"Mulai dengan Bismillah, Luruskan Niat. Allah Maha Melihat!"


2011/11/10

Deja Vu

Pernahkan anda mengunjungi sebuah rumah untuk pertama kalinya dan tiba-tiba anda merasa familiar dengan rumah tersebut ? Atau pernahkah anda berada dalam suatu peristiwa ketika tiba-tiba anda merasa bahwa anda sudah mengalaminya walaupun anda tidak dapat mengingat kapan terjadinya ? itulah deja vu, salah satu fenomena misterius dalam kehidupan manusia.  
Deja Vu juga terjadi dalam berbagai bentuk. Ada yang hanya bisa mengingat secara samara-samar, ada yang hanya mengingat lokasi kejadian dan ada pula yang mengingat hal-hal yang sangat mendetail. Secara garis besar, Deja Vu terdiri dari empat jenis berikut

1. Deja Vu
Deja Vu jenis ini yang paling banyak terjadi dimana kita pernah merasakan suatu kondisi yang sama sebelumnya dan yakin pernah terjadi di masa yang lampau dan berulang kali. Sering kali pada saat itu individu akan diikuti oleh perasaan takut, rasa familiar yang kuat dan merasa aneh.


2. Deja Vécu
Perasaan yang terjadi pada Deja vecu lebih kuat daripada Deja Vu. Deja vecu seseorang akan merasa pernah berada dalam suatu kondisi sebelumnya dengan ingatan yang lebih detail seperti ingat akan suara ataupun bau.


3. Deja Senti
Deja Senti adalah fenomena “pernah merasakan” sesuatu. Suatu ketika kamu pernah merasakan sesuatu dan berkata “Oh iya saya ingat!” atau “Oh iya saya tahu!” namun satu dua menit kemudian sadar bahwa sebenarnya kamu tidak pernah berbicara apa pun.


4. Jamais Vu
Jamais Vu (tidak pernah melihat/mengalami) adalah kebalikan dari Deja Vu. Kalau Deja Vu mengingat hal-hal yang sebenarnya belum pernah dilakukan sebelumnya, Jamais Vu lain lagi. Tipe Deja Vu semacam ini justru tiba-tiba kehilangan memorinya dalam mengingat sesuatu hal yang pernah terjadi dalam diri. Hal ini bisa terjadi karena kelelahan otak.


5. Deja Visité

Deja Vu tipe ini lebih menitikberatkan pada ingatan seseorang akan sebuah tempat yang belum pernah ia datangi sebelumnya tapi merasa pernah merasa berada pada lokasi yang sama. Deja Visité berkaitan dengan tempat atau geografi.


Mengapa Deja Vu bisa terjadi?

Pertanyaan yang muncul kemudian adalah mengapa Deja Vu bisa terjadi? Jangan berpikiran bahwa ini adalah fenomena alam yang tidak mampu dijelaskan secara ilmiah karena para ilmuan telah menemukan jawaban akan fenomena yang ada dalam alam pikiran manusia tersebut.

Recognition Memory adalah sebuah jenis memori yang menyebabkan kita menyadari bahwa apa yang kita alami sekarang sebenarnya sudah pernah kita alami sebelumnya.

Otak kita berfluktuasi antara dua jenis Recognition Memory, yaitu
Recollection dan Familiarity. Kita menyebut sebuah ingatan sebagai Recollection (pengumpulan kembali) jika kita bisa menyebutkan dengan tepat seketika itu juga kapan situasi yang kita alami pernah muncul sebelumnya. Contoh, jika kita bertemu dengan seseorang di toko, maka dengan segera kita menyadari bahwa kita sudah pernah melihatnya sebelumnya di bus.

Sedangkan ingatan yang disebut Familiarity muncul ketika kita tidak bisa menyebut dengan pasti kapan kita melihat pria tersebut. Deja Vu adalah contoh Familiarity.


Selama terjadi Deja Vu, kita mengenali situasi yang sedang kita hadapi, namun kita tidak tahu dimana dan kapan kita pernah menghadapinya sebelumnya.


Percaya atau tidak, 60 sampai 70 persen manusia di bumi ini paling tidak pernah mengalami deja vu minimal sekali, apakah itu berupa pandangan, suara, rasa atau bau. Jadi, jika anda sering mengalami deja vu, jelas anda tidak sendirian di dunia ini.


Teori-Teori Deja Vu
Walaupun Emile Boirac sudah meneliti fenomena ini sejak tahun 1876, namun ia tidak pernah secara tuntas menyelesaikan penelitiannya. Karena itu, banyak peneliti telah mencoba untuk memahami fenomena ini sehingga akhirnya kita mendapatkan Paling tidak 40 teori yang berbeda mengenai deja vu, mulai dari peristiwa paranormal hingga gangguan syaraf.

Pada tulisan ini, tidak mungkin saya membahas 40 teori tersebut satu persatu. Jadi saya akan memilih beberapa teori yang saya anggap perlu diketahui. Pertama, saya akan mulai dari teori psikolog legendaris, Sigmund Freud. Tapi sebelum itu, saya ingin menunjukkan kepada Anda sebuah gambar yang sangat terkenal.


masih ingat kan Anda akan foto ilustrasi "Puncak gunung es" yang terkenal. Para ahli "otak" sering menggunakan ilustrasi di atas untuk menunjukkan seperti apa pikiran kita yang sebenarnya. Permukaan air adalah batas kesadaran kita. Pikiran Sadar kita adalah bongkahan yang muncul di atas permukaan laut. Sedangkan pikiran bawah sadar adalah bongkahan raksasa yang ada di dalam laut.


Menurut mereka, sesungguhnya sebagian besar informasi yang kita terima tersimpan di pikiran bawah sadar kita dan belum muncul ke permukaan. Hanya sebagian kecil dari informasi yang kita terima benar-benar kita ingat atau sadari. Prinsip ini adalah kunci penting untuk memahami Deja Vu.


Perhatian yang terpecah - teori ponsel
Seorang peneliti bernama Dr. Alan Brown pernah mengadakan eksperimen yang diharapkan bisa menciptakan ulang proses deja vu. Dalam percobaannya, ia dan rekannya Elizabeth Marsh memberikan sugesti subliminal kepada subjek penelitiannya.

Mereka menunjukkan sekumpulan foto yang menunjukkan lokasi-lokasi yang berbeda kepada sekelompok pelajar dengan maksud bertanya kepada mereka mana yang dianggap paling familiar bagi mereka. Dalam percobaan ini, semua pelajar yang diuji belum pernah mengunjungi lokasi-lokasi yang ada di foto tersebut.


Namun sebelum mereka menunjukkan foto-foto itu, terlebih dahulu mereka menayangkan sebagian foto itu di layar dengan kecepatan subliminal sekitar 10 sampai 20 milidetik. Kecepatan itu cukup bagi otak manusia untuk menyimpan informasi itu di bawah sadar, namun tidak cukup bagi para pelajar itu untuk menyadari dan menaruh perhatian padanya.


Dalam percobaan ini terbukti bahwa lokasi-lokasi pada foto-foto yang sudah ditayangkan dengan kecepatan subliminal dianggap paling familiar bagi para pelajar itu.


Eksperimen serupa pernah diadakan oleh Larry Jacobi dan Kevin Whitehouse dari Washington University. Bedanya, mereka menggunakan sekumpulan kata-kata, bukan foto. Namun hasil yang didapat sama dengan eksperimen Dr. Alan Brown.


Berdasarkan pada hasil eksperimennya, Dr. Alan Brown kemudian mengajukan sebuah teori yang disebut sebagai teori ponsel (atau perhatian yang terpecah).


Teori ini mengatakan bahwa ketika perhatian kita terpecah, maka, secara subliminal, otak kita akan menyimpan informasi mengenai kondisi di sekeliling kita namun tidak benar-benar menyadarinya. Ketika perhatian kita mulai fokus kembali, maka segala informasi mengenai sekeliling kita yang tersimpan secara subliminal akan "terpanggil" keluar sehingga kita merasa lebih familiar. Ini sama seperti bongkahan es di bawah permukaan air yang naik ke atas permukaan.


Contoh, jika kita memasuki sebuah rumah sambil ngobrol dengan orang lain, maka perhatian kita tidak akan terpaku kepada kondisi rumah itu, namun otak kita telah menyimpan informasi itu secara subliminal di bawah sadar. Ketika kita selesai ngobrol, pikiran kita mulai fokus dan informasi yang tersimpan di bawah sadar mulai muncul. Seketika itu juga kita mulai merasa familiar dengan rumah itu.


Jadi, berdasarkan teori ini, deja vu tidak berhubungan dengan kejadian di masa lalu yang telah berlangsung lama.


Memori dari sumber lain
Ada lagi teori yang lain. Teori ini percaya bahwa otak kita menyimpan banyak memori yang datang dari berbagai aspek kehidupan kita, seperti film yang kita tonton, gambar ataupun buku yang kita baca. Informasi-informasi ini kita simpan tanpa kita sadari. Sejalan dengan lewatnya waktu, maka ketika kita mengalami peristiwa yang mirip dengan informasi yang pernah kita simpan, maka memori yang tersimpan di bawah sadar kita akan bangkit kembali.

Contoh, sewaktu kecil, mungkin kita pernah menonton sebuah film yang memiliki adegan di sebuah tugu atau monumen. Ketika dewasa, kita mengunjungi tugu ini dan tiba-tiba kita merasa familiar walaupun kita tidak ingat dengan film tersebut.


Teori ini mirip dengan teori ponsel, tapi teori ini setuju bahwa deja vu berhubungan dengan kejadian yang telah berlangsung lama di masa lampau.


Teori Pemrosesan Ganda (visi yang tertunda)
Dalam banyak hal, teori-teori mengenai penyebab Deja Vu tidak berbeda jauh dari yang diajukan oleh Sigmund Freud. Namun seorang peneliti bernama Robert Efron berusaha melihat lebih jauh kedalam mekanisme otak, bukan sekedar pikiran sadar atau tidak sadar. Walaupun sangat teknikal, teori yang diajukannya dianggap sebagai salah satu teori Deja Vu terbaik yang pernah ada.

Teori Efron ini berhubungan dengan bagaimana cara otak kita menyimpan memori jangka panjang dan jangka pendek. Ia menguji teori ini pada tahun 1963 di rumah sakit Veteran Boston. Menurutnya, respon syaraf yang terlambat dapat menyebabkan deja vu. Hal ini disebabkan karena Informasi yang masuk ke pusat pemrosesan di otak melewati lebih dari satu jalur.


Efron menemukan bahwa
Lobus Temporal dari otak bagian kiri bertanggung jawab untuk mensortir informasi yang masuk. ia juga menemukan bahwa Lobus Temporal ini menerima informasi yang masuk dua kali dengan sedikit delay antara dua transmisi tersebut.

Informasi yang masuk pertama kali langsung menuju Lobus Temporal, sedangkan yang kedua kali mengambil jalan berputar melewati otak sebelah kanan terlebih dahulu.


Jika delay yang terjadi sedikit lebih lama dari biasanya, maka otak akan memberikan catatan waktu yang salah atas informasi tersebut dengan menganggap informasi tersebut sebagai memori masa lalu.


Tapi jika Anda bertanya mengenai pendapat saya, maka saya rasa Sigmund Freud telah memecahkan misterinya.


(Dari article mas Hendry Risjawan)

2011/11/07

Gnothi Seauton!


Judul tulisan ini diambil dari pepatah Yunani Kuno yang bermakna ‘kenali dirimu sendiri!’. Kalimat ini cukup terkenal di kalangan pembelajar filsafat, karena memang diajarkan oleh seorang filsuf, Socrates. Ini adalah pernyataan filosofis yang mengakar. Sebuah kalimat perintah yang bermakna sangat dalam bagi siapapun yang akan (sedang) melakukan perbaikan diri. Karena perbaikan diri akan berproses dengan baik manakala seseorang mengenal dirinya dengan baik pula. Untuk itulah, ‘mengenal’ diri sendiri adalah sebuah keniscayaan.

Dalam berkehidupan, pengetahuan yang luas akan kapasitas diri sendiri, akan menentukan seperti apa seseorang bersikap dan bertingkahlaku. Usaha-usaha terhadap perbaikan kualitas kehidupan terniscaya dimulai dari pengenalan diri sendiri. Imam al Ghazali pernah mengatakan bahwa  manusia yang paling dekat dengan dirimu adalah dirimu sendiri. Manusia yang paling membutuhkan perubahan adalah dirimu sendiri. Karena itulah dikatakan, jika Anda ingin mengubah dunia, maka mulailah dari diri Anda sendiri. Dalam konsep seperti inilah AA Gym (KH. Abdullah Gymnastiar) mengembangkan ‘teorinya’ dalam cara mengubah dunia dengan 3M yang terkenal itu: Mulai dari diri sendiri; Mulai dari hal-hal yang kecil; Mulailah saat ini. Tapi tulisan ini bukanlah untuk mengulas 3M tersebut. Hanya fokus pada ‘pengenalan’ diri sendiri saja.

Kenapa mengenali diri sendiri itu penting? Karena dalam usaha mengenali diri sendiri akan ada proses dialog internal. Disana akan diajukan beberapa pertanyaan berikut ini: Siapa saya? Apa peran saya? Kapan saya akan menggapai sasaran saya? Apakah alasan keberadaan saya? Apa yang sedang saya kerjakan? Apa manfaat saya bagi orang disekitar saya? Keahlian dan kehebatan apa yang saya miliki? Dan lain sebagainya.

Selanjutnya, dalam proses dialog internal itu akan (perlu) ada pertanyaan-pertanyaan berikut ini: Apakah yang saya berikan untuk diri saya? Apakah yang saya berikan untuk keluarga saya? Untuk lingkungan sekitar saya? Untuk tanah air saya? Untuk agama saya? Untuk seluruh umat manusia? Dan akhirnya bisa jadi kita (mungkin) menyadari, wow, ternyata belum mengenal diri sendiri.

Para pembaca sekalian mungkin juga akan mengajukan pertanyaan-pertanyaan lain yang semakna, dan itu pasti akan banyak sekali. Ketahuilah bahwa itu bukan sembarang pertanyaan. Ia tidak muncul begitu saja dan tiba-tiba, namun merupakan hal-hal yang nyata dan terjadi di depan mata.

Pertanyaan-pertanyaan di atas akan membuat seseorang sibuk dalam mengurus dirinya sendiri. Sibuk dengan kesalahan dan kekeliruan yang pernah dilakukan. Ia akan sibuk dalam berusaha menjawab pertanyaan di atas dengan jawaban (tindakan) yang mengarah pada perbaikan diri. 

Orang yang senantiasa melakukan dialog internal dalam dirinya dan melakukan tindakan-tindakan positif untuk menjawabnya, pasti akan terhindar dari kesibukan mencari kesalahan orang lain. Dan ini sudah merupakan ‘amalan yang soleh.

Berdasarkan pada penjelasan singkat di atas maka ditarik kesimpulan bahwa makna dari gnothi seauton sesungguhnya bukan makna literal saja; kenali dirimu sendiri. Tapi lebih luas dari itu, ia menuntun kita –setelah mengenal diri- ke arah memperbaiki diri, dan seiring dengan itu akan berkontribusi dalam memperbaiki kehidupan dunia. InsyaAllah.

Bandung, 07 November 2011, 06:30 AM
dimuat juga di: http://hminews.com/news/gnothi-seauton/

2011/11/03

'Mandi dan Motivasi'

Zig Ziglar, motivator kenamaan masa kini yang juga penulis buku best seller dunia ‘See You at the Top’, menyebutkan bahwa kebutuhan manusia akan motivasi seperti kita butuhkan mandi. Ya, memang seperti itulah analogi sederhananya. 

Kebutuhan terhadap motivasi disamakan dengan kebutuhan terhadap mandi? Artinya, jika waktu mandi terakhir yang kita lakukan sudah cukup lama, pasti muncul rasa yang tidak nyaman di tubuh. Jika sudah tidak lama melakukan kegiatan ‘mandi’, badan bisa gatal-gatal. Perasaan terasa mengantuk terus. Tidak segar, dll. Pada saat seperti itulah kita perlu mandi. Sehingga mandi tidak hanya kewajiban di waktu pagi dan sore, mau berangkat kerja dan pulang kerja, atau pada saat mau berangkat sekolah bagi para pelajar saja, tapi mandi sudah menjadi kebutuhan.  Sehingga jika tidak melakukannya akan merugikan diri sendiri. 

Karena mandi adalah kebutuhan tubuh (diri), maka kita akan berusaha untuk memenuhinya. Pemenuhan kebutuhan adalah sesuatu yang selalu diperjuangkan. Apapun bentuk kebutuhannya, manusia akan terus berupaya memenuhinya. 

Demikian juga lah kebutuhan kita terhadap motivasi. Harus dipenuhi. Supaya kita bisa bersemangat untuk memenuhi kebutuhan terhadap motivasi tersebut, kita harus terlebih dahulu menerima paradigma Zig Ziglar di atas. Cara pandang yang meyakini bahwa manusia membutuhkan motivasi yang sering, konsisten dan berketerusan.

Karena sebagai manusia, kondisi hati kita sangat terpengaruhi oleh kejadian, peristiwa, dan kondisi sekitar. Sehingga level motivasi pun sangat punya keterkaitan dengan suasana hati tersebut. Hal ini berlaku umum. Terjadi kepada siapapun. Dengan demikian, agar motivasi tingkat tinggi agar terus terjaga ditengah ‘gempuran’ keadaan sekitar, maka kita butuh akan ‘mandi’ motivasi. Jika tidak segera ‘mandi’ motivasi’, maka hati, perasaan, dan motivasi akan terasa tidak nyaman, gatal-gatal dan tidak segar. Kebutuhan ini bukan hanya berlaku bagi masyarakat umum. Bahkan seorang motivator pun harus selalu berupaya melakukan kegiatan-kegiatan untuk pemenuhan kebutuhan terhadap motivasi tersebut.  

Penulis buku The Courage to Succeed: Menjadikan Hidup Sebagai Mahakarya, Ruben Gonzalez, yang juga atlet seluncur es peraih medali emas di Olimpiade 1984, menyampaikan poin-poin berikut ini yang menurut saya bisa membantu kita untuk bisa terus termotivasi. Ruben menjelaskan bahwa untuk mengubah catatan motivasi dan inpirasi di bukunya menjadi perilaku yang positif dan penuh motivasi dalam setiap kegiatan yang kita lakukan sehari-hari maka perlu melakukan beberapa hal berikut. 

1.       Baca buku, kalimat, ungkapan, dan frasa-frasa motivasi berkali-kali.
2.       Garisbawahi dan buatlah catatan terhadap kalimat motivasi tersebut.
3.       Baca ulang kalimat-kalimat yang telah digarisbawahi dan warnai.
4.       Terapkan segera materi yang kita pelajari.
5.       Prioritaskan apa yang hendak kita pelajari.
6.       (Ini poin tambahan dari saya), meniru ungkapan Sunan Kali Jaga dalam Tombo Ati-nya: Bergaullah dengan orang-orang soleh (baca: motivator)J.

Dengan menerapkan keenam poin di atas secara konsisten, insyaAllah kebutuhan kita terhadap motivasi tetap bisa terpenuhi.

Semoga berguna.

Bandung, 3 November 2011, 16:43:00
Dimuat juga di: http://hminews.com/news/mandi-dan-motivasi/