"Mulai dengan Bismillah, Luruskan Niat. Allah Maha Melihat!"


2013/04/25

MUSIM KEHIDUPAN

Dahulu kala, di sebuah pedesaan hiduplah seorang bijaksana yg memiliki empat orang putra.
Si orang tua bijaksana ini ingin sekali agar anak-anaknya bisa jadi orang yg bijaksana di dalam kehidupannya. Maka dia mengutus keempat anaknya utk pergi secara bergiliran utk melihat sebuah pohon jambu yg besar, stlh itu masing-masing hrs melapor hasil yg dilihatnya.

Si Anak pertama yang pergi pada musim dingin melaporkan kpd ayahnya, apa yg ia lihat, dia mengatakan, Pohon jambunya, jelek, tdk segar, tdk ada harapan (maksudnya tidak akan bisa berbuah jambu).

Si Anak kedua yg pergi pd musim semi, mengatakan kpd ayahnya, dia melihat pohon itu penuh dgn tunas-tunas kehidupan, sdh mulai hijau-hijau dan memiliki harapan (maksudnya akan berbuah jambu yg lebat).

Si Anak ketiga yg pergi pd musim panas, berkata pd ayahnya, dia melihat pohon jambu itu sdh mulai tumbuh jambunya yg hijau-hijau, daunnya sdh lebat".

Si Anak keempat yg pergi pd musim gugur, mengatakan pd ayahnya, pohon jambu itu sangat indah, buah-buahnya sangat indah dan sangat penuh dgn kehidupan.

Mereka berempat slg mempertahankan persepsi mrk masing-masing, melihat itu, sang ayah mengatakan kpd mereka, "Anak-anakku, semuanya tdk ada yg salah dan tdk ada yg benar, pendapat kalian semuanya benar sesuai dgn apa yg kalian lihat, karena kalian tlh melihat kehidupan pohon jambu tadi dgn musim-musim yg berbeda ...

Keempat anaknya bertanya, "Maksud Ayah".

Ayahnya menjelaskan, "Anak-anakku kalian tdk bisa menilai pohon dari hanya satu musim saja, begitu juga dengan kehidupan ini, Kalian Tidak bisa mengatakan hidup ini begitu menyedihkan, sangat berat, karena pasti di suatu waktu/musim kehidupan berikutnya, kalian juga akan mendapatkan dan merasakan kebahagiaan dan kegembiraan, begitu juga ketika sedang merasakan kebahagiaan dan kegembiraan, jangan terlalu terlena, karena kalian harus siap untuk menerima tantangan di musim lainnya.

(Komisi Jakarta - Joehanes AW)
Mailing List theprofec@yahoogroups.com

2013/03/18

Kisah 500 Santri dan 1 Payung

Alkisah, di satu desa, sudah sangat lama tidak turun hujan, sumber air mulai mengering dan penduduk mulai mengeluh. Rapat desa memutuskan untuk meminta seorang kyai bersama para santrinya untuk memimpin shalat istisqa' (shalat minta hujan) dan doa-doa.

Terkumpullah 500 orang santri bersiap shalat istisqa' dan memanjatkan doa dipimpin oleh sang kyai. Dari 500 orang santri tersebut semuanya memegang kitab suci Al Quran, tetapi uniknya dari 500 orang santri tersebut hanya ada 1 orang yang membawa kitab suci dan ... payung !!

Tentunya sang kyai juga membawa payung. Melihat fenomena tersebut, sang kyai hanya tersenyum. Sesuai shalat istisqa' dan doa bersama, sang kyai menguji sang santri yang membawa payung tersebut, "saya perhatikan dari 500 santri ini hanya kamu yang bawa payung, kenapa?"

Sang santri menjawab, "karena saya yakin hujan akan turun".

---

Apa hikmah yang bisa kita petik dari kisah diatas?

Sederhana ...

Selama ini kita begitu gigihnya berjuang, "fight", ber-jibaku demi mengejar kesuksesan. Siang hari kita bekerja penuh semangat dan antusiasme, di malam hari kita berdoa kepada Tuhan.

Tetapi ...

Perlu juga sekali-kali kita menguji diri kita sendiri, dengan mengajukan pertanyaan "apakah kita yakin kita akan sukses?" Lalu persiapan "payung" apa yang sudah kita bawa sejak saat ini?

Teman saya sibuk membangun garasi dan carport di rumahnya, padahal kemana-mana dia masih pakai motor. Ramai tetangga membicarakan gelagatnya, namun teman saya ini hanya menjawab, "Kan saya yakin bakalan punya mobil dalam waktu dekat". Yaak ... dia memang ada bisnis yang dikerjakan dan dia pun berdoa dengan khusyuk dan memang dia berencana akan membeli mobil (maklum anaknya 3, nggak muat diangkut semua pakai motor kan?).

Lalu,

Pertanyaannya ....

Sejauh mana tingkat keyakinan kita terhadap usaha-usaha mengejar sukses yang kita lakukan selama ini?

"Payung" apa saja yang sudah kita persiapkan sejak saat ini?

Yuuk, Silahkan dipersiapkan "payung" masing-masing. Semoga Tuhan berkenan mengabulkan doa-doa kesuksesan kita.

Sebab suksesnya kita adalah bukan untuk diri kita sendiri, melainkan suksesnya kita adalah sebuah amanat untuk berbagi dan membantu orang-orang lain untuk bisa sukses juga.

---

*Diemailkan oleh john.arianto@intiartamadani.com
untuk milist The Profec

2013/01/28

Tulisan dan Warna Apa yang Kita Goreskan?

Kita setuju bahwa semua pola pengasuhan dan pendidikan anak tergantung pada orang tua masing-masing. Dan sebuah keniscayaan bahwa pola pengasuhan dan pendidikan itu akan berdampak pada outputnya, yaitu 'kecerdasan'.

Hasil pendidikan yang kita inginkan bukan hanya apa yg terkonversi dalam angka-angka an sich. But, beyond. Hasil yang lebih komprehensif. Hasil yang meliputi kecerdasan di bidang IMTAK (keimanan dan ketakwaan) dan IPTEK (ilmu pengetahuan teknologi) sekaligus.

Sering kita dengar bahwa anak itu diibaratkan sebagai lembaran kertas putih yang siap ditulis ataupun diwarnai oleh orang tuanya. Ya, perumpamaan ini memang benar adanya. Sudah banyak kisah yang kita saksikan sebagai buktinya. Tulisan dan warna dari orang tua (pendidik) di 'lembaran kertas putih anak' akan menjadi warna kehidupan si anak ketika menginjak usia remaja dan dewasa kelak.

Mana yang kita pilih di antara cara-cara berikut, akan menentukan kualitas anak-anak kita di masa mendatang. Mari simak puisi karya Dorothy Law Nolte yang berjudul Children Learn What They Live (Anak Belajar dari Kehidupan) berikut:

Jika anak dibesarkan dengan celaan, maka ia belajar memaki.
    Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, maka ia belajar berkelahi.
    Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, maka ia belajar rendah diri.
    Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, maka ia belajar menyesali diri.
    Jika anak dibesarkan dengan toleransi, maka ia belajar menahan diri.
    Jika anak dibesarkan dengan dorongan, maka ia belajar percaya diri.
    Jika anak dibesarkan dengan pujian, maka ia belajar menghargai.
    Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baik perlakuan, maka ia belajar keadilan.
    Jika anak dibesarkan dengan dukungan, maka ia belajar menyenangi diri.
    Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar menemukan cinta.

Pilihan tulisan dan warna di depan kita ada banyak variannya. Tinggal kita pilih sesuai dengan tujuan kebaikan yang kita inginkan. Dengan tetap memohon petunjuk kepada Allah SWT, mari kita didik anak-anak kita dengan corak pendidikan yang berkarakter mulia. Berkeimanan kepada Tuhan yang Maha Kuasa. Berkemanusiaan kepada sesama. Pun berkasih sayang kepada makhluk Tuhan lainnya (alam sekitar; hewan maupun tumbuhan).

Yang selanjutnya menjadi tugas utama kita sebagai orang tua adalah, memastikan bahwa masing-masing kita memang bisa menulis dan mewarnai yang baik dan mulia tersebut. Kemudian, harus mampu menterjemahkan tulisan dan warna kebaikan itu kedalam perilaku keseharian kita. Ini yang akan menawan si anak untuk mau meniru sang role model.

Dengan kemampuan menulis dan mewarnai yang baik dan mulia yang kita miliki sebagai anugerah dari Allah sang Pemilik Ilmu, maka InsyaAllah kita segera menyambut generasi unggul di negeri ini. Generasi yang cerdas intelejensia, emosional, dan spiritualnya sekaligus.  Aamiin

Yuuk, kita terus belajar.

Semoga berguna.