"Mulai dengan Bismillah, Luruskan Niat. Allah Maha Melihat!"


2012/01/02

From Bandung to Tidung Island (part 2)

Inilah 'Jembatan Cinta' penghubung pulau Tidung Besar dan Tidung kecil. Panjangnya sekira 800 meter dan telah menjadi ikon wisata pulau ini.
Karena telah menjadi ikon, maka tak lengkap rasanya bila tidak berfoto ria di atas 'Jembatan Cinta'.
Dari atas jembatan juga bisa digunakan untuk lokasi loncat indah. Khusus bagi yang bernyali ya.. hehehe
Laut yang tenang dan bersih di bibir pantai Tidung besar.
Jembatan cinta di malam hari, indah dan terang dengan aneka lampu.
Bagi rombongan yang dipandu oleh event organizer, akan mengikuti acara barbeque di lapangan dengan menu hidangan laut khas Tidung....... To be continued to From Bandung to Tidung Island (part 3)

From Bandung to Tidung Island (part 1)


Tanggal 31 Desember 2011 dan 1 Januari 2012 kemarin yang juga bertepatan dengan momen pergantian tahun masehi, kami keluarga besar dari Malabar 37, lokasi alamat kantor kami (Contact Center Telkomsel Bandung, PT. Indomedia Nusantara), mengadakan perjalanan wisata ke pulau Tidung di kepulauan Seribu. Ada banyak hal yang kami alami di sepanjang perjalanan dari Bandung menuju lokasi yang bisa menjadi cerita menarik untuk dituliskan. Namun, karena belum sempat menuliskan artikelnya terkait tempat wisata yang baru dibuka 3 tahun tersebut, berikut ini saya bagikan dulu beberapa foto dari sana.

Enjoy it guys…
Salam eksplor Indonesia!
Jam 6 pagi kapal segera berangkat dari pelabuhan Muara Angke. Kami diantar dengan senyuman pelangi di atas TPI Muara Angke.. Subhanallah Indahnya..
Berdesakan dan berebut masuk ke kapal motor karena hanya ada dua kali perjalanan seharinya. Yaitu pukul 6 pagi dan 12 siang.
Kapal yang kami tumpangi (KM Bisma 2) terpaksa merapat terlebih dahulu di balik sebuah pulau untuk menghindari terjangan ombak yang besar. Tampak beberapa kapal lain juga melakukan hal yang sama. Setelah 1 jam 'berlindung' perjalanan dilanjutkan kembali.
Inilah gerbang alias pintu masuk ke pulau Tidung via dermaga Radja Pandita. Gerbang bertuliskan 'Tidung, keep it clean'
Dari Muara Angke 'diantar' oleh pelangi, di Tidung 'disambut' oleh pelangi lagi. Subhanallah indah sekali...
Berpose dulu di depan homestay sebelum acara 'snorkling' di dekat pulau Tidung kecil
Berjalan dari homestay menuju pelabuhan kapal-kapal tradisional menyusuri jalan-jalan kecil di antara rumah penduduk.
Pose lagi, sesaat sebelum naik kapal tradisional menuju lokasi snorkling (Saya paling kanan, jongkok, in black glasess :))
Dengan mengikuti standar keselamatan, anak kecil juga diizinkan ke lokasi snorkling
Mulai turun untuk snorkling... To be continued to 'From Bandung to Tidung Island (part 2)'

2011/12/25

Fenomena Pejabat Mengundurkan Diri

 
Doc: m.salingsilang.com
Terkait dengan judul tulisan ini, kalau mendengar berita dari Negara Jepang sepertinya sudah tidak asing lagi. Jika perdana menteri atau pejabat lainnya di Negara itu sudah merasa tidak mampu memegang amanat yang diembannya, maka dengan sikap ksatria pasti mereka mengundurkan diri dari posisinya. Pada saat mengundurkan diri pun, mereka masih dengan bersikap ‘jantan’ berbicara di depan publik (media) dan menyampaikan alasan pengunduran dirinya. Sehingga, publik bisa paham dengan keputusan si pejabat, dan pada akhirnya akan membawa suasana yang kondusif terhadap pejabat baru dan organisasi yang ditinggalkannya itu. Tidak ada sak wasangka dibalik itu. Semuanya dibuat terang benderang.

Fenomena tersebut tentu saja sangat bertolak belakang dengan sikap yang diambil oleh para pejabat di negeri kita, Indonesia. Meskipun sudah dirundung berbagai masalah, krisis kepercayaan dari public (rakyat), atau sudah dianggap tidak capable lagi, pejabat kita tampaknya lebih memilih bersikukuh mempertahankan jabatannya, daripada mempertimbangkan kebaikan organisasinya. Malah kalau bisa, menjabat terus seumur hidup dengan cara apapun yang masih bisa dilakukan, meskipun terkadang statusnya sudah tersangka (untuk beberapa kasus dugaan korupsi).

Semangat mempertahankan jabatan ini sudah begitu membudayanya di diri pejabat-pejabat kita. Hampir tidak pernah kita dengar sekalipun ada pejabat yang mundur dari posisinya sebagai bentuk tanggung jawab moral atas suatu masalah yang sedang terjadi dan melibatkan dirinya.

Sebut saja misalnya, Menteri perhubungan di masa pemerintahan SBY-JK dulu. Entah berapa kali terjadi musibah transportasi nasional yang merenggut nyawa yang tidak sedikit. Tapi tetap saja pak menteri itu bersikukuh dengan jabatannya. Atau Menteri Pemuda dan Olahraga yang tidak pernah berhasil membawa olahraga prestasi Indonesia ke posisi yang lebih pantas. Atau menteri perumahan rakyat yang masih belum berhasil juga mewujudkan cita-cita papan nasional. Atau menteri Pendidikan Nasional yang benar-benar belum berhasil mewujudkan akses pendidikan gratis bagi warganya. Atau bahkan Presiden dan para anggota kabinet lainnya yang belum bisa juga mewujudkan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Namun, tampaknya zaman memang sudah berubah. Sekira empat bulan yang lalu, kita dikejutkan dengan berita pengunduran diri seorang pejabat. Dia adalah wakil bupati kabupaten Garut, Dicky Chandra. Pejabat yang juga seorang selebritis nasional itu menyebutkan alasannya bahwa, "Karena saya tidak mampu membantu Bupati. Saya terlalu banyak kelemahan, dari sisi pengalaman saya juga kurang. Kalau bicara tidak sejalan," kata Dicky Chandra usai bertemu Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan di rumah dinas Gubernur, Gedung Pakuan Bandung, Jawa Barat, Rabu 7 September 2011 (linked news)

Orang awam sekalipun, ketika melihat Dicky Chandra menyampaikan kalimat tersebut di hadapan media, bisa menyimpukan bahwa ‘pasti’ ada sebab lain. Di raut muka Dicky Chandra memang terlihat seperti ada beban yang berat. Bahkan pada beberapa saat, Dicky Chandra terlihat menangis dengan keputusannya itu. Tapi, tentu bukan hal yang baik bagi kita (masyarakat) untuk menduga-duga apa yang sebenarnya terjadi. Biarlah ia menjadi tetap misteri. Disinilah bedanya dengan apa yang sering terjadi di Jepang sana seperti disebutkan di awal tulisan ini. Karena penyebab pengunduran Dicky Chandra ini masih sangat tidak jelas, maka ada banyak tanya yang muncul di sana. Dan jelas ini akan menjadi problem tersendiri bagi pejabat yang menggantikan atau organisasi yang ditinggalkan.

Berselang tidak lebih dari 4 bulan dari berita tentang Dicky Chandra tersebut, tepatnya pada hari ini, kita terkejut lagi. Beritanya datang dari orang nomor dua di DKI Jakarta, Prijanto. Seperti di beritakan oleh banya media massa, Wakil Gubernur DKI Jakarta Prijanto menyatakan undur diri dari jabatannya. Akhir masa baktinya bersama Gubernur DKI Fauzi Bowo sedianya baru berakhir pada Oktober 2012. Keterangan resmi mengenai pengunduran diri Prijanto dikeluarkan oleh perwakilan bidang Humas Pemprov DKI Jakarta, Minggu (25/12/2011), kepada para wartawan.

"Saya menyayangkan pengunduran diri Wakil Gubernur Prijanto," kata Fauzi, dalam siaran pers yang diterima.

Meski demikian, Fauzi Bowo menyatakan tetap menghormati keputusan yang diambil oleh Prijanto. Ia meyakini bahwa pengambilan keputusan untuk mengundurkan diri dari jabatannya sudah benar-benar dipikirkan oleh Prijanto

Sama dengan berita tentang Dicky Chandra, maka berita tentang pengunduran diri Prijanto inipun juga menyisakan banyak tanya di pikiran masyarakat. Entah apa yang sebenarnya terjadi. Apa sebab utamanya? Apa iya karena ditekan oleh pihak tertentu? Apakah ini disengaja untuk meninggalkan Fauzi Bowo? Apakah ini permainan politik tingkat atas? Entahlah.

Selain cerita diatas memang masih ada berita pengunduran diri dari pejabat lain yang juga menghebohkan. Misalnya pengunduran diri mantan anggota DPR dari fraksi PKS, Arifinto yang terkena kasus 'menonton' adegan asusila di saat rapat DPR berlangsung. Namun ini agak berbeda dari tema Dicky dan Prijanto. Demikian juga berita pengunduran sang fenomenal, Briptu Norman, dari korps BRIMOB.
---
Dengan beberapa kasus di atas (Dicky Chandra, Arifinto, dan Pijanto), memang sudah memperlihatkan adanya perubahan budaya di kalangan pejabat di Negara kita. Dari sisi kemauannya untuk mundur kita kasih credit point. Namun, dari sisi lain masih banyak hal yang perlu dijelaskan lagi. Dan, masyarakat kita dituntut harus lebih cerdas lagi dalam menyikapi setiap pemberitaan yang ada. Bagaimana menurut Anda?