"Mulai dengan Bismillah, Luruskan Niat. Allah Maha Melihat!"


2013/03/18

Kisah 500 Santri dan 1 Payung

Alkisah, di satu desa, sudah sangat lama tidak turun hujan, sumber air mulai mengering dan penduduk mulai mengeluh. Rapat desa memutuskan untuk meminta seorang kyai bersama para santrinya untuk memimpin shalat istisqa' (shalat minta hujan) dan doa-doa.

Terkumpullah 500 orang santri bersiap shalat istisqa' dan memanjatkan doa dipimpin oleh sang kyai. Dari 500 orang santri tersebut semuanya memegang kitab suci Al Quran, tetapi uniknya dari 500 orang santri tersebut hanya ada 1 orang yang membawa kitab suci dan ... payung !!

Tentunya sang kyai juga membawa payung. Melihat fenomena tersebut, sang kyai hanya tersenyum. Sesuai shalat istisqa' dan doa bersama, sang kyai menguji sang santri yang membawa payung tersebut, "saya perhatikan dari 500 santri ini hanya kamu yang bawa payung, kenapa?"

Sang santri menjawab, "karena saya yakin hujan akan turun".

---

Apa hikmah yang bisa kita petik dari kisah diatas?

Sederhana ...

Selama ini kita begitu gigihnya berjuang, "fight", ber-jibaku demi mengejar kesuksesan. Siang hari kita bekerja penuh semangat dan antusiasme, di malam hari kita berdoa kepada Tuhan.

Tetapi ...

Perlu juga sekali-kali kita menguji diri kita sendiri, dengan mengajukan pertanyaan "apakah kita yakin kita akan sukses?" Lalu persiapan "payung" apa yang sudah kita bawa sejak saat ini?

Teman saya sibuk membangun garasi dan carport di rumahnya, padahal kemana-mana dia masih pakai motor. Ramai tetangga membicarakan gelagatnya, namun teman saya ini hanya menjawab, "Kan saya yakin bakalan punya mobil dalam waktu dekat". Yaak ... dia memang ada bisnis yang dikerjakan dan dia pun berdoa dengan khusyuk dan memang dia berencana akan membeli mobil (maklum anaknya 3, nggak muat diangkut semua pakai motor kan?).

Lalu,

Pertanyaannya ....

Sejauh mana tingkat keyakinan kita terhadap usaha-usaha mengejar sukses yang kita lakukan selama ini?

"Payung" apa saja yang sudah kita persiapkan sejak saat ini?

Yuuk, Silahkan dipersiapkan "payung" masing-masing. Semoga Tuhan berkenan mengabulkan doa-doa kesuksesan kita.

Sebab suksesnya kita adalah bukan untuk diri kita sendiri, melainkan suksesnya kita adalah sebuah amanat untuk berbagi dan membantu orang-orang lain untuk bisa sukses juga.

---

*Diemailkan oleh john.arianto@intiartamadani.com
untuk milist The Profec

2013/01/28

Tulisan dan Warna Apa yang Kita Goreskan?

Kita setuju bahwa semua pola pengasuhan dan pendidikan anak tergantung pada orang tua masing-masing. Dan sebuah keniscayaan bahwa pola pengasuhan dan pendidikan itu akan berdampak pada outputnya, yaitu 'kecerdasan'.

Hasil pendidikan yang kita inginkan bukan hanya apa yg terkonversi dalam angka-angka an sich. But, beyond. Hasil yang lebih komprehensif. Hasil yang meliputi kecerdasan di bidang IMTAK (keimanan dan ketakwaan) dan IPTEK (ilmu pengetahuan teknologi) sekaligus.

Sering kita dengar bahwa anak itu diibaratkan sebagai lembaran kertas putih yang siap ditulis ataupun diwarnai oleh orang tuanya. Ya, perumpamaan ini memang benar adanya. Sudah banyak kisah yang kita saksikan sebagai buktinya. Tulisan dan warna dari orang tua (pendidik) di 'lembaran kertas putih anak' akan menjadi warna kehidupan si anak ketika menginjak usia remaja dan dewasa kelak.

Mana yang kita pilih di antara cara-cara berikut, akan menentukan kualitas anak-anak kita di masa mendatang. Mari simak puisi karya Dorothy Law Nolte yang berjudul Children Learn What They Live (Anak Belajar dari Kehidupan) berikut:

Jika anak dibesarkan dengan celaan, maka ia belajar memaki.
    Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, maka ia belajar berkelahi.
    Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, maka ia belajar rendah diri.
    Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, maka ia belajar menyesali diri.
    Jika anak dibesarkan dengan toleransi, maka ia belajar menahan diri.
    Jika anak dibesarkan dengan dorongan, maka ia belajar percaya diri.
    Jika anak dibesarkan dengan pujian, maka ia belajar menghargai.
    Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baik perlakuan, maka ia belajar keadilan.
    Jika anak dibesarkan dengan dukungan, maka ia belajar menyenangi diri.
    Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar menemukan cinta.

Pilihan tulisan dan warna di depan kita ada banyak variannya. Tinggal kita pilih sesuai dengan tujuan kebaikan yang kita inginkan. Dengan tetap memohon petunjuk kepada Allah SWT, mari kita didik anak-anak kita dengan corak pendidikan yang berkarakter mulia. Berkeimanan kepada Tuhan yang Maha Kuasa. Berkemanusiaan kepada sesama. Pun berkasih sayang kepada makhluk Tuhan lainnya (alam sekitar; hewan maupun tumbuhan).

Yang selanjutnya menjadi tugas utama kita sebagai orang tua adalah, memastikan bahwa masing-masing kita memang bisa menulis dan mewarnai yang baik dan mulia tersebut. Kemudian, harus mampu menterjemahkan tulisan dan warna kebaikan itu kedalam perilaku keseharian kita. Ini yang akan menawan si anak untuk mau meniru sang role model.

Dengan kemampuan menulis dan mewarnai yang baik dan mulia yang kita miliki sebagai anugerah dari Allah sang Pemilik Ilmu, maka InsyaAllah kita segera menyambut generasi unggul di negeri ini. Generasi yang cerdas intelejensia, emosional, dan spiritualnya sekaligus.  Aamiin

Yuuk, kita terus belajar.

Semoga berguna.

2013/01/25

LOSTA MASTA: Bikin Hidup Lebih Hidup.

Kalau hidup sekedar hidup
Babi di hutan juga hidup
Kalau kerja sekedar kerja
Kera juga bekerja
--Buya Hamka—

Teramat dalam arti sindiran yang dilontarkan almarhum buya Hamka di atas.  Ulama karismatik, cendekiawan, sastrawan Indonesia asal minang tersebut ingin mendorong kita, bangsa Indonesia, menjadi manusia yang sesungguhnya. Manusia yang hidup bukan sekedar hidup. Yang kerja bukan sekedar bekerja. Kalau hanya hidup dan kerja sekedarnya saja, kita disindir, tak jauh beda dengan babi hutan atau kera.

Tentu, dalam pengertiannya, buya Hamka tidaklah ingin menyamakan manusia dengan binatang. Bagaimanapun, manusia adalah makhluk sempurna. Diciptakan pula dengan sebaik-baik bentuk.

Lalu, hidup dan kerja seperti apa yang semestinya kita jalani? Jawabannya: hidup yang menghidupkan. Losta Masta; bikin hidup lebih hidup. Kerja dengan performa terbaik. Do with all our best!

Pertanyaan kemudian adalah, seperti apa hidup yang menghidupkan itu? Hidup yang tidak hanya memikirkan diri sendiri (ego), tapi juga harus berfikir menghidupkan alam sekitarnya (geo). Hidup seperti inilah yang mendatangkan manfaat bagi lingkungannya (manusia dan alam sekitarnya). Karena hidup yang mendatangkan banyak manfaat inilah yang mengantarkan seorang manusia ke kedudukan yang mulia dan terpuji. Khairukum man tanfa’u linnas; sebaik-baik orang di antara kamu adalah orang yang banyak memberi manfaat buat ummat manusia.

Jika demikian, apakah dengan kondisi kita saat ini (dengan posisi dan status sosial yang berbeda-beda) bisa termasuk ke dalam golongan sebaik-baik manusia tersebut? Tentu saja BISA. Caranya? Loyallah pada pekerjaan atau apapun profesi kita (yang halal tentu saja). Jalankan kewajiban dengan sebaik-baiknya. Terapkan kedisiplinan tingkat tinggi. Berintegritaslah. Bekerjalah dengan kecerdesan. Cermat waktu, cermat tenaga. Atau dalam istilah 5-AS; Kerja Keras, Kerja Cerdas, Kerja Ikhlas, Kerja Tuntas, dan Kerja Berkualitas.

Camkan dalam semangat terdalam diri bahwa kita bekerja bukan sekedar bekerja. Bukan bekerja hanya untuk diri sendiri. Tapi bekerja yang diniatkan untuk ibadah kepada Allah SWT, yang mendatangkan manfaat untuk banyak orang. Bermanfaat untuk keluarga, bermanfaat untuk masyarakat sekitar, bermanfaat untuk organisasi/perusahaan, bermanfaat untuk Negara, bangsa dan agama.

Setelah kita bisa bekerja dan hidup seperti itu, baru kita bisa tenang dari sindiran buya Hamka di atas.

Sebagai penutup, saya kutipkan kalimat motivasi dari Andrie Wongso berikut ini agar kita senantiasa memperbaiki kualitas diri dalam kehidupan dan pekerjaan kita sehari-hari: "Kalau Anda lunak pada diri sendiri, kehidupan akan keras terhadap Anda. Namun, kalau Anda keras pada diri sendiri, maka kehidupan akan lunak terhadap Anda."

Semoga bermanfaat.