"Mulai dengan Bismillah, Luruskan Niat. Allah Maha Melihat!"


2024/05/14

KUPAS TUNTAS HUKUM MUSIK

MEMAHAMI HADITS IMAM BUKHORI TENTANG ALAT MUSIK

(Sehingga sesuai dengan perbuatan Nabi dan para Sahabat)


Sebagian orang menghukumi haram bermain musik secara mutlak berdasar hadits riwayat Imam Bukhari. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:


ليكونن من أمتى أقوام يستحلون الحر والحرير والخمر والمعازف

"Akan ada pada umatku kaum-kaum yang menghalalkan KEMALUAN, KHAMR, kain SUTRA, dan alat-alat MUSIK".



BENARKAH DEMIKIAN? MARI KITA BAHAS


SANAD HADITS

Inilah satu satunya hadits yang dianggap paling shahih mengharamkan musik. Meski diriwayatkan oleh Imam Bukhari, bukan berarti sanad hadits ini bersih dari pembicaraan. Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari secara Muallaq artinya terputus sanadnya. Oleh karena itu Ibnu Hazm dalam Al Muhalla menolak hadis ini. 


Keraguan pada sanad hadis Bukhari ini tidak hanya terbatas pada periwayatan yang muallaq. Semua sanad dari hadis ini bersumber dari perawi tunggal, Hisyam bin Ammar. Perowi inilah yang jadi pembicaraan, ia diperselisihkan oleh para ahli hadits.


MATAN HADITS

Kita anggap saja hadits tsb shahih. Mari kita kupas bagaimana matan hadits tersebut.


Setelah diteliti apa apa yang disebutkan dihadist tersebut tidak semuanya HARAM MUTLAK .


1. SUTERA hanya diharamkan buat laki-laki, sedangkan perempuan dibolehkan memakainya.


2. Dalam redaksi HADIST BUKHORI TERSEBUT adalah ALHIRA ( ﺍﻟﺤِﺮَ ). ARTI aslinya adalah KEMALUAN atau FARJI. 

Tapi dibelokkan artinya menjadi ZINA.


Padahal kalau kita gunakan makna aslinya, yaitu MENGHALALKAN KEMALUAN, maka hukumnya tidak mutlak haram. Sebab menghalalkan kemaluan bisa dengan cara yang benar, seperti lewat pernikahan atau budak. KEMALUAN bisa HARAM kalau digunakan untuk berzina.


Seharusnya memahami alat musik juga tidak mutlak haram seperti halnya kemaluan dan sutera, tapi harus difahami, jika  alat-alat musik itu digunakan untuk kemaksiatan maka hukumnya haram TAPI jika tidak ada kemaksiatan atau melanggar SYARIAT maka hukumnya BOLEH.


SEMUA YANG disebutkan hadist BUKHORI diatas yang HARAM MUTLAK hanya KHAMR karena ada dalil nash yang salah satunya menyebutkan yaitu:


Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


لَعَنَ اللَّهُ الْخَمْرَ وَشَارِبَهَا وَسَاقِيَهَا وَبَائِعَهَا وَمُبْتَاعَهَا وَعَاصِرَهَا وَمُعْتَصِرَهَا وَحَامِلَهَا وَالْمَحْمُولَةَ إِلَيْهِ


“Allah melaknat khamar, orang yang meminumnya, orang yang menuangkannya,penjualnya, pembelinya, orang yang memerasnya, orang yang mengambil hasil perasannya, orang yang mengantarnya dan orang yang meminta diantarkan.” (HR. Abu Daud, no. 3674; Ibnu Majah no. 3380).


Haramnya memakai SUTRA bagi laki laki juga ada dalil nash yang menyebutkannya, silakan dicari sendiri. 


Nah bagi yang mengharamkan MUTLAK ALAT MUSIK adakah DALIL NASH yg menjelaskannya??


BEGITU JUGA JANGAN belokkan arti KEMALUAN MENJADI ZINA, ini TIDAK SESUAI ARTI yang sesungguhnya dari redaksi BUKHORI diatas. 


Kalau Anda bersikeras memaksakan mengharamkan MUTLAK alat musik, maka ANDA HARUS juga BERANI mengharamkan MUTLAK KEMALUAN, kalau berani silakan potong kemaluan.


=====


Maka yang benar adalah musik terlarang tersebut adalah musik yang terangkai dengan kelalaian dan maksiat, sebagaimana contoh dalam hadits Imam Bukhari tsb. Dalam pengertian lain yakni lagu lagu syetan.


Sebagaimana hal senada tergambar dalam hadits berikut:


إني لم أنه عن البكاء ولكني نهيت عن صوتين أحمقين فاجرين : صوت عند نغمة لهو ولعب ومزامير الشيطان وصوت عند مصيبة لطم وجوه وشق جيوب ورنة شيطان


“Aku tidak melarang kalian menangis. Namun, yang aku larang adalah dua suara yang bodoh dan maksiat:

1. Suara di saat nyanyian hiburan/kesenangan, permainan dan lagu-lagu setan

2. Suara ketika terjadi musibah, menampar wajah, merobek baju, dan jeritan setan.” (HR HAKIM DAN BAIHAQI)


Inilah illat pengharaman musik, sebagaimana kaidah:

الحكم يدور مع العلة وجودا وعدما

"Hukum itu berputar pada illatnya. Ada illat ada hukum, tak ada illat tak ada hukum"


Sehingga singkatnya asal hukum musik adalah mubah, bisa menjadi haram bila terdapat illat atau sebab haram didalamnya, yakni kelalaian dan kemaksiataan atau pelanggaran syariat.


==========

Sebagai tambahan kami bawakan Bukti NABI dan ISTRINYA AISYAH TIDAK mengharamkan musik dan nyanyian selama tidak membawa lalai dan maksiat


Nabi dan istrinya MENDENGARKAN MUSIK DAN NYANYIAN. 


حَدَّثَنَا أَبُو يَحْيَى بْنُ أَبِي مَسَرَّةَ قَالَ ثنا أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدٍ قَالَ ثنا عَبْدُ الْجَبَّارِ بْنُ الْوَرْدِ  قَالَ سَمِعْتُ ابْنَ أَبِي مُلَيْكَةَ  يَقُولُ  قَالَتْ عَائِشَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا بَيْنَا أَنَا وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَالِسَانِ فِي الْبَيْتِ اسْتَأْذَنَتْ عَلَيْنَا امْرَأَةٌ كَانَتْ تُغَنِّي فَلَمْ تَزَلْ بِهَا عَائِشَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا حَتَّى غَنَّتْ فَلَمَّا غَنَّتِ اسْتَأْذَنَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، فَلَمَّا اسْتَأْذَنَ عُمَرُ ، أَلْقَتِ الْمُغَنِّيَةُ مَا كَانَ فِي يَدِهَا  وَخَرَجَتْ وَاسْتَأْخَرَتْ عَائِشَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا عَنْ مَجْلِسِهَا ، فَأَذِنَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَضَحِكَ ، فَقَالَ  بِأَبِي وَأُمِّي مِمَّ تَضْحَكُ ؟ فَأَخْبَرَهُ مَا صَنَعَتِ الْقَيْنَةُ , وَعَائِشَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا ، فَقَالَ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ  وَأَمَّا وَاللَّهِ لا ، اللَّهُ وَرَسُولُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحَقُّ أَنْ يُخْشَى يَا عَائِشَةُ


Telah menceritakan kepada kami Abu Yahya bin Abi Masarrah yang berkata telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Muhammad yang berkata telah menceritakan kepada kami ‘Abdul Jabbaar bin Wardi yang berkata aku mendengar Ibnu Abi Mulaikah mengatakan Aisyah radiallahu ‘anha berkata “suatu ketika aku dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam duduk berdua di rumah, maka seorang wanita yang sering bernyanyi meminta izin kepada kami, tidak henti-hentinya Aisyah bersama dengannya sampai akhirnya ia menyanyi. Ketika ia bernyanyi Umar bin Khaththab radiallahu ‘anhu datang meminta izin. Ketika Umar meminta izin maka penyanyi itu melemparkan apa yang ada di tangannya(alat musik) dan keluar, Aisyah radiallahu ‘anha pun ikut keluar dari sana. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan izin kepadanya (Umar) dan tertawa. (Umar)berkata “demi Ayah dan Ibuku, mengapa anda tertawa?”. Maka Beliau memberitahunya apa yang dilakukan penyanyi itu dan Aisyah radiallahu ‘anha. Umar radiallahu ‘anhu berkata “Demi Allah tidak (begitu), hanya Allah dan Rasul-nya shallallahu ‘alaihi wasallam yang lebih berhak untuk ditakuti wahai Aisyah” 

(Akhbaaru Makkah Al Fakihiy 3/32 no 1740)

Hadis Aisyah di atas sanadnya jayyid para perawinya tsiqat dan shaduq.


عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ بِبَعْضِ الْمَدِينَةِ فَإِذَا هُوَ بِجَوَارٍ يَضْرِبْنَ بِدُفِّهِنَّ وَيَتَغَنَّيْنَ وَيَقُلْنَ نَحْنُ جَوَارٍ مِنْ بَنِي النَّجَّارِ يَا حَبَّذَا مُحَمَّدٌ مِنْ جَارِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْلَمُ اللَّهُ إِنِّي لَأُحِبُّكُنَّ


Dari Anas bin Malik berkata; “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melewati sebagian kota Madinah dan menemukan gadis-gadis yang sedang menabuh rebana sambil bernyanyi dan bersenandung, ‘Kami gadis-gadis Bani Najjar, alangkah indahnya punya tetangga Muhammad’.” Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Allah mengetahui, sungguh aku mencintai mereka.” (Hadits Ibnu Majah No.1889)


عَنِ السَّائِبِ بْنِ يَزِيدَ أَنَّ امْرَأَةً جَاءَتْ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ  يَا عَائِشَةُ تَعْرِفِينَ هَذِهِ؟ قَالَتْ لا  يَا نَبِيَّ اللَّهِ قَالَ هَذِهِ قَيْنَةُ بَنِي فُلانٍ تُحِبِّينَ أَنْ تُغَنِّيَكِ؟ فَغَنَّتْهَا


Dari As-Saa’ib bin Yaziid bahwa seorang wanita datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka beliau berkata “Wahai Aisyah apakah engkau mengenal wanita ini?”. (Aisyah) berkata, “Tidak wahai Nabi Allah”. Beliau berkata “Wanita ini adalah penyanyi dari Bani Fulan, sukakah engkau jika ia menyanyi untukmu” maka ia menyanyi (Sunan Al Kubra An-Nasa’iy 8/184 No. 8911). 


Hadis riwayat An Nasa’iy di atas memiliki sanad yang shahih, para perawinya tsiqat.


-----

SAHABAT NABI juga mendengarkan musik dan nyanyian dan punya alat musik. 


Imam Asy Syaukani Rahimahullah berkata:


عن ابْنِ سِيرِينَ قَالَ: إنَّ رَجُلًا قَدِمَ الْمَدِينَةَ بِجَوَارٍ فَنَزَلَ عَلَى عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ وَفِيهِنَّ جَارِيَةٌ تَضْرِبُ، فَجَاءَ رَجُلٌ فَسَاوَمَهُ فَلَمْ يَهْوَ مِنْهُنَّ شَيْئًا، قَالَ: انْطَلِقْ إلَى رَجُلٍ هُوَ أَمْثَلُ لَكَ بَيْعًا مِنْ هَذَا؟ قَالَ مَنْ هُوَ؟ قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ جَعْفَرٍ، فَعَرَضَهُنَّ عَلَيْهِ،فَأَمَرَ جَارِيَةً مِنْهُنَّ فَقَالَ لَهَا: خُذِي الْعُودَ، فَأَخَذَتْهُ فَغَنَّتْ فَبَايَعَهُ، ثُمَّ جَاءَ إلَى ابْنِ عُمَرَ إلَى آخِرِ الْقِصَّةِ وَرَوَى صَاحِبُ الْعِقْدِ الْعَلَّامَةُ الْأَدِيبُ أَبُو عُمَرَ الْأَنْدَلُسِيُّ: أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ دَخَلَ عَلَى ابْنِ جَعْفَرٍ فَوَجَدَ عِنْدَهُ جَارِيَةً فِي حِجْرِهَا عُودٌ ثُمَّ قَالَ لِابْنِ عُمَرَ: هَلْ تَرَى بِذَلِكَ بَأْسًا؟ قَالَ: لَا بَأْسَ بِهَذَا


Dari Ibnu Sirin, katanya: Ada seorang laki-laki datang ke Madinah bersama tetangganya, mereka berhenti di tempatnya Abdullah bin Umar, pada mereka terdapat jariyah yang sedang main rebana, lalu datang laki-laki yang menawarkannya dan dia sedikitpun tidak tertarik kepadanya. Beliau (Ibnu Umar) berkata: “Pergilah ke laki-laki yang bisa membeli dengan harga lebih dibanding seperti kepunyaanmu dan jual-lah.” Laki-laki itu bertanya: “Siapa dia?” Beliau menjawab: “Abdullah bin Ja’far. Lalu mereka membawanya kepadanya (Abdullah bin Ja’far), lalu salah satu jariyah itu diperintahkan: “Ambil-lah ‘Uud (kecapi).” Lalu dia mengambilnya lalu bernyanyi. Maka laki-laki itu menjualnya. Kemudian dia datang lagi ke Ibnu Umar sampai akhir kisah ini.

Pengarang kitab Al ‘Iqdu, Al ‘Allamah Abu Umar Al Andalusi, meriwayatkan: “Bahwa Abdullah bin Umar masuk ke rumah Abdullah bin Ja’far Radhiallahu ‘Anhuma. Dia dapati di rumahnya itu ada seorang jariyah yang dikamarnya terdapat ‘Uud (kecapi). Lalu Beliau bertanya kepada Ibnu Umar: “Apakah pendapatmu ini boleh-boleh saja?” Beliau menjawab: “Tidak apa-apa.” (Nailul Authar, 8/179.) 


Khadimus Sunnah, Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah menceritakan bahwa banyak para sahabat nabi dan tabiin pernah mendengarkan nyanyian dan memainkan musik. Berikut ini keterangannya:


ما صح عن جماعة كثيرين من الصحابة والتابعين أنهم كانوا يسمعون الغناء والضرب على المعازف. فمن الصحابة عبد الله بن الزبير، وعبد الله بن جعفر وغيرهما. ومن التابعين: عمر بن عبد العزيز، وشريح القاضي، وعبد العزيز بن مسلمة، مفتي المدينة وغيرهم


Telah shahih dari segolongan banyak dari sahabat nabi dan tabi’in, bahwa mereka mendengarkan nyanyian dan memainkan musik. Di antara sahabat contohnya Abdulah bin Az-Zubeir, Abdullah bin Ja’far, dan selain mereka berdua. Dari generasi tabi’in contohnya: Umar bin Abdul ‘Aziz, Syuraih Al-Qadhi, Abdul ‘Aziz bin Maslamah mufti Madinah, dan selain mereka. (Fiqhus Sunnah, 3/57-58)


----

Maka Imam Al Fakihani

Rahimahullah mengatakan –sebagaimana dikutip

oleh Imam Asy Syaukani:

ﻟَﻢْ ﺃَﻋْﻠَﻢْ ﻓِﻲ ﻛِﺘَﺎﺏِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻭَﻟَﺎ ﻓِﻲ ﺍﻟﺴُّﻨَّﺔِ ﺣَﺪِﻳﺜًﺎ ﺻَﺤِﻴﺤًﺎ ﺻَﺮِﻳﺤًﺎ ﻓِﻲ

ﺗَﺤْﺮِﻳﻢِ ﺍﻟْﻤَﻠَﺎﻫِﻲ

Tidak aku ketahui dalam Kitabullah dan Sunnah hadits yang shahih dan lugas tentang pengharaman musik. ( Nailul Authar , 8/117)


Imam Abu Hanifah. Dalam madzhab Hanafi pengharaman musik dikenal sangat keras. Tapi faktanya, IMAM Abu Hanifah sendiri tidak seperti itu. Sebagaimana terlihat keterangan Imam Al Kasani Al Hanafiy:


وَيَجُوزُ بَيْعُ آلَاتِ الْمَلَاهِي مِنْ الْبَرْبَطِ، وَالطَّبْلِ، وَالْمِزْمَارِ، وَالدُّفِّ، وَنَحْوِ ذَلِكَ عِنْدَ أَبِي حَنِيفَةَ


Dibolehkan menjual alat-alat musik seperti Al Barbath, gendang, seruling, rebana, dan lainnya, menurut Imam Abu Hanifah. (Bada’i Ash Shana’i, 5/144)


Hal ini dipertegas lagi dalam keterangan dalam Al Mausu’ah berikut ini:


وذهب بعض الفقهاء إلى إباحتها إذا لم يلابسها محرم، فيكون بيعها عند هؤلاء مباحا . والتفصيل في مصطلح (معازف) .ومذهب أبي حنيفة – خلافا لصاحبيه – أنه يصح بيع آلات اللهو كله


Sebagian ahli fiqih berpendapat, bolehnya menjual alat-alat musik bila tidak dicampuri dengan hal-hal yang haram, maka menjual hal tersebut bagi mereka mubah. Rinciannya terdapat dalam pembahasan Al Ma’azif. Imam Abu Hanifah berpendapat –berbeda dengan dua sahabatnya- bahwa sah memperjualbelikan alat-alat musik seluruhnya. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 9/157)


ULAMA  madzhab Imam Malik Rahimahullah, Beliau membolehkan mendengarkan nyanyian walau dengan iringan musik. Bahkan juga segolongan sahabat Nabi ﷺ.

Imam Asy Syaukani Rahimahullah mengatakan:


وَحَكَى الرُّويَانِيُّ عَنْ الْقَفَّالِ أَنَّ مَذْهَبَ مَالِكِ بْنِ أَنَسٍ إبَاحَةُ الْغِنَاءِ بِالْمَعَازِفِ. وَحَكَى الْأُسْتَاذُ أَبُو مَنْصُورٍ وَالْفُورَانِيُّ عَنْ مَالِكٍ جَوَازَ الْعُودِ


Ar Ruyani meriwayatkan dari Al Qaffal, bahwa madzhab-nya Imam Malik bin Anas membolehkan bernyanyi dengan menggunakan alat musik (Al Ma’azif). Al Ustadz Abu Manshur Al Furani menceritakan bahwa Imam Malik membolehkan kecapi (Al ‘Uud). (Nailul Authar, 8/113)


Imam Ibnu ‘Abidin Rahimahullah menjelaskan:

ﺁﻟﺔ ﺍﻟﻠﻬﻮ ﻟﻴﺴﺖ ﻣﺤﺮﻣﺔ ﻟﻌﻴﻨﻬﺎ ﺑﻞ ﻟﻘﺼﺪ ﺍﻟﻠﻬﻮ ﻣﻨﻬﺎ، ﺇﻣﺎ ﻣﻦ ﺳﺎﻣﻌﻬﺎ

ﺃﻭ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺸﺘﻐﻞ ﺑﻬﺎ، ﺃﻻ ﺗﺮﻯ ﺃﻥ ﺿﺮﺏ ﺗﻠﻚ ﺍﻵﻟﺔ ﺣﻞ ﺗﺎﺭﺓ ﻭﺣﺮﻡ

ﺃﺧﺮﻯ ﺑﺎﺧﺘﻼﻑ ﺍﻟﻨﻴﺔ؟ ﻭﺍﻷﻣﻮﺭ ﺑﻤﻘﺎﺻﺪﻫﺎ .

“Alat-alat permainan itu bukanlah haram semata-mata permainannya, tetapi jika karenanya terjadi kelalaian baik bagi pendengar atau orang yang memainkannya, bukankah anda sendiri menyaksikan bahwa memukul alat-alat tersebut kadang dihalalkan dan kadang diharamkan pada keadaan lain karena perbedaan niatnya? Sesungguhnya menilai perkara-perkara itu tergantung maksud-maksudnya.” ( Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 38/169)


KESIMPULAN:

Dengan mengumpulkan semua hadits hadits shahih terkait tema musik ini dapat difahami bahwa musik yang haram adalah yang mengandung pelanggaran syariat berupa kelalaian atau kemaksiatan. Inilah diantara illat pengharaman musik tersebut, bila illat pengharaman ini tiada maka hukumnya kembali ke asal yakni mubah. Sebagaimana dipraktekkan oleh Nabi dan sahabatnya dalam banyak riwayat. Demikian pula dalam redaksi hadits bukhari tersebut (bila shahih) maka terkandung makna terlarangnya musik itu bila dirangkaikan atau hingga menimbulkan kelalaian dan maksiat seperti minum khamr, zina dan lain sebagainya.


Semoga bermanfaat!
Disalin dari laman fb:  Ahmad Badali

2024/04/06

TAHUN 1700-an awal, BATAHAN JADI REBUTAN BELANDA DAN INGGRIS

Bangsa Eropa ketiga yang datang ke pantai barat Sumatera adalah orang Inggris. Seperti yang diungkapkan Dennis Lombard, terdapat armada Inggris di wilayah tersebut pada kuartal terakhir abad ke-16, dan Aceh merupakan salah satu wilayah pertama yang dikunjungi armada Inggris. Kehadiran Inggris di kawasan tersebut atas perintah langsung Ratu Inggris, Queen Elizabeth I. Sang ratu menyiapkan sebuah surat yang ditulis dengan tinta emas di atas kertas halus dan disampaikan oleh "utusan kerajaan" bernama Sir James Lancaster. Dalam suratnya, Ratu Elizabeth menyebut Raja Aceh sebagai "saudara laki-lakinya" dan menulis, "Kepada saudara ku, Raja Aceh Darussalam. Utusan Ratu Inggris juga dikabarkan membawa sederet "suvenir", berupa satu set perhiasan dari berlian rubi. Pendekatan “soft diplomacy” Inggris memungkinkan penguasa Aceh membuka perdagangan di Kutarajah.

Puncak kehadiran militer Inggris di wilayah tersebut terjadi pada tahun 1685 ketika mereka merebut Bengkulu dan membangun benteng di sana.

British East India Company (EIC) sejak 1685 mendirikan pusat perdagangan lada Bencoolen dan kemudian gudang penyimpanan di tempat yang sekarang menjadi Kota Bengkulu. Saat itu, ekspedisi EIC dipimpin oleh Ralph Ord dan William Cowley untuk mencari pengganti pusat perdagangan lada setelah Pelabuhan Banten jatuh ke tangan VOC, dan EIC dilarang berdagang di sana. Traktat dengan Kerajaan Selebar pada tanggal 12 Juli 1685 mengizinkan Inggris untuk mendirikan benteng dan berbagai gedung perdagangan. Benteng York didirikan tahun 1685 di sekitar muara Sungai Serut.

Dalam sebuah dokumen berbahasa Inggris dengan ejaan abad 19, ditemukan bahwa dari arah Bengkulu, Inggris melalui perusahaan dagangnya EIC yang ditopang dengan kekuatan militer kerajaan, sebenarnya mereka ingin meluaskan pengaruh dagangnya ke arah utara, menyusuri pantai Barat Sumatera. Bandar-bandar atau pelabuhan yang masih dikuasai Belanda melalui VOC adalah Indrapura, Padang, Pariaman, Tiku, Pasaman, Batahan, Barus dan Daya. Melihat dari paragraf-paragraf sebelumnya dan dibandingkan dengan tahun terbitnya buku ini, diperkirakan Batahan jatuh ke tangan Inggris sekira tahun 1717. Ini beberapa tahun sebelum Batahan dipimpin oleh Raja Perempuan, Puti Bulan Tasingik (yang menurut catatan almarhum papa Fahmi Husin, beliau jadi Raja Perempuan sekira tahun 1725). Dokumen ini ditemukan di buku dengan judul MODERN HISTORY or PRESENT STATE OF ALL NATIONS, volume 1, ditulis oleh Mr. Salmon. Tahun terbit 1739. Kata Batahan muncul dua kali di halaman 190.



Teks asli, dalam huruf English of 18th century.


When we were driven from Bencoulen, it seems neither Bantall or Mocho-Mocho were ever attacked, though they were much leſs able to have defended themselves; which confirms me in the opinion, that though the natives did reſent ſome ill uſage they had met with, yet the advantageous trade they carried on with the Engliſh, as well as their dread of the Dutch, foon inclined them to be reconciled to us again.

To the northward of the Engliſh ſettlements on the west coaft of Sumatra ſtand the towns of Indrapour, Padang, Priaman, Tecou, Paflaman, Batahan, Barros and Daya. Indrapour is the firſt Dutch ſettlement to the northward of the Engliſh, and lyes two degrees fouth; Padang lyes in one degree thirty minutes, Priaman in fifty minutes, Tecou in thirty minutes fouth latitude, and Pafla- man almoft under the line; ſo that the Dutch fettlements on the west coaft extend from two degrees fouth latitude to the equator, and of theſe Padang is the principal; Batahan is one degree to the northward of the line, Barros in two degrees thirty minutes north, and Daya four degrees fifty minutes north. Here, and in the rest of the country to the northward of the equator, the King of Achen ſtill retains his fovereignty; and I don't find that any European nation are in poffeffion of his ports; but the fouthern parts of the island are ſo awed and restrained of their liberty by the Dutch, that they dare not trade with any other people.


TERJEMAHAN BEBAS by GoogleTranslate:
Saat kami diusir dari Bencoulen, sepertinya Bantall maupun Muko-Muko tidak pernah diserang, meski mereka kurang mampu mempertahankan diri; Hal ini menguatkan pendapat saya, bahwa meskipun penduduk asli tidak menyukai perlakuan buruk yang pernah mereka alami (oleh penjajah sebelumnya), namun keuntungan perdagangan yang mereka lakukan dengan orang Inggris, serta rasa takut mereka terhadap Belanda, membuat mereka cenderung untuk berdamai kembali dengan kami. .

Di sebelah utara pemukiman Inggris di pantai barat Sumatra berdiri kota Indrapura, Padang, Pariaman, Tiku, ​​Pasaman, Batahan, Barus dan Daya. Indrapura adalah pemukiman Belanda pertama di utara Inggris, dan terletak dua derajat keempat; Padang terletak pada satu derajat tiga puluh menit, Pariaman lima puluh menit, Tiku tiga puluh menit lintang empat, dan Pasaman hampir berada di bawah garis; sehingga pemukiman Belanda di pantai barat terbentang dari dua derajat lintang empat sampai garis khatulistiwa, dan Padang adalah yang utama; Batahan berada satu derajat ke arah utara, Barros dua derajat tiga puluh menit ke utara, dan Daya empat derajat lima puluh menit ke utara. Di sini, dan di wilayah lain di utara khatulistiwa, Raja Achen masih mempertahankan kedaulatannya; dan saya tidak menemukan satu pun negara Eropa yang kewalahan dengan pelabuhannya; namun bagian keempat pulau ini terlalu kagum dan dibatasi kebebasannya oleh Belanda, sehingga mereka tidak berani berdagang dengan negara lain.


 



SEBELUM RAJA PEREMPUAN DINOBATKAN, TELAH ADA DUA PEMIMPIN DI BATAHAN

Berdasarkan catatan dari cerita turun temurun dan dihubungkan dengan tahun kelahiran Willem Iskandar (1840)-seorang tokoh Mandailing yang kelak jadi tokoh pendidikan tingkat nasional-, yang dalam garis keturunan di kerajaan Pidoli Lombang merupakan keturunan ketujuh dari Raja Baginda Soaloon (Raja di Pidoli Lombang). Sementara Puti Bulan Tasingik (Tersingit) yang kelak menjadi Raja Perempuan di Batahan adalah putra dari Sutan Kumala bin Baginda Soaloon. Artinya Puti Bulan Tasingik ini adalah cucu dari Raja Pidoli Lombang, Baginda Soaloon.

Rentang kekuasaan Raja Perempuan di Batahan itu diperkirakan antara 1725-1750. Sebelum itu, pemerintahan di Batahan masih belum berbentuk kerajaan. Kepemimpinan di Batahan masih didasarkan pada kepemimpinan tradisional berdasarkan kelompok pendatang yang kemudian menetap di Batahan. Dua kelompok besar yang ada masing-masing adalah rombongan dari Indrapura dan rombongan dari Aceh. Sebenarnya ada kelompok-kelompok kecil yang sudah duluan ada dan datang kemudian, namun karena jumlahnya tidak signifikan maka mereka memilih untuk membaurkan diri dengan rombongan Indrapura atau rombongan Aceh.

Dua nama pemimpin Batahan yang pernah tercatat pada masa sebelum Raja Perempuan itu adalah Orang Kaya Bungsu dan Sutan Muda. Yang disebut pertama terindikasi sebagai puak Indrapura dan yang kedua adalah kelompok Aceh. Dokumen mengenai nama mereka ini dapat dilihat di sebuah buku lama dengan judul ONZE KENNIS VAN SUMATRA'S WESTKUST , OMSTREEKS DE HELFT DER ACHTTIENDE EEUW, halaman 516. Tahun peristiwanya adalah 1693.

     BATAHAN berada di bawah kekuasaan dua penguasa: Orang Kaja Boengsoe dan Soetan Moeda.      Berdasarkan kontrak tahun 1693, hal itu terjadi wilayah ini melekat pada Perseroan. Satu atau dua hari dari pantai terdapat empat tambang emas "kaya", yang dikerjakan oleh masyarakat Rau. dari Batahan adalah Batta.



Sistem pemerintahan resmi yang pernah berkuasa di Batahan yang berkaitan dengan Belanda bermula ketika Batahan menjadi kekuriaan Batahan. Tercatat yang menjadi Kepala Kuria pertama adalah Sotu gelar Majo Dirajo (sekira 1841-1846). Dari era Raja Perempuan hingga terbentuknya kekuriaan ini, Batahan dipimpin oleh beberapa orang Raja, diantaranya yang dikenal adalah Sutan Gagar Alam.

Kepala Kuria yang pernah memimpin Batahan berturut-turut sejak era Sotu gelar Majo Dirajo adalah Abdur Rahman, kemudian M. Basir gelar Sutan Mulia Rajo, selanjutnya Abdul Muluk gelar Sutan Bandaro Rajo, diteruskan oleh M. Tahar gelar Sutan Amir, lalu digantikan oleh M. Yunus Sutan Maharajo Adat (1932) kemudian sempat digantikan oleh pelaksana tugas Onder Voorzitter dari Datuk Kubangan, setelah itu ada Hasan Rancak gelar Sutan Marah Alam Dunia. Semua kepala Kuria ini selain dari Onder Voorzitter juga berpredikat sebagai Tuongku.

Dibawah Kepala Kuria, ini beberapa Datuk-datuk Pengulu Kaum/ Kepala Kampung. Yang pernah tercatat diantaranya adalah Naratab atau Datuk Bukik di Pasar Batahan; Ibrahim atau Datuk Parhimpunan di Kampung Kapas; Buang Sati atau Datuk Ambosa di Bintungan Bejangkar; Abdul Yakin alias Datuk Bonsu di Sitodung; Datuk Malompah di Batu Sondat; Datuk Baru di Banjar Aur; Datuk Manuncang di Singiang dan Datuk Mudo di Kubangan.

Setelah itu ada masa transisi di era kemerdekaan Republik Indonesia. Sistem pemerintahannya disebut sebagai Komite Nasional. Bertindak sebagai ketua adalah Amirudin, dengan delapan orang anggota, masing-masing adalah Zainal Bahri, Marajan, Jabarudin, M. Daud Nasution, Marah Muhammad, Karnan Nazir, Basrah dan Abdul Manaf.

Setelah bentuk pemerintahan berubah menjadi Kedewanan Negeri Batahan, Komite Nasional yang berjumlah sembilan orang termasuk ketuanya, bertransormasi menjadi Dewan Negeri Batahan. Semua anggota Komite Nasional masuk menjadi anggota Dewan Negeri Batahan ini, dengan struktur tambahan seorang sekretaris. Ketua pertama Dewan Negeri Batahan ini adalah Zainal Bahri (1946-1951) dengan sekretaris Karnan Nazir (menjadi sekretaris terlama hingga 1958). Tiga orang ketua Dewan Negeri yang pernah memimpin sampai 1979 itu adalah Zainal Bahri (1946-1951), Marajan (1951-1952) dan Jabarudin (1952-1979).