pemenuhan kebutuhan terhadap motivasi tersebut.  

Penulis buku The Courage to Succeed: Menjadikan Hidup Sebagai Mahakarya, Ruben Gonzalez, yang juga atlet seluncur es peraih medali emas di Olimpiade 1984, menyampaikan poin-poin berikut ini yang menurut saya bisa membantu kita untuk bisa terus termotivasi. Ruben menjelaskan bahwa untuk mengubah catatan motivasi dan inpirasi di bukunya menjadi perilaku yang positif dan penuh motivasi dalam setiap kegiatan yang kita lakukan sehari-hari maka perlu melakukan beberapa hal berikut. 

1.       Baca buku, kalimat, ungkapan, dan frasa-frasa motivasi berkali-kali.
2.       Garisbawahi dan buatlah catatan terhadap kalimat motivasi tersebut.
3.       Baca ulang kalimat-kalimat yang telah digarisbawahi dan warnai.
4.       Terapkan segera materi yang kita pelajari.
5.       Prioritaskan apa yang hendak kita pelajari.
6.       (Ini poin tambahan dari saya), meniru ungkapan Sunan Kali Jaga dalam Tombo Ati-nya: Bergaullah dengan orang-orang soleh (baca: motivator)J.

Dengan menerapkan keenam poin di atas secara konsisten, insyaAllah kebutuhan kita terhadap motivasi tetap bisa terpenuhi.

Semoga berguna.

Bandung, 3 November 2011, 16:43:00
Dimuat juga di: http://hminews.com/news/mandi-dan-motivasi/

2011/11/01

'Procrastination'


Kebiasaan terus menerus menunda suatu tugas atau pekerjaan yang tidak disuka dan malah mengerjakan tugas atau pekerjaan lain dalam bahasa psikologi disebut procrastination. Orang yang memiliki gejala ini disebut procrastinator. Walaupun kelihatan seperti masalah sepele tetapi akan sangat merugikan apabila seseorang menjadi procrastinator terlalu lama. Ada beberapa ciri yang biasa dimiliki oleh seorang procrastinator. Apakah kita termasuk salah satunya?

1. Optimis vs takut
Seorang procrastinator biasanya sangat percaya diri bisa menyelesaikan satu pekerjaan dalam waktu singkat. Misal, kita merasa mampu membuat pembukuan dalam waktu 2 jam. Jadi jika ada waktu 12 jam, 10 jam bisa dipakai untuk bersantai, dong. Padahal, alasan sebenarnya karena malas, takut tidak bisa, atau tidak menyukai pekerjaan ini.

2.  Merasa terlalu sibuk
Merasa terlalu sibuk akhirnya membuat seseorang procrastinator jadi tidak mengerjakan tugas yang seharusnya dia kerjakan. Misal, kita merasa tidak bisa membuat pekerjaan karena harus membersihkan kamar sekaligus memasak. Padahal pada akhirnya, tidak satu pun dari tugas itu yang dikerjakan.

3. Keras kepala
Seorang procrastinator merasa kalau dia sama sekali tidak bisa dipaksa untuk melakukan sesuatu. Ini karena adanya keyakinan, segala sesuatu harus diatur oleh diri sendiri atau harus menunggu mood bagus muncul dengan sendirinya.

4. Selalu menjadi korban
Karena tidak bisa mengerjakan tugas dengan baik atau mendapatkan nilai jelek, seorang procrastinator merasa dia adalah korban dari keadaan. Sayangnya procrastinator sama sekali tidak sadar jika itu semua akibat dari kesalahannya sendiri.

5. Suka beralih
Saat harus mengerjakan tugas, tiba-tiba kita ingin mendengarkan musik atau menonton TV. Ini salah satu ciri procrastinator yang sering dimiliki seseorang. Karena ingin menghindari tugas yang bikin takut, akhirnya procrastinator memilih untuk melakukan hal lain yang kurang penting.

Ada beberapa hal yang bisa menimbulkan sifat procrastination:
1. Kepercayaan yang salah (false belief).
Maksudnya adalah kepercayaan yang salah jika kerja lebih baik dan lebih terasa menantang jika kita berada di bawah tekanan atau waktu yang sempit.

2. Takut gagal.
Ketakutan berlebih jika kita bakal gagal mengerjakan tugas itu dan akhirnya lebih memilih menghindar.

3. Perfeksionis.
Yang akhirnya membuat kita merasa tidak perlu mengerjakan satu tugas yang tidak kita sukai.

4. Terburu-buru.
Sifat buru-buru atau biasa disebut impulsif membuat procrastinator cepat sekali beralih melakukan hal lain selain tugas utamanya.

5. Memberontak.
Procrastination bisa muncul sebagai reaksi pemberontakan terhadap orang tua ataupun atasan yang otoriter alias suka mengatur kehidupan/pekerjaan kita. Procrastinator memberontak dengan cara tidak ingin diatur dalam kehidupan/pekerjaan.

From: http://www.kaskus.us/showthread.php?t=9219213

2011/10/29

Masalah Bukan Untuk Dipecahkan


Saya yakin sebelum Anda semua membaca tulisan ini hingga tuntas, atau hanya membaca judulnya saja, pasti sudah mulai dengan penyangkalan. Kemudian Anda akan mengajukan pertanyaan berikut: Lalu, diapain dong masalahnya? Mau dibiarin aja. Bukan, bukan itu maksud saya membuat tulisan singkat ini. Saya tidak akan memprovokasi Anda untuk lari dari masalah. 

Membuat tulisan singkat dengan judul seperti di atas, hanya sebagai tinjauan dari makna kata penyusun judul tulisan ini saja. Meski mungkin sedikit berbeda dengan pemahaman para penyusun KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Setidaknya perlu saya sampaikan, it’s only my opinion. Bebas saja, kalau Anda pun tidak sependapatJ

Berikut ini uraian saya. Kita sudah sekian lama menggunakan kata yang menurut saya sangat tidak tepat terhadap masalah. Betapa sering kita temukan, baik dalam tulisan maupun ujaran, para pemimpin, guru, atasan, teman, bahkan mungkin kita sendiri menggunakan ungkapan berikut: ‘Ayo kita pikirkan pemecahan masalahnya.’ Atau ‘Mari kita segera pecahkan masalahnya’, atau ‘Masalah ini harus segera dipecahkan’, dan atau ungkapan-ungkapan lain yang hampir sama. Sekilas, ungkapan ini tidak terlihat bermasalah sama sekali bukan? Ya, kalau tidak teliti.

Lalu, dimana problem-nya? Problemnya terletak di kata ‘pemecahan’. Lho, ko bisa? Sederhana saja penjelasannya. ‘Pemecahan’ berasal dari kata pecah. Pecah menurut KBBI Edisi Ketiga terbitan Balai pustaka adalah: (1). Terbelah menjadi beberapa bagian. (2). Retak atau rekah. (3) rusak atau belah kulitnya. (4) menjadi cair atau bergumpal-gumpal (santan ,susu atau air). (5). Bercerai berai. Dst yang semakna dengan 5 hal tersebut. Dan ‘pemecahan’ atau ‘memecahkan’ adalah kata kerja bentukan dari kata ‘pecah’ tersebut  (morfologi).

Dengan makna kata ‘pecah’ seperti di atas, apakah masih tepat jika kita gunakan bentuk-bentuk pengungkapan berikut ini:  ‘Ayo kita pikirkan pemecahan masalahnya.’ Atau ‘Mari kita segera pecahkan masalahnya’, atau ‘Masalah ini harus segera dipecahkan’.

Jika demikian menurut penulis, maka seperti apa dong pengungkapan yang lebih tepat? Saya propose ungkapan berikut ini: ‘Masalah ini harus diselesaikan’, atau ‘Masalah ini perlu segera dicarikan jalan keluarnya, atau ‘Masalah ini segera perlu diatasi.

Ya, karena masalah memang untuk diatasi, diselesaikan, dan dicarikan jalan keluarnya, bukan untuk dipecahkan! Kalau dipecahkan hanya akan membuat masalah lebih besar, lebih luas, menjadi rusak, melebar kemana-mana dan akan sulit untuk dikendalikan. 

Boleh sependapat atau tidak. Bebas bebas saja. Kalau sependapat, yuk kita mulai ganti bentuk pengungkapan kalimat tersebut dan mari kita broadcast seluas-luasnya. Terimakasih.

Bandung, 29 Oktober 2011. 16:32