"Mulai dengan Bismillah, Luruskan Niat. Allah Maha Melihat!"


2013/10/04

Akil Ditangkap, Akal Siapa?

Dibalik Penangkapan Ketua MK, Akil Mochtar (AM)
KPK Tangkap Akil Mochtar di Rumah Dinasnya

Memprihatinkan!

Besar atau sedikit jumlah suap atau korupsi tetap haram! Pastinya memalukan. Tidak hanya bagi si pelaku itu sendiri, terlebih-lebih bagi keluarganya.

Dalam tataran hukum, kita tentu harus menerapkan asas praduga tak bersalah, sampai ada vonis tetap. Jika AM terbukti bersalah, alamak, apalagi yg dibanggakan punya pemimpin2 spt mereka itu???

Menyoroti kinerja KPK akhir-akhir ini, mereka memang 'hebat' utk mengungkap kasus-kasus sensasional seperti ini. Ketua SKK Migas, Presiden Partai, ketua MK, adalah sosok-sosok yg 'menjual'. Beritanya pasti akan menjadi headline di media-media utama. Jika memang akan menjadi headline, tentu sementara perhatian masyarakat akan teralihkan dari kasus-kasus korupsi besar yang ada.

Pertanyaannya kemudian adalah bagaimana dengan kasus BESAR lainnya itu? Terbengkalainya kasus korupsi besar Triliunan rupiah seperti Hambalang, Century, kasus Nazaruddin, dugaan korupsi PLN 35T di bawah Dahlan Iskan menjadi pertanyaan tersendiri utk KPK?

Adalah tugas berat bagi KPK untuk menyingkirkan anggapan masyarakat yang melihat KPK hanya mampu mengungkap kasus-kasus suap yang miliaran rupiah saja. Sementara dugaan korupsi Triliunan rupiah dibiarkan. Tugas lainnya juga adalah membuktikan bahwa tujuannya benar-benar menumpas habis kejahatan korupsi bukan sekedar permainan politik untuk membungkam lawan-lawan politik saja.


Semoga lembaga KPK ini masih layak kita percaya dengan keberaniannya mengungkap kasus-kasus korupsi BESAR lainnya itu. Sehingga tidak pantas kita bertanya, 'Akil Ditangkap, Akal Siapa?'

Entahlah!
Quo vadis Indonesia?

*Photo is from vivanews.co.id

2013/10/02

Pesan Ibu

Suatu hari, tampak seorang pemuda tergesa-gesa memasuki sebuah restoran karena kelaparan sejak pagi belum sarapan. Setelah memesan makanan, seorang anak penjaja kue menghampirinya, "Om, beli kue Om, masih hangat dan enak rasanya!"

"Tidak Dik, saya mau makan nasi saja," kata si pemuda menolak.

Sambil tersenyum si anak pun berlalu dan menunggu di luar restoran.
Melihat si pemuda telah selesai menyantap makanannya, si anak menghampiri lagi dan menyodorkan kuenya. Si pemuda sambil beranjak ke kasir hendak membayar makanan berkata, "Tidak Dik, saya sudah kenyang."
Sambil terus mengikuti si pemuda, si anak berkata, "Kuenya bisa dibuat oleh-oleh pulang, Om."
Dompet yang belum sempat dimasukkan ke kantong pun dibukanya kembali. Dikeluarkannya dua lembar ribuan dan ia mengangsurkan ke anak penjual kue. "Saya tidak mau kuenya. Uang ini anggap saja sedekah dari saya."

Dengan senang hati diterimanya uang itu. Lalu, dia bergegas ke luar restoran, dan memberikan uang pemberian tadi kepada pengemis yang berada di depan restoran.

Si pemuda memperhatikan dengan seksama. Dia merasa heran dan sedikit tersinggung. Ia langsung menegur, "Hai adik kecil, kenapa uangnya kamu berikan kepada orang lain? Kamu berjualan kan untuk mendapatkan uang. Kenapa setelah uang ada di tanganmu, malah kamu berikan ke si pengemis itu?"

"Om, saya mohon maaf. Jangan marah ya. Ibu saya mengajarkan kepada saya untuk mendapatkan uang dari usaha berjualan atas jerih payah sendiri, bukan dari mengemis. Kue-kue ini dibuat oleh ibu saya sendiri dan ibu pasti kecewa, marah, dan sedih, jika saya menerima uang dari Om bukan hasil dari menjual kue. Tadi Om bilang, uang sedekah, maka uangnya saya berikan kepada pengemis itu."

Si pemuda merasa takjub dan menganggukkan kepala tanda mengerti. "Baiklah, berapa banyak kue yang kamu bawa? Saya borong semua untuk oleh-oleh." Si anak pun segera menghitung dengan gembira.
Sambil menyerahkan uang si pemuda berkata, "Terima kasih Dik, atas pelajaran hari ini. Sampaikan salam saya kepada ibumu."

Walaupun tidak mengerti tentang pelajaran apa yang dikatakan si pemuda, dengan gembira diterimanya uang itu sambil berucap, "Terima kasih, Om. Ibu saya pasti akan gembira sekali, hasil kerja kerasnya dihargai dan itu sangat berarti bagi kehidupan kami."

===================================================
Ini sebuah ilustrasi tentang sikap perjuangan hidup yang POSITIF dan TERHORMAT. Walaupun mereka miskin harta, tetapi mereka kaya mental! Menyikapi kemiskinan bukan dengan mengemis dan minta belas kasihan dari orang lain. Tapi dengan bekerja keras, jujur, dan membanting tulang.

Jika setiap manusia mau melatih dan mengembangkan kekayaan mental di dalam menjalani kehidupan ini, lambat atau cepat kekayaan mental yang telah kita miliki itu akan mengkristal menjadi karakter, dan karakter itulah yang akan menjadi embrio dari kesuksesan sejati yang mampu kita ukir dengan gemilang. 
 
Sumber : andriewongso.com

2013/09/30

[Jawaban] Teka-Teki Siapa yang Lebih Dekat

Saya berangkat dengan mobil dari Jakarta ke kota Bandung dengan kecepatan tetap 75 km/jam. Anda juga berangkat dengan mobil dari kota Bandung ke Jakarta dengan kecepatan tetap 50 km/jam. Jika Saya dan Anda berangkat pada waktu yang bersamaan, saat Saya dan Anda bertemu, siapa diantara kita yang lebih dekat dengan Jakarta? Saya atau Anda?


Jawabannya:
Sama dekatnya. Saya dan Anda kan bertemu di titik yang sama.