Pemahaman lintas budaya itu sangat penting diajarkan kepada generasi muda. Bahkan untuk orangtuanya sendiri. Apalagi dalam konteks kenegaraan kita yang sangat majemuk.
2024/07/02
Cross Cultural Understanding: Blankon dan Keris dalam budaya Jawa
2024/06/24
Inisiatif dan Adaptabilitas: Kunci Sukses di Era Perubahan
Di tengah dinamika dunia yang terus berubah dengan cepat, dua kualitas yang sangat penting untuk mencapai kesuksesan pribadi maupun profesional adalah inisiatif dan adaptabilitas. Kedua hal ini bukan sekadar skill biasa, tetapi prinsip yang mendasari kemampuan seseorang untuk bergerak maju dan berkembang dalam menghadapi tantangan dan perubahan yang tak terduga.
Inisiatif adalah kemampuan seseorang untuk bertindak secara proaktif tanpa perlu didorong atau dipaksa oleh orang lain. Orang yang memiliki inisiatif cenderung melihat peluang di tengah tantangan, mengambil langkah awal untuk memulai solusi, dan tidak menunggu instruksi untuk bertindak. Di tempat kerja, inisiatif sangat dihargai karena mencerminkan kemampuan seseorang untuk mengambil alih dan mengarahkan situasi menuju hasil yang positif.
Individu yang memiliki inisiatif seringkali menjadi pionir dalam mengusulkan ide baru, menemukan cara-cara baru untuk meningkatkan efisiensi, atau bahkan mengatasi masalah yang rumit dengan kreativitas dan keberanian. Mereka tidak hanya menunggu perintah, tetapi aktif menciptakan nilai tambah bagi diri mereka sendiri dan bagi organisasi tempat mereka bekerja.
Adaptabilitas: Menghadapi Perubahan dengan Fleksibilitas
Adaptabilitas adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan dengan cepat dan efektif. Di era di mana teknologi berkembang pesat dan dinamika pasar tidak stabil, adaptabilitas menjadi kunci untuk tetap relevan dan kompetitif. Kemampuan ini tidak hanya tentang fleksibilitas dalam mengubah strategi atau pendekatan kerja, tetapi juga tentang keinginan untuk terus belajar, mengembangkan keterampilan baru, dan menghadapi ketidakpastian dengan keyakinan.
Individu yang adaptif mampu mengubah arah ketika diperlukan, mengatasi hambatan dengan solusi yang kreatif, dan melihat perubahan sebagai peluang untuk tumbuh dan berkembang. Mereka tidak terpaku pada cara-cara lama yang mungkin sudah tidak relevan, melainkan siap untuk menyesuaikan diri dengan kondisi baru yang muncul.
Sinergi Inisiatif dan Adaptabilitas
Ketika inisiatif dan adaptabilitas digabungkan, mereka menciptakan sinergi yang kuat. Inisiatif memacu individu untuk memulai perubahan dan inovasi, sementara adaptabilitas memastikan mereka dapat bertahan dan berkembang melalui berbagai perubahan yang terjadi. Kombinasi kedua kualitas ini tidak hanya memungkinkan seseorang untuk sukses dalam karier, tetapi juga untuk menjadi agen perubahan yang positif dalam organisasi dan masyarakat.
Mengembangkan Inisiatif dan Adaptabilitas
Untuk mengembangkan inisiatif dan adaptabilitas, penting untuk:
- Meningkatkan kesadaran diri: Kenali kekuatan dan kelemahan pribadi untuk dapat mengambil langkah berdasarkan kebutuhan.
- Menumbuhkan proaktivitas: Jangan hanya menunggu arahan, tetapi ambil inisiatif dalam menyelesaikan tugas dan menciptakan peluang baru.
- Membangun ketahanan: Hadapi rintangan sebagai pelajaran dan kesempatan untuk tumbuh lebih kuat.
- Mempertajam keterampilan belajar: Selalu terbuka untuk mempelajari hal baru dan menyesuaikan diri dengan perkembangan terbaru dalam bidang kerja.
Dengan mengasah kualitas inisiatif dan adaptabilitas ini, seseorang tidak hanya dapat berhasil dalam karier mereka, tetapi juga menjadi teladan dalam menghadapi tantangan global yang terus berubah. Inisiatif dan adaptabilitas bukan hanya sekadar kemampuan, tetapi sikap hidup yang membedakan mereka yang mampu bertahan dan berkembang di tengah perubahan yang tidak terelakkan.
InsyaAllah!
#masyaAllahtabarakallahu
---
Artikel menarik lainnya.
TTL; A Holistic Marketing Approach!
Navigating the Intersection of Human Empowerment and AI Technology
2024/05/14
KUPAS TUNTAS HUKUM MUSIK
MEMAHAMI HADITS IMAM BUKHORI TENTANG ALAT MUSIK
(Sehingga sesuai dengan perbuatan Nabi dan para Sahabat)
Sebagian orang menghukumi haram bermain musik secara mutlak berdasar hadits riwayat Imam Bukhari. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
ليكونن من أمتى أقوام يستحلون الحر والحرير والخمر والمعازف
"Akan ada pada umatku kaum-kaum yang menghalalkan KEMALUAN, KHAMR, kain SUTRA, dan alat-alat MUSIK".
BENARKAH DEMIKIAN? MARI KITA BAHAS
SANAD HADITS
Inilah satu satunya hadits yang dianggap paling shahih mengharamkan musik. Meski diriwayatkan oleh Imam Bukhari, bukan berarti sanad hadits ini bersih dari pembicaraan. Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari secara Muallaq artinya terputus sanadnya. Oleh karena itu Ibnu Hazm dalam Al Muhalla menolak hadis ini.
Keraguan pada sanad hadis Bukhari ini tidak hanya terbatas pada periwayatan yang muallaq. Semua sanad dari hadis ini bersumber dari perawi tunggal, Hisyam bin Ammar. Perowi inilah yang jadi pembicaraan, ia diperselisihkan oleh para ahli hadits.
MATAN HADITS
Kita anggap saja hadits tsb shahih. Mari kita kupas bagaimana matan hadits tersebut.
Setelah diteliti apa apa yang disebutkan dihadist tersebut tidak semuanya HARAM MUTLAK .
1. SUTERA hanya diharamkan buat laki-laki, sedangkan perempuan dibolehkan memakainya.
2. Dalam redaksi HADIST BUKHORI TERSEBUT adalah ALHIRA ( ﺍﻟﺤِﺮَ ). ARTI aslinya adalah KEMALUAN atau FARJI.
Tapi dibelokkan artinya menjadi ZINA.
Padahal kalau kita gunakan makna aslinya, yaitu MENGHALALKAN KEMALUAN, maka hukumnya tidak mutlak haram. Sebab menghalalkan kemaluan bisa dengan cara yang benar, seperti lewat pernikahan atau budak. KEMALUAN bisa HARAM kalau digunakan untuk berzina.
Seharusnya memahami alat musik juga tidak mutlak haram seperti halnya kemaluan dan sutera, tapi harus difahami, jika alat-alat musik itu digunakan untuk kemaksiatan maka hukumnya haram TAPI jika tidak ada kemaksiatan atau melanggar SYARIAT maka hukumnya BOLEH.
SEMUA YANG disebutkan hadist BUKHORI diatas yang HARAM MUTLAK hanya KHAMR karena ada dalil nash yang salah satunya menyebutkan yaitu:
Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَعَنَ اللَّهُ الْخَمْرَ وَشَارِبَهَا وَسَاقِيَهَا وَبَائِعَهَا وَمُبْتَاعَهَا وَعَاصِرَهَا وَمُعْتَصِرَهَا وَحَامِلَهَا وَالْمَحْمُولَةَ إِلَيْهِ
“Allah melaknat khamar, orang yang meminumnya, orang yang menuangkannya,penjualnya, pembelinya, orang yang memerasnya, orang yang mengambil hasil perasannya, orang yang mengantarnya dan orang yang meminta diantarkan.” (HR. Abu Daud, no. 3674; Ibnu Majah no. 3380).
Haramnya memakai SUTRA bagi laki laki juga ada dalil nash yang menyebutkannya, silakan dicari sendiri.
Nah bagi yang mengharamkan MUTLAK ALAT MUSIK adakah DALIL NASH yg menjelaskannya??
BEGITU JUGA JANGAN belokkan arti KEMALUAN MENJADI ZINA, ini TIDAK SESUAI ARTI yang sesungguhnya dari redaksi BUKHORI diatas.
Kalau Anda bersikeras memaksakan mengharamkan MUTLAK alat musik, maka ANDA HARUS juga BERANI mengharamkan MUTLAK KEMALUAN, kalau berani silakan potong kemaluan.
=====
Maka yang benar adalah musik terlarang tersebut adalah musik yang terangkai dengan kelalaian dan maksiat, sebagaimana contoh dalam hadits Imam Bukhari tsb. Dalam pengertian lain yakni lagu lagu syetan.
Sebagaimana hal senada tergambar dalam hadits berikut:
إني لم أنه عن البكاء ولكني نهيت عن صوتين أحمقين فاجرين : صوت عند نغمة لهو ولعب ومزامير الشيطان وصوت عند مصيبة لطم وجوه وشق جيوب ورنة شيطان
“Aku tidak melarang kalian menangis. Namun, yang aku larang adalah dua suara yang bodoh dan maksiat:
1. Suara di saat nyanyian hiburan/kesenangan, permainan dan lagu-lagu setan
2. Suara ketika terjadi musibah, menampar wajah, merobek baju, dan jeritan setan.” (HR HAKIM DAN BAIHAQI)
Inilah illat pengharaman musik, sebagaimana kaidah:
الحكم يدور مع العلة وجودا وعدما
"Hukum itu berputar pada illatnya. Ada illat ada hukum, tak ada illat tak ada hukum"
Sehingga singkatnya asal hukum musik adalah mubah, bisa menjadi haram bila terdapat illat atau sebab haram didalamnya, yakni kelalaian dan kemaksiataan atau pelanggaran syariat.
==========
Sebagai tambahan kami bawakan Bukti NABI dan ISTRINYA AISYAH TIDAK mengharamkan musik dan nyanyian selama tidak membawa lalai dan maksiat
Nabi dan istrinya MENDENGARKAN MUSIK DAN NYANYIAN.
حَدَّثَنَا أَبُو يَحْيَى بْنُ أَبِي مَسَرَّةَ قَالَ ثنا أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدٍ قَالَ ثنا عَبْدُ الْجَبَّارِ بْنُ الْوَرْدِ قَالَ سَمِعْتُ ابْنَ أَبِي مُلَيْكَةَ يَقُولُ قَالَتْ عَائِشَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا بَيْنَا أَنَا وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَالِسَانِ فِي الْبَيْتِ اسْتَأْذَنَتْ عَلَيْنَا امْرَأَةٌ كَانَتْ تُغَنِّي فَلَمْ تَزَلْ بِهَا عَائِشَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا حَتَّى غَنَّتْ فَلَمَّا غَنَّتِ اسْتَأْذَنَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، فَلَمَّا اسْتَأْذَنَ عُمَرُ ، أَلْقَتِ الْمُغَنِّيَةُ مَا كَانَ فِي يَدِهَا وَخَرَجَتْ وَاسْتَأْخَرَتْ عَائِشَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا عَنْ مَجْلِسِهَا ، فَأَذِنَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَضَحِكَ ، فَقَالَ بِأَبِي وَأُمِّي مِمَّ تَضْحَكُ ؟ فَأَخْبَرَهُ مَا صَنَعَتِ الْقَيْنَةُ , وَعَائِشَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا ، فَقَالَ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ وَأَمَّا وَاللَّهِ لا ، اللَّهُ وَرَسُولُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحَقُّ أَنْ يُخْشَى يَا عَائِشَةُ
Telah menceritakan kepada kami Abu Yahya bin Abi Masarrah yang berkata telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Muhammad yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Abdul Jabbaar bin Wardi yang berkata aku mendengar Ibnu Abi Mulaikah mengatakan Aisyah radiallahu ‘anha berkata “suatu ketika aku dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam duduk berdua di rumah, maka seorang wanita yang sering bernyanyi meminta izin kepada kami, tidak henti-hentinya Aisyah bersama dengannya sampai akhirnya ia menyanyi. Ketika ia bernyanyi Umar bin Khaththab radiallahu ‘anhu datang meminta izin. Ketika Umar meminta izin maka penyanyi itu melemparkan apa yang ada di tangannya(alat musik) dan keluar, Aisyah radiallahu ‘anha pun ikut keluar dari sana. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan izin kepadanya (Umar) dan tertawa. (Umar)berkata “demi Ayah dan Ibuku, mengapa anda tertawa?”. Maka Beliau memberitahunya apa yang dilakukan penyanyi itu dan Aisyah radiallahu ‘anha. Umar radiallahu ‘anhu berkata “Demi Allah tidak (begitu), hanya Allah dan Rasul-nya shallallahu ‘alaihi wasallam yang lebih berhak untuk ditakuti wahai Aisyah”
(Akhbaaru Makkah Al Fakihiy 3/32 no 1740)
Hadis Aisyah di atas sanadnya jayyid para perawinya tsiqat dan shaduq.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ بِبَعْضِ الْمَدِينَةِ فَإِذَا هُوَ بِجَوَارٍ يَضْرِبْنَ بِدُفِّهِنَّ وَيَتَغَنَّيْنَ وَيَقُلْنَ نَحْنُ جَوَارٍ مِنْ بَنِي النَّجَّارِ يَا حَبَّذَا مُحَمَّدٌ مِنْ جَارِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْلَمُ اللَّهُ إِنِّي لَأُحِبُّكُنَّ
Dari Anas bin Malik berkata; “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melewati sebagian kota Madinah dan menemukan gadis-gadis yang sedang menabuh rebana sambil bernyanyi dan bersenandung, ‘Kami gadis-gadis Bani Najjar, alangkah indahnya punya tetangga Muhammad’.” Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Allah mengetahui, sungguh aku mencintai mereka.” (Hadits Ibnu Majah No.1889)
عَنِ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ أَنَّ امْرَأَةً جَاءَتْ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا عَائِشَةُ تَعْرِفِينَ هَذِهِ؟ قَالَتْ لا يَا نَبِيَّ اللَّهِ قَالَ هَذِهِ قَيْنَةُ بَنِي فُلانٍ تُحِبِّينَ أَنْ تُغَنِّيَكِ؟ فَغَنَّتْهَا
Dari As-Saa’ib bin Yaziid bahwa seorang wanita datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka beliau berkata “Wahai Aisyah apakah engkau mengenal wanita ini?”. (Aisyah) berkata, “Tidak wahai Nabi Allah”. Beliau berkata “Wanita ini adalah penyanyi dari Bani Fulan, sukakah engkau jika ia menyanyi untukmu” maka ia menyanyi (Sunan Al Kubra An-Nasa’iy 8/184 No. 8911).
Hadis riwayat An Nasa’iy di atas memiliki sanad yang shahih, para perawinya tsiqat.
-----
SAHABAT NABI juga mendengarkan musik dan nyanyian dan punya alat musik.
Imam Asy Syaukani Rahimahullah berkata:
عن ابْنِ سِيرِينَ قَالَ: إنَّ رَجُلًا قَدِمَ الْمَدِينَةَ بِجَوَارٍ فَنَزَلَ عَلَى عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ وَفِيهِنَّ جَارِيَةٌ تَضْرِبُ، فَجَاءَ رَجُلٌ فَسَاوَمَهُ فَلَمْ يَهْوَ مِنْهُنَّ شَيْئًا، قَالَ: انْطَلِقْ إلَى رَجُلٍ هُوَ أَمْثَلُ لَكَ بَيْعًا مِنْ هَذَا؟ قَالَ مَنْ هُوَ؟ قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ جَعْفَرٍ، فَعَرَضَهُنَّ عَلَيْهِ،فَأَمَرَ جَارِيَةً مِنْهُنَّ فَقَالَ لَهَا: خُذِي الْعُودَ، فَأَخَذَتْهُ فَغَنَّتْ فَبَايَعَهُ، ثُمَّ جَاءَ إلَى ابْنِ عُمَرَ إلَى آخِرِ الْقِصَّةِ وَرَوَى صَاحِبُ الْعِقْدِ الْعَلَّامَةُ الْأَدِيبُ أَبُو عُمَرَ الْأَنْدَلُسِيُّ: أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ دَخَلَ عَلَى ابْنِ جَعْفَرٍ فَوَجَدَ عِنْدَهُ جَارِيَةً فِي حِجْرِهَا عُودٌ ثُمَّ قَالَ لِابْنِ عُمَرَ: هَلْ تَرَى بِذَلِكَ بَأْسًا؟ قَالَ: لَا بَأْسَ بِهَذَا
Dari Ibnu Sirin, katanya: Ada seorang laki-laki datang ke Madinah bersama tetangganya, mereka berhenti di tempatnya Abdullah bin Umar, pada mereka terdapat jariyah yang sedang main rebana, lalu datang laki-laki yang menawarkannya dan dia sedikitpun tidak tertarik kepadanya. Beliau (Ibnu Umar) berkata: “Pergilah ke laki-laki yang bisa membeli dengan harga lebih dibanding seperti kepunyaanmu dan jual-lah.” Laki-laki itu bertanya: “Siapa dia?” Beliau menjawab: “Abdullah bin Ja’far. Lalu mereka membawanya kepadanya (Abdullah bin Ja’far), lalu salah satu jariyah itu diperintahkan: “Ambil-lah ‘Uud (kecapi).” Lalu dia mengambilnya lalu bernyanyi. Maka laki-laki itu menjualnya. Kemudian dia datang lagi ke Ibnu Umar sampai akhir kisah ini.
Pengarang kitab Al ‘Iqdu, Al ‘Allamah Abu Umar Al Andalusi, meriwayatkan: “Bahwa Abdullah bin Umar masuk ke rumah Abdullah bin Ja’far Radhiallahu ‘Anhuma. Dia dapati di rumahnya itu ada seorang jariyah yang dikamarnya terdapat ‘Uud (kecapi). Lalu Beliau bertanya kepada Ibnu Umar: “Apakah pendapatmu ini boleh-boleh saja?” Beliau menjawab: “Tidak apa-apa.” (Nailul Authar, 8/179.)
Khadimus Sunnah, Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah menceritakan bahwa banyak para sahabat nabi dan tabiin pernah mendengarkan nyanyian dan memainkan musik. Berikut ini keterangannya:
ما صح عن جماعة كثيرين من الصحابة والتابعين أنهم كانوا يسمعون الغناء والضرب على المعازف. فمن الصحابة عبد الله بن الزبير، وعبد الله بن جعفر وغيرهما. ومن التابعين: عمر بن عبد العزيز، وشريح القاضي، وعبد العزيز بن مسلمة، مفتي المدينة وغيرهم
Telah shahih dari segolongan banyak dari sahabat nabi dan tabi’in, bahwa mereka mendengarkan nyanyian dan memainkan musik. Di antara sahabat contohnya Abdulah bin Az-Zubeir, Abdullah bin Ja’far, dan selain mereka berdua. Dari generasi tabi’in contohnya: Umar bin Abdul ‘Aziz, Syuraih Al-Qadhi, Abdul ‘Aziz bin Maslamah mufti Madinah, dan selain mereka. (Fiqhus Sunnah, 3/57-58)
----
Maka Imam Al Fakihani
Rahimahullah mengatakan –sebagaimana dikutip
oleh Imam Asy Syaukani:
ﻟَﻢْ ﺃَﻋْﻠَﻢْ ﻓِﻲ ﻛِﺘَﺎﺏِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻭَﻟَﺎ ﻓِﻲ ﺍﻟﺴُّﻨَّﺔِ ﺣَﺪِﻳﺜًﺎ ﺻَﺤِﻴﺤًﺎ ﺻَﺮِﻳﺤًﺎ ﻓِﻲ
ﺗَﺤْﺮِﻳﻢِ ﺍﻟْﻤَﻠَﺎﻫِﻲ
Tidak aku ketahui dalam Kitabullah dan Sunnah hadits yang shahih dan lugas tentang pengharaman musik. ( Nailul Authar , 8/117)
Imam Abu Hanifah. Dalam madzhab Hanafi pengharaman musik dikenal sangat keras. Tapi faktanya, IMAM Abu Hanifah sendiri tidak seperti itu. Sebagaimana terlihat keterangan Imam Al Kasani Al Hanafiy:
وَيَجُوزُ بَيْعُ آلَاتِ الْمَلَاهِي مِنْ الْبَرْبَطِ، وَالطَّبْلِ، وَالْمِزْمَارِ، وَالدُّفِّ، وَنَحْوِ ذَلِكَ عِنْدَ أَبِي حَنِيفَةَ
Dibolehkan menjual alat-alat musik seperti Al Barbath, gendang, seruling, rebana, dan lainnya, menurut Imam Abu Hanifah. (Bada’i Ash Shana’i, 5/144)
Hal ini dipertegas lagi dalam keterangan dalam Al Mausu’ah berikut ini:
وذهب بعض الفقهاء إلى إباحتها إذا لم يلابسها محرم، فيكون بيعها عند هؤلاء مباحا . والتفصيل في مصطلح (معازف) .ومذهب أبي حنيفة – خلافا لصاحبيه – أنه يصح بيع آلات اللهو كله
Sebagian ahli fiqih berpendapat, bolehnya menjual alat-alat musik bila tidak dicampuri dengan hal-hal yang haram, maka menjual hal tersebut bagi mereka mubah. Rinciannya terdapat dalam pembahasan Al Ma’azif. Imam Abu Hanifah berpendapat –berbeda dengan dua sahabatnya- bahwa sah memperjualbelikan alat-alat musik seluruhnya. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 9/157)
ULAMA madzhab Imam Malik Rahimahullah, Beliau membolehkan mendengarkan nyanyian walau dengan iringan musik. Bahkan juga segolongan sahabat Nabi ﷺ.
Imam Asy Syaukani Rahimahullah mengatakan:
وَحَكَى الرُّويَانِيُّ عَنْ الْقَفَّالِ أَنَّ مَذْهَبَ مَالِكِ بْنِ أَنَسٍ إبَاحَةُ الْغِنَاءِ بِالْمَعَازِفِ. وَحَكَى الْأُسْتَاذُ أَبُو مَنْصُورٍ وَالْفُورَانِيُّ عَنْ مَالِكٍ جَوَازَ الْعُودِ
Ar Ruyani meriwayatkan dari Al Qaffal, bahwa madzhab-nya Imam Malik bin Anas membolehkan bernyanyi dengan menggunakan alat musik (Al Ma’azif). Al Ustadz Abu Manshur Al Furani menceritakan bahwa Imam Malik membolehkan kecapi (Al ‘Uud). (Nailul Authar, 8/113)
Imam Ibnu ‘Abidin Rahimahullah menjelaskan:
ﺁﻟﺔ ﺍﻟﻠﻬﻮ ﻟﻴﺴﺖ ﻣﺤﺮﻣﺔ ﻟﻌﻴﻨﻬﺎ ﺑﻞ ﻟﻘﺼﺪ ﺍﻟﻠﻬﻮ ﻣﻨﻬﺎ، ﺇﻣﺎ ﻣﻦ ﺳﺎﻣﻌﻬﺎ
ﺃﻭ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺸﺘﻐﻞ ﺑﻬﺎ، ﺃﻻ ﺗﺮﻯ ﺃﻥ ﺿﺮﺏ ﺗﻠﻚ ﺍﻵﻟﺔ ﺣﻞ ﺗﺎﺭﺓ ﻭﺣﺮﻡ
ﺃﺧﺮﻯ ﺑﺎﺧﺘﻼﻑ ﺍﻟﻨﻴﺔ؟ ﻭﺍﻷﻣﻮﺭ ﺑﻤﻘﺎﺻﺪﻫﺎ .
“Alat-alat permainan itu bukanlah haram semata-mata permainannya, tetapi jika karenanya terjadi kelalaian baik bagi pendengar atau orang yang memainkannya, bukankah anda sendiri menyaksikan bahwa memukul alat-alat tersebut kadang dihalalkan dan kadang diharamkan pada keadaan lain karena perbedaan niatnya? Sesungguhnya menilai perkara-perkara itu tergantung maksud-maksudnya.” ( Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 38/169)
KESIMPULAN:
Dengan mengumpulkan semua hadits hadits shahih terkait tema musik ini dapat difahami bahwa musik yang haram adalah yang mengandung pelanggaran syariat berupa kelalaian atau kemaksiatan. Inilah diantara illat pengharaman musik tersebut, bila illat pengharaman ini tiada maka hukumnya kembali ke asal yakni mubah. Sebagaimana dipraktekkan oleh Nabi dan sahabatnya dalam banyak riwayat. Demikian pula dalam redaksi hadits bukhari tersebut (bila shahih) maka terkandung makna terlarangnya musik itu bila dirangkaikan atau hingga menimbulkan kelalaian dan maksiat seperti minum khamr, zina dan lain sebagainya.
Semoga bermanfaat!
Disalin dari laman fb: Ahmad Badali