"Mulai dengan Bismillah, Luruskan Niat. Allah Maha Melihat!"


2014/04/10

Apakah Sesungguhnya Hipnosis Itu?

Jika kita mendengar kata “hypnosis (ejaan Indonesia: hipnosis)”, maka kemungkinan kita akan membayangkan suatu peristiwa yang tidak biasa, dimana seseorang dapat sedemikian mudahnya “mengontrol” orang lain, dan memberikan perintah-perintah yang terkadang tidak masuk di akal sehat, sesuatu yang sering kita saksikan di layar kaca.

Apa sesungguhnya Hypnosis itu ? Apakah Hypnosis terkait dengan kekuatan supranatural ? Apakah Hypnosis terkait dengan kuasa gelap, magis, atau mistik ?

Untuk memahami Hypnosis serta mekanisme yang terjadi di baliknya, maka kita akan membahasnya secara tahap demi tahap dalam rubrik “The Lounge” ini.
***

Hypnosis berasal dari kata “Hypnos” yang berasal dari kata Bahasa Yunani yang berarti “Dewi Tidur”. Istilah Hypnosis sendiri diperkenalkan oleh Dr. James Braid, seorang dokter berkebangsaan Inggris yang merupakan salah satu peneliti fenomena Hypnosis moderen.

Hypnosis memiliki banyak makna, dan bersifat kontekstual, tergantung dari sudut mana kita akan membahasnya.

Salah satu makna dari Hypnosis adalah bahwa “Hypnosis” merupakan salah satu dari keadaan kesadaran manusia (State of Consciousness), dimana dalam konteks ini “keadaan kesadaran manusia” secara sederhana dapat dibagi menjadi tiga keadaan alami, yaitu :

Normal State
Keadaan ini adalah keadaan normal seperti yang kita pahami dalam kehidupan sehari-hari. Keadaan dimana manusia bergerak sangat aktif dengan fokus pemikiran ke berbagai hal. Pada keadaan ini manusia cenderung untuk sulit menerima suatu “saran” yang berasal dari luar dirinya.

Hypnosis State

Keadaan ini adalah keadaan dimana obyek fokus pemikiran mulai berkurang, dan “area kritis” mulai berkurang keaktifannya. Pada kondisi ini manusia mulai lebih mudah menerima suatu “saran” yang berasal dari luar dirinya. Hypnosis State sering juga disebut sebagai kondisi “Hypnos” atau “Hipnosa”.

Sleep State
Keadaan tidur alami (tanpa mimpi), dimana pada keadaan ini pikiran manusia benar-benar terputus dari dunia luar, sehingga dalam kondisi ini manusia juga tidak dapat menerima saran yang berasal dari luar.
***

Dari penjelasan sederhana di atas, maka mulai dapat dipahami bahwa dalam suatu peristiwa Hypnosis, seorang Hypnotist (juru hipnotis) melakukan suatu proses tertentu yang dapat “menempatkan” seseorang ke dalam kondisi “Hypnos”, sehingga selanjutnya yang bersangkutan akan lebih mudah untuk “menerima” saran-saran yang disampaikan oleh Hypnotist tersebut, bahkan terkadang saran-saran yang mungkin dianggap tidak masuk akal.

***

Keadaan “Hypnos” merupakan keadaan alami sehari-hari kita, dimana dalam aktivitas sehari-hari kita nyaris selalu berpindah dengan cepat terutama dari keadaan “Normal” ke keadaan “Hypnos” dan sebaliknya.

Saat memasuki sebuah pusat perbelanjaan, kita dalam kondisi “Normal”, akan tetapi saat kita mengamati suatu barang yang menarik, mungkin kita akan segera memasuki kondisi “Hypnos”, sehingga seluruh citra barang tersebut menjadi lebih mudah kita rasakan, bahkan selanjutnya mungkin akan memicu rasa ingin memilikinya.

Dikutip dari IBH

2014/04/07

Struktur Hipnosis Klasik

Hipnosis klasik atau yang biasa dikenal dengan konvensional hipnosis memiliki struktur yang penting untuk diketahui bagi para pembelajar hipnosis. Struktur hipnosis klasik yang dapat ditemui di pelatihan atau workshop dari kurikulum The Indonesian Board of Hypnotherapy adalah sebagai berikut:
  • Pre-Induction
  • Induction
  • Deepening
  • Depth Level Test
  • Suggestion
  • Termination
Untuk penjelasan di tiap-tiap tahapan di dalam struktur hipnosis klasik dapat disimak di bawah ini:

Pre-Induction
Ini adalah tahapan awal dimana seorang hipnotis atau seorang hipnoterapis bertemu dan berinterakso pertama kali di dalam sesi hipnosis ataupun hipnoterapi. Pada tahapan ini seorang hipnosis memberikan edukasi seputar hipnosis/hipnoterapi, melakukan pengenalan kondisi trance kepada subyek atau yang biasa dikenal dengan hypnotic training. Tes sugestibilitas yang digunakan untuk mengetahui tingkat sugestivitas subyek juga dilakukan pada tahapan ini. Di dalam konteks terapi (hipnoterapi), pada tahapan ini digunakan untuk menggali informasi tentang klien dan permasalahan klien.

Induction
Pada tahapan ini seorang hipnotis memandu subyek untuk memasuki kondisi hipnosis (trance). Untuk dapat mengetahui teknik induksi yang tepat dapat diperoleh dari hasil observasi pre-induction. Ada beberapa teknik untuk membawa subyek memasuki kondisi hipnosis. Beberapa teknik yang biasa digunakan dalam sesi hipnoterapi adalah Progressive Relaxation dan Dave Elman Induction. Bila dalam sesi hiburan/hipnotis panggung sering menggunakan teknik shock induction

Deepening
Suatu tahapan dimana subyek dipandu untuk memasuki kondisi hipnosis yang lebih dalam. Kedalam kondisi hipnosis/trance disesuaikan dengan kebutuhan . Kebutuhan kedalaman trance pada hipnosis panggung dan hipnoterapi tentu saja berbeda. Dalam hipnosis panggung, subyek tidak perlu di bimbing untuk memasuki kondisi trance yang palinng dalam (somnambulism). Tapi bila dalam kegiatan terapi/hipnoterapi klien dibimbing untuk memasuki kondisi sombambulism.

Depth Level Test
Ini merupakan tahapan dimana seorang hipnotis/hipnoterapis menguji tingkat kedalaman subyek. Untuk mengetahui skala kedalaman subyek bisa menggunakan Davis-Husband Scale. Teknik Ideo Motor Response adalah salah satu cara untuk mengkonfirmasi kedalam subyek. Seorang hipnotis/hipnoterapis yang sudah terlatih memiliki kemampuan untuk membaca kedalaman hipnosis hanya dengan mengamati tanda-tanda fisik pada subyek.

Suggestion
Inilah inti dari kegiatan hipnosis/hipnoterapi dimana sugesti ditanamkan di pikiran bawah sadar manusia untuk segala kepentingan yang dibutuhkan oleh subyek/klien terapi dan juga seorang hipnotis/hipnoterapis.

Termination
Mengakhiri kondisi dan sesi hipnosis dilakukan pada tahapan ini. Seorang hipnotis/hipnoterapis membimbing subyek untuk kembali pada kondisi normal.
Demikianlah struktur hipnosis klasik yang dipelajari pada workshop fundamental hypnotherapy sesuai dengan standarisasi materi Indonesian Board of Hypnotherapy.

cited from: Click Here

2014/03/06

AHT IDEAL; PAS DAN PROPORSIONAL


AHT (Average Handling Time) ideal itu adalah durasi yang ‘pas dan proporsional’ yang dibutuhkan untuk melayani seorang pelanggan. Dikatakan pas karena durasinya tidak terlalu lama, juga tidak terlalu singkat. Dikatakan proporsional karena waktu layanannya disesuaikan dengan jenis dan banyaknya pertanyaan, permintaan dan keluhan pelanggan. Keluhan atau permintaan pelanggan yang lebih banyak tentu memerlukan durasi layanan yang lebih lama pula. Karena memaksa pelanggan untuk mengakhiri percakapannya secara sepihak tentu bukanlah sebuah sikap yang mencerminkan service excellence

Dengan adanya term ‘pas’ dan ‘proporsional’ ini maka kesan terburu-buru dapat dihilangkan. Meskipun target AHT ditetapkan pada angka tertentu, namun tidak serta merta mematikan kesempatan pelanggan untuk bertanya lebih. Inilah prinsip dari pas dan proporsional. 

Dengan pemahaman prinsip pas dan proporsional ini, maka agent tetap bisa fokus dalam layanannya tanpa merasa dikejar-kejar oleh target AHT, sementara pelanggan merasa puas karena keinginannya tetap terpenuhi. Tugas team leader dalam memastikan pemahaman agent terhadap prinsip AHT pas dan proporsional ini sangat diperlukan. Sehingga dua hal sekaligus bisa didapat. Yang pertama adalah kepuasan pelanggan. Kedua adalah tercapainya target AHT agent.

AHT yang ditetapkan sebagai salah satu KPI individu agent itu dihitung dalam rentang waktu satu bulan performansi. Meskipun angkanya adalah rata-rata dalam satu bulan, namun agent tetap perlu me-maintain angka AHT-nya secara harian. Dengan maintain AHT secara harian itu akan membuat agent tetap menyadari performansi individunya dari hari ke hari dan dia akan senantiasa tertantang untuk memberikan layanan yang lebih efektif. Sehingga ketika suatu waktu agent menerima satu atau dua pelanggan yang butuh waktu layanan yang lebih dari seharusnya maka agent mengusahakan untuk dapat ‘menetralkan’ AHT-nya dengan percakapan-percakapan lain yang lebih singkat di hari-hari berikutnya.

AHT ideal pada sebuah call center tentu berbeda dengan call center lain yang jenis usaha/organisasinya berbeda. Atau bisa juga berbeda target AHT-nya meskipun jenis usahanya sama. Ini sepenuhnya ditentukan oleh kebijakan perusahaan. AHT di Call Center pelanggan perusahaan telekomunikasi misalnya, tentu berbeda dengan Call Center konsultasi kesehatan. AHT Call Center Banking berbeda dengan AHT Call Center sebuah rumah sakit, hotel, jasa transportasi, dan lain-lain. AHT pada Call Center yang hanya menerima permintaan informasi tentu bisa lebih singkat dibanding dengan Call Center yang mengkhususkan layanan pada technical support atau trouble-shooting help desk. Singkatnya, AHT itu bisa sangat variatif tergantung dari tujuan layanan yang diberikan dan juga tergantung pada kebijakan top management.

Dengan pemahaman yang baik tentang AHT ideal ini diharapkan semua pekerja Call Center dapat bekerja dengan maksimal. Karena permasalahannya sudah dilihat dari banyak sudut pandang. Sehingga AHT ideal itu tidak lagi terpaku pada angka mutlak tertentu saja. Misalnya harus 3 menit, harus 4 menit, dan sebagainya. Sekali lagi bukan itu yang disebut ideal. Penekanan seperti itu hanya akan menjauhkan pelanggan dari rasa puas. Kalau tidak berujung kecewa. 

Bahwa AHT ideal di sebuah organisasi Call Center belum tentu ideal di Call Center lain adalah sebuah keniscayaan. Maka dengan premis tersebut, penulis dapat menyarankan jika team management sebuah Call Center ingin melakukan benchmark terkait AHT dan penanganannya sebaiknya dilakukan ke Call Center yang sejenis. Sejenis bidang usahanya, sejenis pula segmentasi pelanggan dan data demografinya, dan lain-lain. Itu idealnya. Namun bukan berarti benchmark tidak dapat dilakukan ke jenis Call Center yang berbeda. Tetap bisa. Tapi ketika diimplementasi ke Call Center sendiri tentu akan perlu beberapa modifikasi dan perlu di-customized.

#Untuk Contact Center Indonesia yang Lebih Baik!
*picture is powered by google
---

Temukan juga artikel terkait lainnya:
Relokasi Contact Center atau Multi-sites
Proses dan Sikap Layanan seorang Agent Contact Center
Pengertian FCR dan Repeated Calls di Contact Center
Perbedaan Call Center dan Contact Cente
Tentang AHT (Average Handling Time)
AHT Ideal: Pas dan Proporsional