“Kamu ngeh gak
sih kalau umr (upah minimum regional) itu sama dengan penjajahan yang harus dihapus
oleh ketentuan alinea pertama Pembukaan UUD’45? Bagaimana kita bisa selamat
dan sentosa seperti yang dijanjikan oleh paragraf selanjutnya? Kalau
kebutuhan hidup kita hanya disuplay dengan standar minim bukan oleh standar
layak seperti yang dijanjikan dalam konstitusi? Terang saja minim jugalah
kemampuan otak dan hati bangsa ini: para akar rumput sampai kepada Beye menuntut kenaikan gaji” celoteh
Rusdi seorang wartawan sambil bergaya plesetan
menunjuk ke kepalanya sendiri lalu telunjuknya diarahkan ke
dada kami satu persatu.
”Hahahaaa” terbahak Kartini dan kawan seprofesi yang
ada disitu.
”Tidak terlalu
heran jika index pembangunan manusia Indonesia tahun ini makin merosot ke
posisi 124 dari sebelumnya urutan 111 sudah berada dibawah Palestina
yang menempati urutan ke 97” lanjut Rusdi dengan suara makin rendah...
”Ayo serbu makan sebuanyaknya
agar bisa bekerja optimal ” Sambil terus cekikian para kuli tinta itu menuju
deretan tata meja sangat menawan ada berbagai aneka kue kecil,
makanan-minuman dan bunga-bunga rangkaian berukuran besar. Di salah satu
ruang hotel berbintang lima saat break makan
siang meliput seminar ekonomi tentang proyeksi ekonomi Indonesia 2012
”Ekonomi Indonesia ’Megap-Megap’ Bukan Akibat Krisis Ekonomi di EU-AS
Melainkan...”
Malamnya dibilik sewaan ditempat tidur Kartini
berguling ke kanan-kekiri tangannya menyapu peluh yang mulai mengganggu
tidurnya. Dia beranjak meraih kipas angin kecil didekatnya diarahkan ke wajah
sekalian mengusir denging suara nyamuk dari telinga. Kantuk dan udara
panas silih berganti menyerang, Kartini bangun lalu duduk dipinggiran dipan.
Diusap keringat yang membasahi anak-anak rambut disepanjang dahi dan leher,
tercium bau apek tubuh dan bau keringat dari bantalnya. Ketika isaknya
terdengar kedua tangan berpindah menyusuti air berlinangan dari kedua sudut
matanya.
”Ooh betapa miskinnya ternyata hidupku ini menjadi
rakyat di negara Republik Infrastruktur (RI). Sejak merdeka kepala negara RI
rupanya hanya tahu membangun gedung-gedung dan jalan-jalan ketimbang
membangun rakyat seperti aku ini” Matanya menyapu keseluruh ruang tempat
tinggalnya, ”Kandang untuk binatang kesayangan para elit yang sering
kuwawancarai jauh lebih baik kondisinya ketimbang tempat indekosku” Kartini
membatin.
Kartini adalah generasi era reformasi, tentang era
orla dan era orba dia hanya tahu dari ”katanya”. Nama yang melekat pada dirinya memberi andil
sangat besar kepada pengembangan intelektualnya. Nama itu telah mendorong
keinginan tahu Kartini tentang cita-cita Raden Ajeng (RA) Kartini Pahlawan
Pergerakan Nasional dengan Surat Keputusan Presiden RI No 108/ Thn 1964 Tgl 2
Mei. Kiat RA Kartini, ”jika ingin memajukan bangsa kuncinya adalah para ibu
mesti menjadi pembangun karakter anak-anak bangsa sejak dini di rumah. Sedangkan
sekolah hanya bertugas mencerdaskan anak-anak itu”
Terngiang lagi suara Rusdi, “Kamu ngeh gak sih kalau umr (upah minimum
regional) itu sama dengan penjajahan?”
Isak makin memilukan menyuarakan batin Kartini.
Klop! ucapan Rusdi dan uu negara itu
mengukuhkan uneg-uneg ketidak adilan yang sering menerobos lalu menimbulkan
rasa sakit dalam dada Kartini, tentang perampokan hak-hak hidupnya secara
konstitusional yang betul-betul baru disadari kemarin siang.
”Harus tetap smangat...”
gerutunya menguatkan diri.
Tentang dirinya dia menulis dalam buku harian
demikian:
Kedua orang tuaku tidak memiliki alasan lebih
penting kecuali Raden Ajeng (RA) Kartini Pahlawan Pergerakan Nasional
Indonesia adalah Puteri Bupati Jepara, kabupaten asal kami. Maka beliau
berdua memberi nama aku: Kartini. Setiap tanggal 21 April perayaan Hari
Kartini aku ”sangat sangat sangat” bergembira bahkan merasakan seakan-akan
hari itu adalah hari jadiku. Nama ”Kartini” disebut dimana-mana oleh
murid-murid sekolah dasar hingga pidato Presiden Republik Indonesia.
Seluruh cerita,
berita dan tulisan yang mengulas tentang Kartini banyak yang kubaca.
Ketika aku tersandung gundah-gulana surat-surat RA Kartini dalam kumpulan
buku Habis Gelap Terbitlah Terang terjemahan Armijn Pane adalah sahabat
pelipur lara kubaca di depan cermin bak pembaca sajak ternama.
” Ingin benar
hati saya berkenalan dengan seorang ”anak gadis modern” gadis yang berani,
yang sanggup tegak sendiri, gadis yang saya sukai dengan hati jantung saya,
anak gadis yang melalui jalan hidupnya dengan langkah yang tangkas, dengan
riang suka hati, tetap gembira dan asyik, yang berdaya upaya bukan hanya
untuk keselamatan bahagia dirinya sendiri saja, melainkan juga untuk
mesyarakat yang luas besar itu, yang ikhtiarnya pun akan membawakan bahagia
kepada banyak sesamanya manusia. Bernyala-nyala hati saya, gembira akan zaman
baru... ” surat RA Kartini
kepada Nona Zeehandelaar, Jepara tertanggal 25 Mei 1899.
Dan aku akan segera menjawab, ” Aku! Aku! Akulah
gadis itu, Ibuuu....”
Dari surat-surat beliau yang dibukukan dalam buku
Habis Gelap Terbitlah Terang aku mengetahui bahwa kebobrokan moral: gila
hormat, berkuasa, perselingkuhan, minuman keras dan candu. Saat ini populer
dengan tebar pesona, kkn, selingkuh, miras dan narkoba sudah mewabah dalam
era kehidupan RA Kartini.
Sebelum aku belajar psikologi aku sudah tahu dari
surat-surat Ibuku itu bahwa kebobrokan itu datangnya dari para pemilik rahim
yaitu kaum ibu yang tidak melaksanakan masa emas 3 tahun pertama kehidupan
putra-putrinya : Perempuanlah yang
menaburkan bibit rasa kebaktian dan kejahatan yang pertama-tama sekali dalam
hati sanubari manusia; rasa kebaktian dan kejahatan itu kebanyakannya
tetaplah ada pada manusia itu selama hidupnya.
Sekolah mencerdaskan pikiran
sedang kehidupan di rumah tangga membentuk watak anak itu!”
Ibulah yang jadi pusat kehidupan
rumah tangga , dan kepada ibu itulah dipertanggungkan kewajiban pendidikan
anak-anak yang berat itu: yaitu bagian pendidikan yang membentuk budinya.
Berilah anak-anak gadis itu pendidikan yang sempurna jagalah agar ia cakap
kelak memikul kewajiban yang berat itu. (Kepada Tn Anton dan Nyonya, 14 Okt
1902)
Di negeri ini ada dimanakah pendidikan yang dimaksud
oleh Ibuku itu dan ada dimanakah sekolah seperti gagasan para Founding
Mothers yang lain?
Organisasi PIKAT: Percintaan Ibu Kepada Anak
Turunannya gagasan Maria Walanda Maramis Pahlawan Pergerakan Nasional SK
Presiden RI No 012/TK/Tahun 1969, Tgl 20 Mei 1969 membangun sekolah-sekolah
putri tersebar dari Kema kota pelabuhan kecil di Sulawesi Utara hingga ke
Sangir Talaud, Gorontalo, Poso, Ujungpandang, Balikpapan, Sangu-Sangu,
Kotaraja, Jakarta, Bogor, Malang, Surabaya, Bandung, Cimahi , Magelang.
Begitu juga sekolah Keutamaan Istri berdiri tahun
1904 di Bandung menyebar ke Garut, Tasikmalaya, Purwakarta dan ke kota-kota
lain gagasan dari Raden Dewi Sartika Pahlawan Pergerakan Nasional SK Presiden
RI No 252/Thn 1966, Tgl 1 Des 1966.
Menjelang subuh hawa dingin menyelinap menidurkan
mata sembab Kartini. Dia tak bergeming meskipun kemudian suara adzan
bersahut-sahutan dari mesjid dan surau di kawasan padat di sekitar tempat
tinggalnya disusul suara ribut induk semang dan para penghuni rumah kos
saling menyerobot masuk ke kakus dan ke kamar mandi.
Baru ketika hawa panas menerobos masuk sekitar pukul
9 pagi, Kartini menggeliat tangannya mengusapi peluh dan terbangun untuk
merasakan lagi kehidupan miskin membentang didepannya dan harus diarungi.
Jika tak pandai-pandai menjaga diri penyakit hepatitis yang menunjuk
Indonesia diperingkat ke 3 dan penyakit tbc diurutan ke 5 dunia siap melahap
tubuh kekar Kartini.
Dalam catatan buku harian Kartini, tentang
Presiden Soekarno yang mengukuhkan RA Kartini menjadi Pahlawan Pergerakan
Nasional RI, dia menuliskan begini: Aku sangat kagum kepada Presiden Pertama
RI yang telah mengangkat Ibuku menjadi Pahlawan Nasional.
Sekaligus aku merasa iba terhadap Presiden Soekarno
sebagai seorang pejuang gigih sekaligus Bapak Proklamator,
jangan-jangan keputusannya menikah dengan banyak wanita berbagai usia: wanita
dari kalangan politisi, akademik sampai dengan menikahi wanita Jepang yang
dikabarkan pekerja kelab malam. Adalah usahanya dalam menemukan sosok istri
seperti RA Kartini yang memiliki cita-cita menjadi ibu yang cakap dan
berpikiran: peradaban dan kepintarannya
pasti akan diturunkannya kepada anak-anaknya; anak-anaknya perempuan yang
akan menjadi ibu pula, anak-anaknya laki-laki yang akhir kelaknya mesti
menjadi penjaga kepentingan bangsanya. Kpd Tuan Anton dan Nyonya 4 Okt 1902.
Pemerintahannya berakhir dengan kudeta melengserkan
dia, wafat mengenaskan akibat puluhan tahun tak menemukan Ibu Bangsa yang
sanggup mengimbangi tugas-tugas membangun bangsa Indonesia.
Dalam kliping pidato Presiden Soeharto di Hari Ibu
setiap tanggal 22 Des, jelas sekali bahwa Presiden mewanti-wanti bahwa,
fungsi ibu terhadap pendidikan anak-anak tidak bisa digantikan oleh siapapun!
Dalam pemerintahan orde baru jugalah UU Pernikahan RI No 1 Thn 1974 disahkan.
Namun dalam pemerintahan orde baru itulah Sekolah Guru Kepandaian Putri
(SGKP) termasuk kurikulum budi pekerti dihapuskan. Ini kan kebijakan yang
bertolak belakang dengan Hak-Kewajiban dalam Pasal 24 (2) Isteri wajib
mengatur urusan rumah-tangga sebaik-baiknya....
Idem ditto dengan Presiden RI pertama. Presiden RI
kedua hidupnya berakhir dengan tragis, beramai-ramai diturunkan oleh rakyat
dari jabatan Presiden. Bahkan setelah wafat pun masih tetap dituntut
pertanggung jawaban dengan tuduhan memiskinkan rakyat. Saya percaya ini
adalah akibat istrinya Ibu Tien Soeharto, ketimbang menjabarkan
jurus-jurus membangun keluarga khususnya hubungan ibu dan anak, beliau
populer dengan sebutan Ibu ”Ten Persen” dituduh memperoleh komisi dari
pemenangan proyek-proyek nasional sebesar 10%.
Lalu bagaimana dengan istri-istri presiden
eraku, era Reformasi? Khususnya Istri Presiden SBY yang berhasil memasuki
periode kedua pemerintahan? Hampir seluruh media di Indonesia mengutip
bocoran Wikileaks tentang istri Presiden RI, Ibu Ani Yudhoyono menjadi:
broker proyek nasional memperkaya keluarganya....
Aku yakin ibuku adalah arif-bijaksana jika dia yang
menjadi ibu negara pasti
keterpurukan moral dan terhambatnya etos kerja rakyat tak seburuk seperti
saat ini. Ibu
berbicara banyak kepada kami putra-putrinya.
Termasuk komentar-komentarnya ketika melihat
kekerasan orang tua terhadap anak di sinetron-sinetron ditelevisi. Ibu bilang
bahwa anak-anak tidak mengerti kondisi orang tua, seharusnya orang tualah
yang menyesuaikan diri terhadap anak-anak. Dalam kondisi apapun orang tua harus
memberikan rasa aman dan nyaman. Dengan demikian mudah mengarahkan anak-anak
kepada tata susila dan mengikuti keteladanan sehari-hari yang dicontohkan
oleh kedua orang tua itu sendiri.
Hatiku merasa tentram kepada ibu dan bapak yang
lebih mengkritisi perilaku para orang tua segenerasinya dan tidak menyalahkan
kami generasi muda.
Tampaknya Ibu Negara dan para istri menteri belum
membaca kumpulan surat-surat Pahlawan Pergerakan Nasional RA Kartini dalam
buku Habis Gelap Terbitlah Terang. Belum mengetahui sejaran perjalanan para
Founding Mothers. Sekaligus tidak menyimak pengalaman pahit para pendahulu.
Jelas sekali dari aktivitasnya sebagai Ibu Masyarakat dan Ibu Bangsa tidak
mencerminkan bahwa mereka telah melaksanakan tugas-tugas keibuannya dengan
baik terhadap putra-putrinya sendiri. Oleh sebab itu mereka tidak mampu
memberikan nilai tambah kepada pembangunan generasi muda yang lahir dari
setiap rahim para ibu Indonesia.
Kartini memasang helem di kepala bersama motornya
meluncur ke Kantor Menteri Negara Perumahan Rakyat di Kebayoran Baru.
Sebetulnya dia enggan datang ke diskusi ahli tentang permukiman seperti ini,
sangat membosankan. Sementara jumlah orang tak berumah makin banyak.
Pertemuan semacam ini tidak ada yang baru kecuali membahas teknis teknis dan teknis
lagi. Dan yang paling menjengkelkan tak jarang diselipkan tawa-tawa terkekeh:
perumahan sebagai sarana-prasarana domestik tempat pendidikan keluarga,
persemaian budaya dan pembangunan jati diri bangsa di pelesetkan kepada rumah kedua untuk
menyimpan istri-istri muda.
”Salamualaikum” sapa pria muda bergegas
menghampiri Kartini.
Tentang pria muda itu Kartini menulis begini: mas
Heru meminta kepastian tahun ini orang tuanya ingin melamar aku. Tapi aku
belum menjawab, menikah berarti mewujudkan cita-cita Ibuku: ”Ibu Kita
Kartini”
”Menikah itu
asalnya memang suruhan Tuhan dan menjadi tujuan hidup yang semurni-murninya”
begitu isi suratnya kepada Ny Van Koln Agts 1901.
Aku harus dapat menjamin bahwa anak-anak yang akan
kulahirkan mempunyai kehidupan dan masa depan bagus. Memimpin hati anak-anak.
Membentuk watak anak-anak. Mencerdaskan otak muda. Aku harus menjadi
ibu yang cakap dan berpikiran, Indonesia pasti mendapat pekerja yang
cakap memajukannya! Kecerdasan dan kepintaranku harus kuturunkan kepada
anak-anakku. Anak-anak kami yang perempuan harus menjadi ibu pula. Dan
anak-anak kami yang laki-laki mesti menjadi penjaga kepentingan bangsa ini.
Aku sayang mas Heru aku cinta dia. Namun kepastian
tentang jaminan kehidupan baik untuk anak-anak kami itu kulihat belum
dimiliki oleh mas Heru. Jika tahun depan kami menikah tak mungkin aku bisa
melakukan semua cita-citaku itu. Aku harus berhenti bekerja dan harus menjadi
ibu. Masalah berhenti bekerja inipun belum kami bicarakan dan tidak ada
tanda-tanda mas Heru akan memulai pembicaraan itu.
Sebagai sarjana dan wartawan politik, kekasihku ini,
secara tidak dia sadari beretorika terus di depanku. Bahwa bekerja menjadi
wartawan adalah proses menuju cita-citanya menjadi Bupati di kampung halaman
dan bla bla blaaa...
Meskipun sudah berusaha kugiring kepada pembicaraan:
bagaimanakah ”bentuk ” keluarga kami dalam sepuluh tahun pertama tugasku
menjadi ibu dari anak-anak yang lahir nanti? tetap saja mas Heru belum
mengerti.
Upah minimum regional DKI hanya sekitar Rp 1.290
juta per bulan plus- plus
sampai ditangan hampir Rp 2 juta seperti yang kuterima sekarang. Ngekos di daerah padat penduduk seperti
yang kutempati saat ini dekat dengan kantor agak ngirit ditranspor satu kamar tidur dengan satu dipan dan
satu lemari sebulan sewanya sudah Rp 500 ribu. Sebagai pegawai tetap gaji mas
Heru bisa lebih tinggi dikit dari
yang kuterima tetapi pasti tidak mencukupi jika kami jadi berkeluarga.
Yang jelas aku tak mau mengulang-ulang kesalahan
generasi sebelum aku, aku tidak akan mau hidup bersama di rumah orang tua mas
Heru, maupun tinggal bersama di rumah ayah-ibuku.
Saat ini aku juga masih harus mengirim uang ke
Jepara setiap bulan Rp 300 ribu kadangkala ya
Rp 200 ribu saja untuk ayah dan ibu untuk bersuka ria disetiap akhir
minggu. Tak terbayang perihnya hati ini apabila kiriman itu mesti
berhenti...
Dan tak terbayang pula hancurnya hatiku ini apabila
nanti melihat wajah muram mas Heru ketika menjadi suamiku, akibat tak dapat
memberikan kehidupan lebih baik dari yang kujalani saat ini. Atau
bahkan rontok idealisme lalu menjadi wartawan amplop. ”Hanya yang halal saja
yang boleh menghidupi kami!” jerit Kartini mengenyahkan bayangan yang tak
dikehendaki dari benaknya.
Kartini dan Heru memasuki ruang seminar, seperti
biasa sepi yang hadir ya orang itu-itu saja.
” Bangunan pisik permukiman yang selaras dengan
dinamika sosial dan bermula di permukiman apartemen sewa terpadu pembangun
karakter bangsa sejak dini untuk para keluarga muda yang dibangun oleh
pemerintah Jepang. Adalah penangkal terjadinya ”urban bias” di kota-kota dan
kehidupan masyarakat desa di Jepang. Tokyo berpenduduk 30 juta pada siang
hari, disiplin dapat diterapkan.
Singkatnya: tata manusia menentukan tata ruang dan
tata kota, adalah dasar meningkatnya pendapatan perkapita berstandar
akademik-universal. Inilah kunci sukses pemerintah Jepang Moderen paska PD II
menjadi bangsa tersejahtera dan memiliki harapan hidup terlama dunia survei
PBB thn 2000-2011 berturut-turut” pemakalah mengakhiri paparannya dilayar
meninggalkan gambar permukiman apartemen dikelilingi oleh pohon-pohon bunga
sakura sedang bermekaran.
” Terima kasih Bu presentasinya sangat inspiratif .
Pertanyaan saya Bu, dari mana kita bisa segera memulai membangun permukiman
inovatif untuk generasi muda seperti itu sesegera mungkin? Sementara jumlah
rumah standar lokal setiap tahun yang tidak berhasil dibangun oleh pemerintah
hingga saat ini jumlahnya sudah lebih 14 jutaan, Bu. Terima kasih ”
” Terima kasih. Indonesia membutuhkan dana
pembangunan lebih besar dari pembangunan permukiman ini sendiri, Pak.
Mengingat KSNPP-kebijakan strategi nasional perumahan dan permukiman- RI Thn
2000-2020 yang sudah kita semua ketahui bahwa tempat tinggal adalah: pusat
pendidikan keluarga, persemaian budaya dan pemantapan jati diri bangsa.
Berarti pendidikan dan budaya yang harus disemaikan sejak dini dari dalam
rumah untuk generasi orang tua baru dan generasi putra-putrinya, termasuk
pula pemerintah harus memenuhi kebutuhan manusia yang sama urgensinya untuk
disemaikan budayanya sejak dini yaitu: sandang, pangan, lingkungan hidup,
pendidikan-kesra dan keamanan nasional.
”Menteri Negara Perumahan Rakyat dalam kondisi
darurat harus segera menyampaikan kepada Presiden RI
segera bertindak tegas dan segera menentukan haluan kebijakan luar negeri
bebas aktif mewujudkan pembangunan holistik nasional-global melalui entry
dari pembangunan permukiman.
Mutlak! RI harus bekerja sama berdasarkan kepada
patnership-stategis untuk memperoleh pendanaan, alih ilmu pengetahuan saintek
dan membangun industri nasional-global sekaligus kepastian pasar luar negeri
menerima produk-produk Indonesia .
Silakan
pilih berpatnership-strategis dengan AS, Rusia atau Cina kah?
Berparnership-stategis dengan AS bisa hidup antara
lain layaknya rakyat Jepang, Korea Selatan, Taiwán dan Singapura. Dengan Rusia bisa hidup layaknya rakyat
Kuba dan berstrategis partnership dengan Cina bisa hidup layaknya kehidupan
di Korea Utara”
“Apabila tetap memilih kerja sama
patnership-komprehensif dengan banyak bangsa dengan kiat diplomasi Indonesia
saat ini: Thousands Friends Zero Enemy, kondisinya akan terus seperti ini. Hanya dapat pertemanan
saja, tidak ada kepastian kerja-sama membangun secara win-win solution.
Liberalisasi yang diberlakukan saat ini mulai tampak datanya lebih banyak
menguntungkan our
friends ”
“ Luar biasa, Karti. Aku perlu wawancara, dia
mengerti sekali pembangunan mikro sampai makro” tiba-tiba Heru seperti
meloncat dari kursi bergegas ke depan.
Kartini agak tidak mengerti paparan tentang kerja
sama patnership-komprehensif dan partnership-strategis semacam bahasa politik
yang sering diucapkan oleh Heru. Tapi dia merasa ada kelegaan semoga bangunan
permukiman apartemen sewa terpadu yang gambarnya masih terpampang di layar
paparan juga menarik perhatian Heru si bakal calon Bupati masa depan #
Sebuah fiksi- cerpen oleh: Anni Iwasaki
---
Mengucapkan Selamat Hari Ibu 22 Desember 2011
Add FB: anni
iwasaki; twitter: @anni_iwasaki; search google: anni iwasaki or pusjuki.