"Mulai dengan Bismillah, Luruskan Niat. Allah Maha Melihat!"


2014/04/07

Struktur Hipnosis Klasik

Hipnosis klasik atau yang biasa dikenal dengan konvensional hipnosis memiliki struktur yang penting untuk diketahui bagi para pembelajar hipnosis. Struktur hipnosis klasik yang dapat ditemui di pelatihan atau workshop dari kurikulum The Indonesian Board of Hypnotherapy adalah sebagai berikut:
  • Pre-Induction
  • Induction
  • Deepening
  • Depth Level Test
  • Suggestion
  • Termination
Untuk penjelasan di tiap-tiap tahapan di dalam struktur hipnosis klasik dapat disimak di bawah ini:

Pre-Induction
Ini adalah tahapan awal dimana seorang hipnotis atau seorang hipnoterapis bertemu dan berinterakso pertama kali di dalam sesi hipnosis ataupun hipnoterapi. Pada tahapan ini seorang hipnosis memberikan edukasi seputar hipnosis/hipnoterapi, melakukan pengenalan kondisi trance kepada subyek atau yang biasa dikenal dengan hypnotic training. Tes sugestibilitas yang digunakan untuk mengetahui tingkat sugestivitas subyek juga dilakukan pada tahapan ini. Di dalam konteks terapi (hipnoterapi), pada tahapan ini digunakan untuk menggali informasi tentang klien dan permasalahan klien.

Induction
Pada tahapan ini seorang hipnotis memandu subyek untuk memasuki kondisi hipnosis (trance). Untuk dapat mengetahui teknik induksi yang tepat dapat diperoleh dari hasil observasi pre-induction. Ada beberapa teknik untuk membawa subyek memasuki kondisi hipnosis. Beberapa teknik yang biasa digunakan dalam sesi hipnoterapi adalah Progressive Relaxation dan Dave Elman Induction. Bila dalam sesi hiburan/hipnotis panggung sering menggunakan teknik shock induction

Deepening
Suatu tahapan dimana subyek dipandu untuk memasuki kondisi hipnosis yang lebih dalam. Kedalam kondisi hipnosis/trance disesuaikan dengan kebutuhan . Kebutuhan kedalaman trance pada hipnosis panggung dan hipnoterapi tentu saja berbeda. Dalam hipnosis panggung, subyek tidak perlu di bimbing untuk memasuki kondisi trance yang palinng dalam (somnambulism). Tapi bila dalam kegiatan terapi/hipnoterapi klien dibimbing untuk memasuki kondisi sombambulism.

Depth Level Test
Ini merupakan tahapan dimana seorang hipnotis/hipnoterapis menguji tingkat kedalaman subyek. Untuk mengetahui skala kedalaman subyek bisa menggunakan Davis-Husband Scale. Teknik Ideo Motor Response adalah salah satu cara untuk mengkonfirmasi kedalam subyek. Seorang hipnotis/hipnoterapis yang sudah terlatih memiliki kemampuan untuk membaca kedalaman hipnosis hanya dengan mengamati tanda-tanda fisik pada subyek.

Suggestion
Inilah inti dari kegiatan hipnosis/hipnoterapi dimana sugesti ditanamkan di pikiran bawah sadar manusia untuk segala kepentingan yang dibutuhkan oleh subyek/klien terapi dan juga seorang hipnotis/hipnoterapis.

Termination
Mengakhiri kondisi dan sesi hipnosis dilakukan pada tahapan ini. Seorang hipnotis/hipnoterapis membimbing subyek untuk kembali pada kondisi normal.
Demikianlah struktur hipnosis klasik yang dipelajari pada workshop fundamental hypnotherapy sesuai dengan standarisasi materi Indonesian Board of Hypnotherapy.

cited from: Click Here

2014/03/06

AHT IDEAL; PAS DAN PROPORSIONAL


AHT (Average Handling Time) ideal itu adalah durasi yang ‘pas dan proporsional’ yang dibutuhkan untuk melayani seorang pelanggan. Dikatakan pas karena durasinya tidak terlalu lama, juga tidak terlalu singkat. Dikatakan proporsional karena waktu layanannya disesuaikan dengan jenis dan banyaknya pertanyaan, permintaan dan keluhan pelanggan. Keluhan atau permintaan pelanggan yang lebih banyak tentu memerlukan durasi layanan yang lebih lama pula. Karena memaksa pelanggan untuk mengakhiri percakapannya secara sepihak tentu bukanlah sebuah sikap yang mencerminkan service excellence

Dengan adanya term ‘pas’ dan ‘proporsional’ ini maka kesan terburu-buru dapat dihilangkan. Meskipun target AHT ditetapkan pada angka tertentu, namun tidak serta merta mematikan kesempatan pelanggan untuk bertanya lebih. Inilah prinsip dari pas dan proporsional. 

Dengan pemahaman prinsip pas dan proporsional ini, maka agent tetap bisa fokus dalam layanannya tanpa merasa dikejar-kejar oleh target AHT, sementara pelanggan merasa puas karena keinginannya tetap terpenuhi. Tugas team leader dalam memastikan pemahaman agent terhadap prinsip AHT pas dan proporsional ini sangat diperlukan. Sehingga dua hal sekaligus bisa didapat. Yang pertama adalah kepuasan pelanggan. Kedua adalah tercapainya target AHT agent.

AHT yang ditetapkan sebagai salah satu KPI individu agent itu dihitung dalam rentang waktu satu bulan performansi. Meskipun angkanya adalah rata-rata dalam satu bulan, namun agent tetap perlu me-maintain angka AHT-nya secara harian. Dengan maintain AHT secara harian itu akan membuat agent tetap menyadari performansi individunya dari hari ke hari dan dia akan senantiasa tertantang untuk memberikan layanan yang lebih efektif. Sehingga ketika suatu waktu agent menerima satu atau dua pelanggan yang butuh waktu layanan yang lebih dari seharusnya maka agent mengusahakan untuk dapat ‘menetralkan’ AHT-nya dengan percakapan-percakapan lain yang lebih singkat di hari-hari berikutnya.

AHT ideal pada sebuah call center tentu berbeda dengan call center lain yang jenis usaha/organisasinya berbeda. Atau bisa juga berbeda target AHT-nya meskipun jenis usahanya sama. Ini sepenuhnya ditentukan oleh kebijakan perusahaan. AHT di Call Center pelanggan perusahaan telekomunikasi misalnya, tentu berbeda dengan Call Center konsultasi kesehatan. AHT Call Center Banking berbeda dengan AHT Call Center sebuah rumah sakit, hotel, jasa transportasi, dan lain-lain. AHT pada Call Center yang hanya menerima permintaan informasi tentu bisa lebih singkat dibanding dengan Call Center yang mengkhususkan layanan pada technical support atau trouble-shooting help desk. Singkatnya, AHT itu bisa sangat variatif tergantung dari tujuan layanan yang diberikan dan juga tergantung pada kebijakan top management.

Dengan pemahaman yang baik tentang AHT ideal ini diharapkan semua pekerja Call Center dapat bekerja dengan maksimal. Karena permasalahannya sudah dilihat dari banyak sudut pandang. Sehingga AHT ideal itu tidak lagi terpaku pada angka mutlak tertentu saja. Misalnya harus 3 menit, harus 4 menit, dan sebagainya. Sekali lagi bukan itu yang disebut ideal. Penekanan seperti itu hanya akan menjauhkan pelanggan dari rasa puas. Kalau tidak berujung kecewa. 

Bahwa AHT ideal di sebuah organisasi Call Center belum tentu ideal di Call Center lain adalah sebuah keniscayaan. Maka dengan premis tersebut, penulis dapat menyarankan jika team management sebuah Call Center ingin melakukan benchmark terkait AHT dan penanganannya sebaiknya dilakukan ke Call Center yang sejenis. Sejenis bidang usahanya, sejenis pula segmentasi pelanggan dan data demografinya, dan lain-lain. Itu idealnya. Namun bukan berarti benchmark tidak dapat dilakukan ke jenis Call Center yang berbeda. Tetap bisa. Tapi ketika diimplementasi ke Call Center sendiri tentu akan perlu beberapa modifikasi dan perlu di-customized.

#Untuk Contact Center Indonesia yang Lebih Baik!
*picture is powered by google
---

Temukan juga artikel terkait lainnya:
Relokasi Contact Center atau Multi-sites
Proses dan Sikap Layanan seorang Agent Contact Center
Pengertian FCR dan Repeated Calls di Contact Center
Perbedaan Call Center dan Contact Cente
Tentang AHT (Average Handling Time)
AHT Ideal: Pas dan Proporsional

2014/02/19

Tentang AHT (Average Handling Time)


Secara definisi, Average Handling Time (AHT) dapat kita sampaikan dengan kalimat berikut: waktu rata-rata yang dibutuhkan dalam satu transaksi percakapan antara agent dengan pelanggan. Waktunya dihitung sejak awal pelanggan diterima oleh agent, termasuk hold time untuk melakukan pengecekan data dan lain-lain, hingga transaksi selesai. Transaksi selesai itu ditandai dengan closing greeting dari agent dan agent menekan tombol release pada call master.

AHT adalah salah satu Call Center Metrics yang sangat penting dalam pengelolaan sebuah Call Center. Peranannya berdampak langsung pada perhitungan kebutuhan staff (agent), dan akan berujung pada angka Service Level yang akan diraih. Hubungan AHT dengan Staffing itu berbanding lurus. Semakin tinggi AHT-nya, semakin banyak agent yang dibutuhkan, begitu juga sebaliknya. Karena terkait langsung dengan berapa jumlah agent yang dibutuhkan, maka dampak bisnisnya adalah ‘cost’. Semakin tinggi AHT, semakin banyak agent yang harus disewa, dan semakin banyak cost yang keluar. AHT tinggi, biaya mahal. AHT kecil, biaya biasa ditekan.

Bagi Call Center yang tidak bermasalah dengan cost, tingginya AHT tentu tidak akan menjadi concern. Karena mereka bisa mengalihkan tinggi-nya AHT ini dengan jumlah ketersediaan agent yang banyak. Namun, tentu prinsip ini tidak akan bisa berlaku bagi organsisasi yang sangat ketat dari sisi ‘cost’. Apalagi, dalam konteks kompetisi bisnis modern, efisiensi menjadi hal yang sangat penting. Sehingga, kebijakan membiarkan AHT berjalan sendirinya, tanpa ada ‘pengendalian’ pada suatu organisasi Call Center adalah sebuah hal yang tidak tepat.

Dalam rangka ‘pengamanan’ bisnis inilah, maka management Call Center melakukan ‘kajian’ untuk mendapatkan durasi AHT yang ideal. Waktu rata-rata yang pas untuk dapat menyelesaikan sebuah transaksi percakapan,baik itu yang berupa pertanyaan terkait informasi produk/promo/program, permintaan aktivasi/deaktivasi, hingga keluhan. Kajian ini bisa dilakukan langsung oleh pihak terkait dalam organisasi Call Center tersebut, atau bisa juga menggunakan jasa konsultan Call Center.

AHT ideal tersebut dapat diperoleh dengan merekam sebanyak mungkin percakapan dari semua jenis pertanyaan, permintaan dan keluhan untuk kemudian dicari angka rata-ratanya. Atau bisa juga dilakukan berdasarkan perhitungan dengan simulasi, atau bisa juga dengan melakukan mystery calling, atau gabungan dari semuanya.

Setelah mendapatkan AHT yang dianggap ideal, maka angka AHT ini perlu ditetapkan sebagai salah satu parameter KPI (Key Performance Indicator) organisasi tersebut. Dan agar lebih terinternalisasi semangatnya dalam diri masing-masing agent, maka parameter AHT ini perlu dimasukkan juga sebagai salah satu parameter KPI individual agent. Sehingga agent akan senantiasa terus terpacu untuk membuat traksaksi layanannya menjadi lebih efektif.

Efektifitas komunikasi seorang agent itu dapat diukur dari beberapa hal, diantaranya parameter ‘Penyampaian informasi yang jelas dan benar.’ Ini terkait dengan kejelasan dan kebenaran informasi yang disampaikan sehingga pelanggan tidak minta diulangi penjelasannya. Parameter ini juga dapat mengukur tentang pemahaman produk seorang agent. Selanjutnya ada parameter ‘Penjelasan yang sistematis dan runut.’ Ini terkait dengan SOP yang teratur dan kemampuan agent dalam menjelaskan hal yang detail. Berikutnya ada parameter ‘Menghindari kalimat jargon’. Kemudian ada juga parameter ’Menghindari kalimat yang berbelit-belit’, dan lain-lain.

Selain dari efektifitas komunikasi individual agent, AHT juga dipengaruhi oleh performa sistem atau aplikasi Call Center yang digunakan. Semakin cepat kinerja sistem atau aplikasinya maka akan semakin mudah bagi agent untuk mengeksekusinya.

Semakin cepat akses aplikasi dan web portal maka semakin minimal kemungkinan agent untuk perlu melakukan hold time. Dan hold time ini sangat signifikan kaitannya dengan tinggi rendahnya AHT. Diantara system mandatory yang perlu dimiliki oleh sebuah Call Center untuk menunjang performansi kinerja Call Center-nya adalah knowledge based portal (situs internal berupa bank informasi, termasuk laman SOP), dan juga aplikasi CRM (Customer Relationship Management) yang tidak hanya digunakan untuk melihat semua informasi tentang pelanggan (beserta informasi akunnya) juga dapat digunakan sebagai alat pencatatan / dokumentasi setiap transaksi yang pernah dilakukan oleh semua agent dengan pelanggan.


Demikian penjelasan mengenai AHT ini, semoga berguna. Sampai jumpa di tulisan berikutnya. InsyaAllah di pertemuan berikutnya akan kita bahas 'Apa itu AHT ideal?'