"Mulai dengan Bismillah, Luruskan Niat. Allah Maha Melihat!"


2012/08/20

SELAMAT IDUL FITRI 1 Syawal 1433H


Assalamu'alaikum wr wb.
Beningkan hati dengan dzikir
Cerahkan jiwa dengan cinta
Lalui hari dengan senyum
Tetapkan langkah dengan syukur
Sucikan hati dengan permohonan maaf

SELAMAT IDUL FITRI
1 Syawal 1433H/2012M


Taqabbalallahu minna wa minkum
Shiyaamanaa wa shiyaamakum
Ja'alanallahu waiyyakum
Minal 'Aidin wal Faizin
Kullu 'Aamin waantum Bikhair.

Mohon Maaf Lahir & Bathin


Feri, Iceu, Syefa & Haura

2012/08/13

Gandhi dan Sepatu Lepas

Baru saja saya melihat status BBM seorang sahabat. Isinya begini: 'Sepertinya kurang amal neeh. Spatu terlepas n hilang d busway. Pulang dg sepatu sebelah. Memalukan:)!

Lalu seketika saya teringat dengan cerita yang hampir sama yg pernah dialami oleh pemimpin besar India, Mahatma Gandhi.

Berikut ini cerita ringkasnya:

Suatu hari Gandhi hendak bepergian di kota Delhi, karena agak terburu-buru dia harus berlari mencari transportasi. Pilihannya bus kota, di cerita lain disebutkan adalah naik kereta api (sumber tidak diketahui).
Karena penuh sesak di dalam bus tersebut, beliau tidak berhasil menerobos ke dalam, hanya berebut tempat saja di pintu bus itu dengan penumpang lain.

Karena naiknya pun berdesakan, setelah berlari, sementara busnya terus berjalan, sepatu beliau terlepas sebelah..

Sepatu terlepas dan terjatuh sebelah di jalan, sementara bus terus melaju kencang, tentu tidak ada harapan bagi Gandhi untuk mendapatkannya lagi.

Lalu apa yang dilakukan oleh Gandhi kemudian?
Dia lepas sepatunya yg tersisa dan membuangnya ke jalan.

Seorang pemuda yg memperhatikannya lalu bertanya, 'Kenapa tuan bisa melakukan itu?'.

Dengan penuh kata2 bijak Gandhi menjelaskan, 'Sepatu saya terlepas dan jatuh sebelah, tentu yang tersisa ini jadi kurang atau tidak berguna lagi. Daripada tidak ada gunanya, lebih baik yang sebelahnya lagi ini saya lepas juga ke jalan. Siapa tahu ada yang menemukan kedua-duanya sehingga dia bisa menggunakan dan memanfaatkannya'.

Luar biasa ya, konsep ikhlas dengan setiap kejadian plus semangat berbagi manfaat sekaligus.

Kalau merujuk pada prinsip 90/10-nya Stephen covey, Gandhi sudah menunjukkan cara bersikap yang demikian. Yang 10-nya diluar kendali orangnya, sementara yang 90 murni dari cara beliau bersikap. Kejadian yang kurang menyenangkan di awal jangan biarkan sampai membuat hari kita jadi tidak menyenangkan.

InsyaAllah, next time kita discuss lagi dengan tema prinsip 90/10 ini. Terimakasih telah berkenan membaca tulisan ini.

Salam,

2012/08/07

First Call Resolution (FCR) and Repeated Calls

Dalam pengelolaan contact center, istilah First Call Resolution (FCR) telah menjadi salahsatu term yang sangat populer. First Call Resolution (FCR) merupakan salahsatu parameter yang bisa [sangat] mempengaruhi Service Level secara keseluruhan. Seperti apa hubungan antara First Call Resolution (FCR) dengan pencapaian Service Level? Untuk menjawab pertanyaan tersebutlah, tulisan ini dibuat.

Pertama, saya sampaikan pengertian dasar apa itu First Call Resolution (FCR) dalam tampilan matematis berikut ini:

FCR performance is the percentage of customers who achieved call resolution in one call.

Berapa banyak pelanggan yang [merasa] masalahnya teratasi, requestnya terpenuhi, atau pertanyaannya terjawab dalam satu kali call saja dibandingkan dengan jumlah total call, itulah yang dimaksud dengan Performansi FCR. Semakin tinggi nilai FCR-nya semakin ‘memuaskan’ layanan call center tersebut di persepsi pelanggan.

Pelanggan tidak perlu melakukan panggilan kedua, ketiga atau seterusnya untuk memenuhi keperluannya terkait dari layanan call center yang ditelponnya tersebut. One call is enough! That’s the point of FCR performance.

Dalam praktiknya, tentu tidak semua transaksi bisa diselesaikan secara langsung oleh seorang agent di satu kali call. Ada banyak transactions / cases yang harus dieskalasikan ke bagian back-end support karena keterbatasan agent’s authority dari aplikasi-aplikasi tertentu misalnya. Atau karena terjadinya gangguan sistem sehingga request atau problem pelanggan tidak bisa langsung diselesaikan di panggilan pertama.

Selain dari kumpulan calls yang termasuk dalam FCR adalah calls yang [bisa] memicu terjadinya repeated calls. Jika ini terjadi, maka bisa diprediksikan call offered akan meningkat. Kalau staf WFM (work force management) sudah bisa melakukan forecast call dari potensi repeated calls tentu Service Level masih bisa dijaga dengan baik [sepanjang ketersediaan agents memenuhi kebutuhan staffing].

Ceritanya akan lain lagi jika potensi repeated calls tersebut luput dari bagian forecast oleh staf WFM, maka resiko SL drop akan menjadi sangat mengkhawatirkan. Karena pelanggan yang tidak atau kurang puas dengan panggilan pertamanya akan melakukan panggilan kembali berkali-kali sampai mereka merasa satisfied. Ketika panggilan berulang terus dilakukan dan dilayani oleh agent-agent yang berbeda maka secara psikologis, agent yang melayani kemudiannya akan menjadi terganggu kepercayaan dirinya [bisa juga tidak].

Dari uraian sederhana di atas sudah terlihat seperti apa hubungan FCR dan SL. Kemudian, mari kita lihat faktor apa saja yang bisa membuat performansi FCR menjadi tidak baik.

Pertama, tentu saja faktor agent. Ketidakcakapan seorang agent dalam delivering service akan memicu pelanggan mencari alternative solution / information dengan menghubungi agent yang lainnya. Maka repeated call dengan case/inquiry yang sama akan terjadi. Untuk mengatasi masalah ini, training product knowledge, telephony skills dan phone courtesy bisa menjadi pilihan management. Trainingnya sendiri bisa macam-macam; classical, tandem, roleplay atau metode-metode lain yang dianggap bisa membantu.

Kedua adalah faktor prosedur. Call center yang memberikan otoritas yang luas kepada seorang agent dalam handling problem akan sangat mempengaruhi pada kecepatan solve-nya masalah pelanggan. Sementara call center yang menerapkan prosedur yang terlalu ketat, birokratis dan banyak lapisan untuk approval tentu akan bisa menghambat pencapaian FCR ini. Solusi untuk faktor ini adalah perlunya melakukan ‘simplifikasi’ SOP. Namun, ini sepenuhnya tergantung kepada kebijakan manajemen.

Ketiga adalah faktor sistem atau teknologi. Sistem atau teknologi ini bisa berupa software dan ataupun hardware. Kegagalan kerja sistem atau teknologi ini akan sangat memicu datangnya call berulang. Gangguannya bisa terjadi di teknologi / tool call center-nya atau bisa juga gangguan yang terjadi pada teknologi pendukung atau yang dijual ke end-user. Pada saat gangguan terjadi, pelanggan akan secara berkala melakukan panggilan ke call center untuk memastikan apakah gangguan/permasalahan di sistemnya sudah selesai atau belum. 

Untuk mengatasi masalah ketiga ini diantaranya adalah dengan melakukan pengecekan perangkat secara intensif oleh team IT, atau dengan menggunakan perangkat dari vendor yang handal. Dan pasti masih banyak solusi lain yang bisa dilakukan, tergantung pada masalahnya.

Demikian sedikit ulasan mengenai FCR. Tentu bagi bapak/ibu pegiat call center semua, hal yang saya tuliskan ini adalah hal yang sudah menjadi ‘makanannya’ sehari-hari.

Terimakasih telah bersedia menyimak.
Salam, maju terus contact center Indonesia.