Siang itu, kantor co-working space terasa lebih semarak dari biasanya. Banner besar dengan tulisan “Welcome Founder” terpampang di ruang depan, seolah menjadi penanda pentingnya hari ini. Semua staf terlihat sibuk memastikan semuanya berjalan lancar. Ini adalah momen yang sudah ditunggu selama berminggu-minggu; kedatangan sang founder untuk townhall meeting dan makan siang bersama tim.
Selama empat bulan terakhir, komunikasi kami
hanya dilakukan melalui layar. Tapi kali ini, founder hadir secara fisik,
membuat pertemuan ini terasa lebih nyata. Ketika beliau tiba, kami bersalaman.
Rasanya seperti reuni kecil di tengah kesibukan proyek besar ini. Kehadirannya
mengingatkan kami betapa pentingnya momen kebersamaan untuk membangkitkan
semangat tim.
Townhall dimulai tepat waktu. Founder berdiri
di depan ruangan, dengan karisma yang tidak berkurang sedikit pun meski waktu
dan jarak sempat memisahkan. “Terima kasih atas kerja keras kalian semua,”
katanya, memulai pembicaraan dengan nada penuh apresiasi. Namun, seketika
wajahnya menjadi lebih serius. “Ada kabar penting—launching kita harus ditunda
satu bulan.”
Oh, kabar yang tidak kami harapkan. Meskipun
demikian, kami paham bahwa keputusan itu diambil demi kebaikan. Founder
menjelaskan bahwa masih ada beberapa kontrak penting dengan partners lokal yang
belum rampung, terutama dalam hal warehouse dan delivery. Selain itu, strategi
Go To Market harus benar-benar matang agar peluncuran di Amerika ini berdampak
signifikan. “Lebih baik terlambat, tapi sukses,” katanya dengan tegas.
Waktu bergulir cepat, dan setelah townhall
selesai, aku dipanggil untuk meeting satu lawan satu dengan founder. Kami duduk
di ruang kecil di sudut kantor. Dengan suara pelan tapi penuh makna, founder
memberitahuku bahwa sudah waktunya aku merekrut seorang Head of Operations
lokal. Rekrutmen ini akan melanjutkan apa yang sudah aku bangun di sini. “Kamu
masih diperlukan di Singapore,” katanya, “jadi setelah launching, kamu akan
kembali ke Asia Tenggara.”
Aku mendengarkan dengan seksama, mencoba
mencerna setiap detailnya. Pekerjaan ini memang menantang, tapi aku tahu inilah
tanggung jawab yang harus kuemban. “Baik, saya akan segera memulai proses
rekrutmen,” jawabku. Ada sedikit kelegaan, karena meskipun tugas di sini masih
banyak, setidaknya aku tahu perjalanan karirku selanjutnya sudah lebih jelas.
Nasib anak-anakku menjadi bagian penting dari
pertimbanganku. Selama ini, kami tidak mendaftarkan mereka ke sekolah formal di
Amerika, hanya mengambil kursus. Keputusan itu kini terasa benar, karena dengan
rencana kepulanganku ke Asia Tenggara, mereka bisa melanjutkan homeschooling
yang sudah kami mulai dari Jakarta. Lebih fleksibel dan bisa diadaptasi sesuai
jadwal pergerakan keluarga.
Istri dan anak-anakku tentu harus kuajak
bicara tentang kabar ini. Sore harinya, setelah pekerjaan di kantor selesai,
aku pulang dengan membawa banyak hal yang perlu dibicarakan. Setiba di rumah,
aku menceritakan keputusan penting itu kepada isteri dan anak-anak. Poin-poin
utama disampaikan dengan hati-hati, agar mereka mengerti mengapa perubahan ini
harus terjadi.
Sebaliknya dari yang kuperkirakan, respons
mereka sungguh positif. Isteriku tersenyum, dan anak-anak langsung bersorak
kegirangan. "Horeeee! Kita balik ke Asia Tenggara!" seru mereka
sambil melompat-lompat. Ternyata, mereka merindukan kehidupan di sana lebih
dari yang kuduga.
Momen itu menghangatkan hatiku. Keputusan
yang tadinya terasa berat kini menjadi lebih mudah dijalani, karena dukungan
keluarga yang tak tergoyahkan. Isteriku, seperti biasa, selalu menjadi sandaran
terkuat dalam setiap keputusan besar. Meski perpindahan ini akan membawa
tantangan baru, aku tahu kami akan melaluinya bersama.
Aku duduk di ruang tamu, memandangi
wajah-wajah ceria anak-anakku yang mulai berfantasi tentang kembalinya mereka
ke Jakarta, ke rumah lama, ke taman bermain yang mereka rindukan. Rasa syukur
mengalir dalam diriku, bahwa meski hidup ini penuh dengan perubahan, keluarga
selalu menjadi jangkar yang membuat setiap keputusan terasa lebih ringan.
Nanti, di hari-hari mendatang, kami akan
mempersiapkan kepulangan ini dengan hati yang lapang. Meski perjalanan ini
belum selesai, aku tahu kami sedang menapak jalan yang benar. Di balik setiap
tantangan, selalu ada kebersamaan yang membuat segalanya terasa lebih indah.