"Mulai dengan Bismillah, Luruskan Niat. Allah Maha Melihat!"


2012/05/04

Appeciative Coaching


Awal tahun 1980-an di Case Western Reserve University, saya menjadi bagian dari sebuah kelompok kecil yang terdiri atas para sarjana, termasuk David Cooperrider, Suresh Srivastva, dan Ron Fry, yang melakukan eksperimen mengenai pendekatan apresiatif terhadap kehidupan organisasi. Dipimpin oleh David Cooperrider, kami cukup merasa kecewa karena begitu luasnya penerimaan dan penggunaan problem solving dalam penelitian tindakan (action research) dan pengembangan organisasi. Awal mula karya kami terpusat pada apa yang baik dalam organisasi dan pada apa dan siapa yang dapat bekerja bersama-sama dengan baik dan efektif. Seiring dengan semakin luasnya filosofi ini dikenal, banyak orang yang tertarik kepadanya karena fokusnya yang positif, bahkan terkadang menggembirakan pikiran. Para peneliti lain, konsultan-konsultan pengembangan organisasi, pekerja di lembaga pemerintahan, dan manajer-manajer proyek mulai mengaplikasikan Appreciative Inquiry dalam pekerjaan mereka. Ketiga penulis buku ini mengenal Appreciative Inquiry dengan cara seperti di atas, yakni melalui pekerjaan mereka sendiri dalam organisasi.

      Mereka, sama halnya dengan kami, menemukan bahwa meletakkan fokus pada apa yang diberikan hidup saat ini sehingga dengan hal itu kita dapat melakukan sesuatu yang lebih besar di masa depan, telah  mengubah cara orang-orang berpikir mengenati perubahan organisasi. Apa yang membuat buku ini unik adalah cara inovatif yang digunakan oleh para penulis untuk menerapkan dasar-dasar dan tahap-tahap Appreciative Inquiry ke dalam bidang coaching, mengubah cara orang-orang berpikir mengenai perubahan individu dan coaching relationship yang memungkinkan perubahan tersebut terjadi. Mereka telah membangun suatu model Appreciative Coaching yang didasari oleh penelitian-peneliti an coaching yang valid (it uses sound, but considering the meaning of sound as “free from error; showing good judgment”, I think valid is acceptable.. .), dan telah meletakkan pendekatan mereka ke dalam dasar teori yang kuat (have grounded their approach in a solid theoretical foundation), yang meliputi tidak hanya Appreciative Inquiry, tetapi juga Psikologi Positif, Positive Organizational Scholarship, dan teori-teori psikologi positif mengenai perubahan dan waktu (atau: teori-teori psikologi positif mengenai perubahan, dari waktu-waktu yang berbeda).

      Ini adalah penerapan baru yang menarik dari Appreciative Inquiry dan merupakan sesuatu yang saya rasa akan memberikan pengaruh di ranah pengembangan organisasi dan coaching. Minat terhadap Appreciative Inquiry dan cara-cara inquiry lain yang telah disetujui telah menyebar luas ke luar Case Western Reserve University, tempat penelitian ini dimulai. Berbagai pusat learning and practice serupa mulai bermunculan, seperti Taos Institute dan Positive Organizational Scholarship di University of Michigan Business School. Pendekatan apresiatif untuk coaching berkembang pada makna dan signifikansi dari lima prinsip dasar yang mendasari Appreciative Inquiry (Constructionist Principle, Positive Principle, Simultaneity Principle, Poetic Principle, dan Anticipatory Principle) dan menciptakan suatu pondasi baru untuk memungkinkan terjadinya perubahan yang positif dan transformative pada individu-individu. 

      Para penulis menggali kelima prinsip tersebut satu persatu dan menampilkan saran-saran serta kisah-kisah mengenai klien untuk memastikan bahwa para pembacanya memahami tidak hanya pondasi teoritis dari perubahan positif individu, tetapi juga bagaimana mereka dapat mengaplikasikan prinsip-prinsip tersebut ke dalam bentuk yang konkrit. Saya merasa senang menyaksikan bahwa prinsip-prinsip Appreciative Coaching, seperti halnya dalam Appreciative Inquiry, mencerminkan begitu banyaknya pandangan (reflect a worldview), bukan mengenai alam semesta yang tetap dan tertentu, tetapi mengenai alam semesta yang terbuka, dinamis, saling berhubungan dan penuh dengan kemungkinan.

      Apa yang ditawarkan oleh Appreciative Inquiry kepada organisasi dan individu selama dua puluh tahun terakhir adalah sebuah alternatif dari fokus yang awalnya hanya terletak pada problem dan problem solving. Dependensi yang berlebihan pada “perspektif masalah” (problem perspective) dapat berujung pada kasus-kasus seperti memecahkan masalah yang tidak tepat, atau memecahkan satu masalah hanya untuk menemukan bahwa masalah yang baru telah muncul akibat solusi dari masalah awalnya. Contohnya, dalam executive coaching, dimana terdapat lebih banyak fokus yang positif pada kekuatan, penekanan kontinyu pada kelemahan individu dalam perkembangan bakat perusahaan masih dapat muncul. Seperti yang telah kami temukan setelah bekerja bersama ribuan organisasi yang berbeda, energi positif yang tercipta dalam proses apresiatif sangatlah berbeda dengan energi yang tercipta dalam proses memecahkan masalah, sepenting apapun solusi masalah tersebut. Sebuah proses apresiatif memungkinkan terbukanya inovasi dan kreativitas berdasarkan pondasi yang positif. Sungguh memberi energi bagi orang-orang ketika memikirkan, mengimpikan, dan membicarakan tentang hal-hal yang mereka sukai dan dapat mereka lakukan dengan baik! Memulai dari hal-hal tersebut sangat lebih mudah daripada berusaha meningkatkan perkembangan dalam sesuatu yang mereka atau orang lain anggap sebagai kelemahan.

      Konsultan, coach dan manajer semuanya mencari alat untuk menangani kompleksitas yang meningkat dari kehidupan personal dan organisasi. Setelah menyaksikan dan ikut serta dalam energi nyata yang tercipta oleh gagasan Appreciative Inquiry dalam kelompok, para penulis buku ini telah membuat model coaching yang luar biasa, yang menggunakan keutamaan perspektif ini pada klien individual untuk menciptakan dan menopang energi yang dibutuhkan untuk bertindak pada masa depan yang diimpikan dengan lebih positif.

      Berdasarkan pengalaman mereka dengan Appreciative Inquiry, para penulis telah mengadaptasi empat tahap utama dari Appreciative Inquiry ke dalam pendekatan Appreciative Coaching mereka: Discovery, Dream, Design, dan Destiny. Kemudian mereka mengembangkan tahap-tahap tersebut untuk memunculkan proses otoritatif namun penuh insight untuk memulai Appreciative Coaching. Mereka dengan terampil menjalin konsep-konsep, kisah-kisah klien, saran-saran dan alat-alat untuk membentuk sebuah pendekatan apresiatif ke dalam praktek coaching yang baru maupun yang telah ada.

      Tahap Discovery adalah mengenai memberi apresiasi sebenar-benarnya terhadap apa yang membuat klien merasa hidup dan membantu mereka menyatakan pandangan apresiatif mereka terhadap diri mereka sendiri. Coach secara spesifik membantu klien untuk memusatkan pikiran pada kekuatan-kekuatan yang memberi-hidup dan menelusuri sebab-sebab dari kesuksesan-kesukses an mereka saat ini maupun di masa lampau, menggunakan empat pertanyaan apresiatif inti. Di dalam tahap Dream, coach memandu klien untuk menggali keinginan mereka dan keinginan konkrit akan masa depan yang bahkan lebih sukses. Tahap ini memungkinkan klien untuk mengalami perasaan koherensi yang unik terhadap kehidupan mereka, karena impian mereka berasal dan berkembang dari masa lalu dan masa kini mereka sendiri. Selama tahap Design, coach membantu klien untuk mengarahkan perhatian mereka pada melakukan tindakan sehingga mereka menjadi perancang bagi masa depan yang paling mereka impikan. Pada akhirnya, dalam tahap Destiny, klien akan belajar untuk mengenali dan merayakan impian mereka dan menjalani hidup mereka dengan baik dan utuh.

      Karen Armstrong, salah satu pemikir kuat mengenai perpecahan yang disebabkan agama-agama di dunia, menulis dalam The Spiral Staircase,The one and only test of a valid religious idea, spiritual experience, or devotional practice is that it must lead directly to practical compassion. (Satu-satunya ujian terhadap ide religius, pengalaman spiritual, atau praktek kebaktian yang valid adalah semua itu harus mengarah langsung kepada rasa iba yang berguna/dapat dilaksanakan? ?)” Apa yang dilakukan oleh Appreciative Coaching adalah meletakkan practical compassion pada garis terdepan tiap-tiap tahap coaching relationship, memastikan bahwa bersama-sama, coach dan klien menemukan setiap pencapaian dan ingatan yang membanggakan, mengimpikan setiap masa depan dengan kepedulian dan perhatian, merancang eksperimen yang menyenangkan, dan mengantar klien kepada destiny mereka setelah mempelajari tentang diri mereka sendiri dan dunianya, dan menciptakan perubahan yang kekal!

      Coach-coach yang berpengalaman akan ingin untuk menambahkan proses apresiatif ke dalam praktek ahli mereka sendiri. Coach-coach yang lebih baru mungkin ingin mengadopsi Appreciative Coaching sebagai filosofi inti mereka. Semua coach, manajer yang menjadi coach, dan orang yang tertarik pada self-coaching akan belajar bagaimana untuk merayakan kebijaksanaan mereka sendiri dan untuk menaikkan kebijaksanaan itu untuk mencapai hasil yang lebih besar dan memuaskan dalam hidup mereka dan klien serta pegawai mereka. Para penulis buku ini secara provokatif memberi kesan bahwa proses coaching berdasarkan Appreciative Inquiry melibatkan orang dengan lebih sempurna karena fokusnya adalah lebih pada masa kini yang positif serta masa depan yang memungkinkan daripada pada masalah di masa lalu dan masa kini. Siapa yang tidak mau ikut serta dalam rangkaian percakapan coaching seperti ini? 

2012/04/17

Delegating and Supervising: Five Steps


The ability to delegate is one of the key result areas of management. Fortunately, it is a skill that can be learned with practice. Delegation is an art as well as a science. Effective delegation requires time, thought, and careful consideration. It is something that you must learn to do if you want to leverage yourself to the maximum.

Step One
The first step in delegation is to become perfectly clear about the results that you desire from the job. The greater clarity you have with regard to the results expected, the easier it is for you to select the right person to do the job.

Step Two
The second step is to select a person based on his or her demonstrated ability or success at doing this job. Never delegate an important job to a person who has never done it before. If the successful completion of the task is important to the success of your business, it is essential that you delegate it to someone who you confidently believe can complete the task satisfactorily.

Step Three
Third, explain to the person exactly what you want done, the results that you expect, the time schedule that you require, and your preferred method of working. The reason that you are in a position to delegate a task is because you have probably already mastered this task. Taking the time to teach and explain the best way to do the task based on your experience is an excellent way to ensure that the task will be done as you wish and on schedule.

Step Four
Step four is to set up a schedule for reporting on progress. If it is an important task, set up a deadline for completion that is a day or a week before your actual deadline. Always build some slack into the system. Then, check on the progress of the task regularly, very much like a doctor would check on the condition of a critical care patient. Leave nothing to chance.

Step Five
Step five, inspect what you expect. Delegation is not abdication. Just because you have assigned a task to another person does not mean that you are no longer accountable. And the more important the task, the more important it is that you keep on top of it.

Action Exercise
What task can you effectively delegate to someone else? Which one of your employees can handle the task efficiently?

---
*By Brian Tracy

2012/04/04

Build a Personal Brand

20 things to consider about building a Personal Brand

You are a brand. You are in charge of your brand. There is no single path to success. And there is no right way to create the brand called You. Except this: Start today. Or else – Tom Peters

Managing your brand as an asset requires an ongoing commitment to ensure that every action and impression is consistent with the way you define your brand. It also requires a commitment to being visible and adding value to both your target audience and your network.
  1. Know where you are going in both life and career, work on your Vision and Goals that will set you a clear path and focus
  2. Identify and understand your strengths and how these can be used to your benefit in differentiating yourself in the job market and in your career.
  3. Seek the feedback and input of others, how is your brand perceived by others, is there consistency across all groups and where do you need to do more to raise your brand profile.
  4. Know your target audience from an industry standpoint but also from an individual – who do you need to talk to and influence and where are those people likely to gather.
  5. Understand who else and what else might be competing for the same job or promotion. Know what is similar about them and also identify why you are different, how you can positively stand out.
  6. Ensure that your resume includes a value statement and that in reading it becomes obvious what you are worth to an employer
  7. Develop a longer personal brand statement that can be used in various situations and opportunities – one for 15 seconds, one for 45 seconds and one that can be used in written communications and on profiles.
  8. Have a brand identity – project the right, consistent image both physically but also in terms of font, colour, business cards, thank you notes, voicemail messages etc.
  9. Understand how you can best communicate your message, what is relevant for your target audience but also how and what do you feel comfortable in delivering.
  10. Decide on the key content themes for all communication exercises; provide a strong and consistent message in a few avenues versus the scatter gun approach.
  11. Be clear about who you are, what you offer and why you are different – know what is on brand and off brand for you and concentrate on the on brand actions.
  12. Don’t get involved in actions that can dilute your brand, be consistent with your approach and message.
  13. Be sure to be in front of your audience constantly, it takes 7 touches or exposures to catch someone’s attention, be sure that continue to be front of mind for your target audience.
  14. Never miss an opportunity to connect your brand to the last experience. After a meeting send a thank you that is on brand, meet people in places that are on brand for you.
  15. Identify all of the possible things to include in your brand environment and make a plan to get them all on brand. Aligning your environment with your brand will make you more confident and more memorable.
  16. Continually nurture and develop your network, your professional contacts are an extension of your brand and may well be your greatest brand ambassadors – treat them that way.
  17. Your brand is never stagnant it is always evolving, be on top of its development and refinement – never miss an opportunity to be more on brand.
  18. Build your on line brand with passion. Look to place intelligent and valuable comments in on line forums, on blogs, at book reviews – each one becomes a new page on the web and raises your on line profile.
  19. Understand that building a brand is not just for now, its something that can be continuous for the rest of your life – it needs to be part of your daily routine, a little brand building every day will ensure a healthy brand.
  20. Review and measure your brand strength annually – conduct a brand audit and compare the state of your brand now to where it was 12 months ago.
Source: http://www.kellyservices.com.
Illustration is powered by google